Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Inilah Peta Energi Nuklir Dunia
Oleh : Redaksi
Kamis | 10-10-2013 | 13:18 WIB
reaktor_nuklir_di_as.jpg Honda-Batam
Reaktor nuklir di AS. (Foto: AP)

BATAMTODAY.COM - Pertumbuhan energi nuklir dunia melamban. Kapasitas energi nuklir dunia hanya naik 4,2 GW (giga watts) menjadi 373,1 GW (1,1%) tahun lalu.

Jumlah reaktor nuklir dunia yang beroperasi hanya bertambah 2 reaktor menjadi 437 pada periode yang sama. Hal ini terungkap dari laporan terbaru Vital Signs Online yang dirilis oleh Worldwatch Institute.

Data WI juga mencatat, energi nuklir menjadi teknologi arus utama yang tidak menunjukkan pertumbuhan signifikan tahun lalu. Bauran energi nuklir dalam pasokan energi dunia justru turun dari 6,4% pada 2002 menjadi hanya 4,5% pada satu dekade berikutnya (2012).

Energi nuklir mayoritas digunakan di negara-negara industri. Dari 10 negara dengan produksi energi nuklir tertinggi, sebanyak 9 negara adalah negara industri - di luar China. China adalah negara yang paling banyak meningkatkan kapasitas energi nuklirnya dengan menambah 3,1 GW kapasitas baru tahun lalu.

Namun Amerika Serikat tetap menjadi produsen energi nuklir terbesar yaitu 102,1 GW dari 104 reaktor. Sementara Perancis menjadi negara dengan bauran energi nuklir tertinggi yaitu 75% dari pasokan listrik mereka yang dihasilkan oleh 58 reaktor nuklir. Bauran energi nuklir di Amerika Serikat hanya 19% dan mayoritas dipasok dari pembangkit listrik tenaga batu bara.

Di seluruh dunia saat ini terdapat 67 reaktor nuklir yang tengah dibangun dengan kapasitas mencapai 64,3 GW. Dari jumlah tersebut 7 reaktor nuklir telah dibangun selama lebih dari 20 tahun, sehingga diragukan apakah ketujuh reaktor ini akan terselesaikan pembangunannya.

Menurut Alexander Ochs, Direktur Iklim dan Energi dari Worldwatch Institute, ada tiga faktor yang menyebabkan melambatnya pertumbuhan energi nuklir. Yang pertama dan yang terpenting: energi nuklir terlalu mahal. "Energi nuklir tidak bisa bersaing dengan energi terbarukan dan bahan bakar fosil," tuturnya.

Yang kedua adalah alasan keamanan. "Kecelakaan nuklir Chernobyl, Fukushima, dan Three Mile Island hanyalah beberapa contoh kecelakaan terburuk; masalah ini terus berulang walau pengawasan terhadap energi nuklir semakin ketat," tuturnya. Di seluruh dunia aksi menentang energi nuklir terus berlangsung.

Yang terakhir. Pembuangan limbah nuklir masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. "Tidak ada yang tahu limbah nuklir ini harus diapakan. Tidak ada masyarakat yang menginginkan limbah nuklir ini ada di lingkungan mereka."

Kondisi ini menyulitkan energi nuklir menjadi energi yang dikategorikan bersih dan aman.

Krisis nuklir di Fukushima yang saat ini masih terus berlangsung hanyalah salah satu contoh bencana yang terjadi di tengah kemajuan teknologi dan kedisiplinan yang tinggi masyarakat Jepang. Menurut laporan WI, masih banyak kasus yang terjadi seperti kebocoran reaktor di Perancis, Taiwan dan Amerika Serikat yang tidak kita dengar, menambah kekhawatiran dunia atas energi ini.

Pada Agustus tahun lalu ditemukan bukti kebocoran di salah satu tangki limbah nuklir di Hanford, Amerika Serikat yang dulu dianggap stabil dan anti rusak. Hingga saat ini tidak ada solusi dari limbah nuklir ini yang telah terbukti aman dan bisa diandalkan untuk menghindari radiasi dalam waktu yang lama.

Dalam laporan ini juga terungkap Eropa sebagai benua yang paling banyak memiliki reaktor nuklir dengan 170 reaktor (39% dari jumlah reaktor dunia). Di Asia, China memimpin dengan 17 reaktor yang saat ini telah beroperasi, 29 reaktor dalam tahap pembangunan dan 38 reaktor dalam tahap perencanaan.

Menyadari bahaya reaktor nuklir, Presiden Perancis, Francois Hollande, baru-baru ini mengumumkan rencana untuk mengurangi ketergantungan negaranya terhadap energi nuklir dari 75% menjadi 50% pada 2025. Sementara Jerman dan Swiss terus menonaktifkan energi nuklir mereka. Paska gempa dan tsunami pada 2011, Jepang menghasilkan 30% listrik mereka dari PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). Bauran ini direncanakan meningkat menjadi 40% pada 2017. Namun setelah bencana Fukushima terjadi, semua PLTN di Jepang saat ini berhenti beroperasi. Jepang berupaya merevitalisasi sektor energi salah satunya dengan beralih ke energi terbarukan.

Sumber: hijauku.com