Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sering Tak Dilibatkan dalam Pembahasan UU, DPD Diminta Berani Melawan DPR
Oleh : Surya
Rabu | 02-10-2013 | 17:06 WIB
irmangusman.jpg Honda-Batam

Ketua DPD RI Irman Gusman

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Untuk terwujudnya sistem bikameral (dua kamar) yang sama-sama kuat antara DPD RI dan DPR RI, maka DPD RI harus berani ‘melawan’ DPR RI untuk tak ikut membahas, tak memberi pertimbangan, dan menolak hasil pembahasan DPR RI termasuk APBN, sehingga produk perundang-undangan DPR cacat prosedural  sekaligus tidak sah.


Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengembalikan sebagian wewenangnya dalam program legislasi, perimbangan keuangan pusat dan daerah, pemekaran dan penggabungan daerah dan lainnya, namun tetap tidak dilibatkan oleh DPR,

"DPD harus berani melawan DPR RI. Jangan menjadi anak mama atau anak manis seperti selama ini. Kalau tidak, maka putusan MK itu tak memberi dampak apapun terhadap keadilan politik kekuasaan. Sehingga DPR dan presiden senang dengan eksistensi DPD yang sekarang ini," tegas pakar hukum tata negara Margarito Kamis dalam '9 Tahun Kiprah DPD RI' bersama direktur eksekutif Indo Barometer M Qodari, dan Ketua DPD RI Irman Gusman di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (2/9/2013).

Margarito menilai jika putusan MK tersebut secara implementatif tidak berdampak pada tata negara, karena DPD RI tetap tidak ikut memutuskan dan tidak bisa memberi persetujuan terhadap produk perundang-undangan DPR RI.
"Bayangkan DPR RI bisa mengontrol kinerja DPD, tapi sebaliknya DPD tak bisa mengontrol hasil kerja DPR RI. Itu tak ada keadilan politik,"  ujarnya.

Qodari menegaskan jika anggaran DPD RI terus naik, misalnya tahun 2009 (Rp 468 M), 2010 (Rp 639 M), 2011 (Rp 644 M), dan tahun 2012 (Rp 754 M), tapi tidak sebanding dengan eksistensi sebagai perwakilan daerah.
"Eksistensinya lemah, karena sejak lahir memang lemah. Meski ada kemajuan, tapi secara mendasar tidak ikut membuat putusan. Jadi, DPD bisa memberikan kontribusi politik, kalau melakukan amandemen untuk memiliki wewenang sama dengan DPR RI," katanya.

Irman Gusman sendiri mengakui jika DPD RI sudah kerja keras, di mana dalam 9 tahun ini sudah menghasilkan 418 keputusan. Hanya saja belum bisa mengimplementasikan putusan MK, 27 Maret 2013 karena sampai saat ini belum bisa melaksanakan rapat tiga lembaga (tripartid) antara DPR, Presiden dan DPD RI.
"Padahal, kalau tripartid itu bisa dilaksanakan dengan baik, maka terjadi reformasi parlemen yang luas biasa," ungkapnya.

Irman berharap DPR bisa menghormati hasil kerja DPD berikut putusan MK tersebut. Sebab, kalau tidak, akan banyak produk prundang-undangan yang berakhir di MK, dan cacat prosedur akibat tak melibatkan DPD RI.

"Kalau hal itu dibiarkan, maka sangat berbahaya. Tapi, DPD menyerahkan semuanya itu ke elit politik, jika menginginkan perbaikan sistem ketatanegaraan," pungkasnya.

Editor : Surya