Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Inilah Cara Guatemala Selamatkan Hutannya
Oleh : Redaksi
Rabu | 16-10-2013 | 11:55 WIB
volker-rainforest-hut-guatemala_(1).jpg Honda-Batam
Hutan hujan di Guatemala. Tetap lestari karena melibatkan warga lokal.

BATAMTODAY.COM, Guatemala - Warga lokal Guatemala mengelola hutan secara mandiri, sehingga penggundulan dapat dicegah. Konsep ini sukses, menggabungkan konservasi dengan upaya memerangi kemiskinan.

Hutan menyerap karbon dioksida dan berfungsi sebagai paru-paru bumi. Jika pohon-pohon ditebang habis, dampaknya pada perubahan iklim amat besar. Pemababatan hutan berkontribusi jawab untuk sepuluh sampai lima belas persen dari emisi gas rumah kaca global.

Di Indonesia dan Malaysia, kota-kotanya kerap tenggelam dalam kabut asap yang menyesakkan karena hutannya terbakar -secara legal atau ilegal- untuk pembukaan lahan perkebunan, pertambangan atau kawasan pertanian.

"Di seluruh dunia kami melihat hal yang sama, "ujar David Kaimowitz, yang bertanggung jawab untuk isu sumber daya alam di Ford Foundation. 

"Meningkatnya permintaan atas daging, minyak kelapa sawit, kertas dan produk lainnya di seluruh dunia meningkatkan tekanan pada hutan."

Juga di Amerika Tengah, hutan tropis pun terancam. Namun, dengan konsep pengelolaan hutan adat, beberapa negara telah menciptakan model win-win solution, yang menggabungkan konservasi hutan dengan pengentasan kemiskinan. Penduduk setempat memutuskan secara mandiri bagaimana mereka dapat mengelola hutan secara lestari.

"Meksiko dan negara-negara di Amerika Tengah adalah bagian dari dunia, di mana masyarakat lokalnya sukses dalam pengelolaan hutan secara komersial dan pada saat bersamaan mengelola hutan secara berkelanjutan, " kata David Kaimowit. 

"Ini salah satu dari sedikit kawasan, di mana penduduk setempat mengoperasikan sendiri penggergajian dan pertukangan kayu, dengan manajemen yang dibuat sangat modern dan sangat profesional."


Pakar untuk Hutan Keberlanjutan

El Peten, yang terletak di bagian utara Guatemala, di antara Meksiko dan Belize, merupakan contoh panutan. Hutan cagar biosfer Maya sangat kaya keanekaragaman hayati. Di sana, warga menerima hak pemanfaatan hutan dalam bentuk konsesi.

Dulu, akibat penjajahan dan kediktatoran militer berabad-abad lamanya, warga miskin di sini terusir, di relokasi atau dibunuh. Tapi sekarang, penduduk desa telah menjadi ahli dalam pengelolaan hutan lestari. Mereka mengorganisir diri dalam Asociación de Comunidades de Forestales Peten yang disingkat dengan sebutan ACOFOP atau Asosiasi Masyarakat Hutan di Peten.

"Salah satu keberhasilan terbesar dari ACOFOP adalah masyarakatnya memiliki kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari hutan, " kata Presiden ACOFOP Marcedonio Cortave.

"Penggabungan beragam organisasi menunjukkan, bahwa kelompok warga miskin melalui pemanfaatan sumber daya bisa berkembang dan dengan demikian bisa meningkatkan taraf hidup mereka," tambahnya.


Perlindungan Alam Berkaitan dengan Manusia

Marcedonio Cortave merupakan salah satu penggagas dari ACOFOP. Pada awal tahun 1986, setelah berakhirnya kediktatoran militer di Guatemala, terdapat dukungan internasional untuk rencana pengelolaan cadangan biosfer di bukit Maya kuno di El Peten.

Namun, kebanyakan organisasi bantuan non-pemerintah internasional ingin menempatkan seluruh kawasan dalam wilayah konservasi, tanpa melibatkan penduduk asli.

Cortave menceritakan, "Ini adalah model yang mungkin berfungsi di negara-negara kaya. Namun di negara yang tingkat kemiskinan tinggi dan tanpa peluang, maka harus dibuat konservasi alam yang berbeda. Di sini kita harus menerapkan pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan."

Carmelita adalah salah satu warga komunitas tersebut. Koperasi di utara El Peténs terdiri dari 80 keluarga – dengan total 380 warga desa, terdiri dari perempuan, pria dan anak-anak. Dulu, sebelum ada permen karet sintetis, penduduk desa Chicle hidup dari getah putih pohon Sapodil, yang kemudian diekspor sebagai bahan baku permen karet. Dengan adanya produksi sintetis, permintaan menurun.


Hidup dari Produk Hutan

Kini warga terutama hidup dari kayu tropis. Mereka menebang 1-3 pohon per hektar setiap tahunnya. Kayunya semua bersertifikat Forest Stewardship Council, sebagai tanda jaminan produk berkelanjutan. Daun Xate untuk rangkaian bunga yang diekspor ke Meksiko dan Amerika Serikat juga bersertifikat FSC.

Warga masih juga menyadap kulit kayu dan mereka juga mengambil daun sawit untuk atap tradisional. Pimiento – salah satu jenis lada liar yang tumbuh di hutan – merupakan produk yang paling menguntungkan dari hutan.

Masyarakat yang sebelumnya miskin sekarang memiliki sekolah, bisa menggaji perawat, menyediakan layanan medis untuk semua penduduk. Orang-orang muda yang ingin melanjutkan pendidikan di kota-kota besar, secara finansial didukung oleh masyarakat.

Pemilik penggergajian kayu menawarkan kesempatan pelatihan tambahan dan pekerjaan. Dalam waktu yang relatif singkat mereka juga mengembangkan pariwisata. Sebuah paket tur untuk lima hari membawa wisatawan ke Mirador, salah satu reruntuhan kebudayaan Maya paling terkenal.


Berjuang Mendapat Konsesi

Bagi Carmelita, konsesi hutan sangat penting. Tanpa pekerjaan dan pendapatan dari hutan, masyarakat di sana mungkin punah. Pengelolaan hutan lestari telah terbukti menjadi agen paling efektif melawan pembalakan liar. Kebakaran hutan dipantau oleh penduduk setempat. Juga, keanekaragaman hayati hutan dikelola secara berkelanjutan.

Ancaman terbesar bagi masyarakat saat ini adalah habisnya masa laku konsesi. Penduduk cemas akan masa depan mereka, karena mereka tidak tahu apakah konsesi yang diberikan selama 25 tahun ini akan diperbaharui oleh pemerintah yang berkuasa nantinya.

Dan kebijakan keberlanjutan ini menurut David Kaimowitz dari Ford Foundation, sebenarnya adalah salah satu tantangan terbesar -bukan hanya untuk koperasi- tetapi juga untuk konservasi hutan. 

"Kita membutuhkan visi jangka panjang untuk perlindungan hutan. Koperasi juga membutuhkan rasa aman jangka panjang, sehingga mereka dapat merencanakan secara bijaksana dan menjalankan perekonomian."

Sumber: Deutsche Welle