Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengalaman Menjalani Raw Food: Sebuah Awal Pencarian
Oleh : Redaksi
Sabtu | 23-04-2011 | 17:12 WIB

Oleh: Victoria Boutenko

Kami dulu bergurau bahwa kami beruntung karena sekeluarga bisa sakit bersama-sama. Tapi pada tahun 1993, masalah kesehatan kami bukanlah gurauan lagi karena saya, suami, dan kedua anak saya sekarat. Saya, 38 tahun, didiagnosa penyakit yang sama dgn ayah saya, arrythmia, yaitu detak jantung yang tidak biasa.

Kaki saya terus menerus terasa sakit karena edema, berat badan saya 140  kilogram, dan masih terus bertambah. Lengan kanan saya mati rasa pada malam hari, dan saya khawatir bila saya meninggal dan anak-anak saya jadi yatim piatu. Saya terus menerus merasa capai dan depresi. Akhirnya, dokter saya angkat tangan dan menyuruh saya untuk berdoa.

Suami saya, Igor, sakit-sakitan semenjak kecil. Sampai usia 17 tahun dia sudah menjalani operasi sebanyak sembilan kali. Dia menderita hipertiroid progresif dan rematoid artritis kronis, pada usia 38 tahun kesehatannya sudah rusak total. Denyut jantungnya hampir selalu 140+, matanya selalu berair pada siang hari, dan tangannya gemetar. Seluruh badannya terasa sakit. Dokternya berkata bahwa dia harus bersiap untuk menghabiskan sisa hidupnya di atas kursi roda.

Anak perempuan kami Valya terlahir dengan asma dan alergi. Mukanya pucat, dan hidupnya banyak duduk karena dia akan batuk dan tersedak bila berlari atau melompat. Tahun 1993, pada usia 8 tahun, hampir setiap malam dia bangun karena batuk yang terus menerus.

Anak laki kami, Sergei, didiagnosa menderita diabetes pada usia 9 tahun. Kami menghabiskan 2 sampai 4 ribu dollas AS dalam sebulan untuk membayar pengobatan, asuransi, pertemuan-pertemuan dengan dokter dan obat-obatan. September 1993 dokter memberitahu kami bahwa Sergei harus diberi insulin.

Igor dan saya sangat terpukul. Nenek saya yg menderita diabetes belum lama meninggal karena overdosis insulin. Saya tidak dapat membayangkan bahwa Sergei harus menerima obat yang kekuatannya begitu besar. Saya bertekad tidak akan memberikan insulin. Saya mencari informasi ttg insulin di perpustakaan. Semua buku yang saya baca menjelaskan bahwa suntikan insulin dapat menyebabkan melemahnya fungsi mata dan gagal ginjal. Ketakutan saya terhadap insulin semakin menguat. Saya bertanya kepada semua orang, dan akhirnya bertanya hanya kepada orang yang tampak sehat mengenai alternatif pengobatan lain untuk diabetes.

Dua bulan kemudian, keajaiban terjadi! Dalam antrian bank yang letaknya hanya dua blok dari rumah, saya melihat seorang wanita dan langsung mengerti apa yang dikatakan orang tentang 'kulit yang bersinar'. Dia, yang bernama Elisabeth, terlihat sangat sehat.
Saya bertanya kepadanya:

Saya (S): Menurut Anda, apakah diabetes bisa disembuhkan secara alami?
Elisabeth (E): "Tentu saja!
S: Mengapa Anda begitu yakin?
E: Karena saya sembuh dari kanker usus stadium 4, 20 tahun yang lalu.
S: Tetapi itu tidak sama dengan diabetes.
E: Semuanya sama.
S: Bolehkah saya membelikan anda makan siang dan kita bisa mengobrol?
E: Terima kasih, tetapi saya tidak akan makan makanan Anda.  Saya dengan senang
hati akan menjawab pertanyaan Anda.


Saya dan Elisabeth duduk di luar bank dan dia bercerita tentang makanan mentah. Awalnya, saya sangat kecewa. Saya mencari jawaban yang lebih serius. Saya akan bekerja keras dan membayar berapapun untuk ramuan obat yang mujarab. Makanan mentah terdengar terlalu simpel. Saya pernah mendengar tentang makanan mentah dan saya tidak senaif itu untuk percaya. Saya bertanya ke Elisabeth, "Apakah Anda percaya bahwa manusia bisa hidup hanya dengan buah, sayuran,
kacang-kacangan dan biji-bijian, mentah?!"

Elisabeth menjawab dengan 3 hal:
1. Hewan tidak memasak makanan mereka.
2. Saya makan hanya makanan mentah selama 20 tahun dan sembuh dari kanker usus.
3. Anda tidak datang ke dunia ini dengan kompor menempel di perut Anda.

Jawaban yang jauh dari ilmiah, tetapi saya tidak dapat membantahnya. Selain itu, saya sangat terkesan dengan penampilan Elisabeth yang terlihat sangat muda, dan saya sangat ingin kesehatan anggota keluarga saya menjadi lebih baik. Saya ingin mencoba makanan mentah, dan demi anak lelaki saya, saya mengajak suami saya untuk mencoba makanan mentah selama beberapa minggu. Suami saya marah, dan dia mengatakan, Saya orang Rusia, tidak bisa hidup dengan makanan kelinci. Saya bekerja fisik. Saya menyukai borscht Rusia dengan babi. Makanan menyatukan keluarga. Kamu mau kita duduk bersama mengelilingi batang wortel?! Coba pikir lagi. Seseorang harus belajar selama 14 tahun untuk menjadi dokter. Pemerintah telah mengeluarkan bilyunan dollar untuk penelitian medis. Apakah menurutmu mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan? Kalau menjadi sehat segampang itu, para dokter sudah melakukannya sejak dulu."

Saya kecewa, namun saya mencoba untuk membicarakannya lagi di waktu yang lebih tepat. Suatu hari suami saya bangun dengan rasa sakit yang paling buruk. Dia merasakan sakit di tenggorokan, tidak dapat berbicara. Saya membawanya ke rumah sakit. Setelah melihat hasil tes darah, dokter menyuruhnya operasi, karena tiroidnya sudah tidak bagus lagi dan harus diambil. Igor protes, "Saya sudah menjalani 9 kali operasi. Tidak satupun membantu, dan saya telah memutuskan untuk tidak akan menjalani operasi lagi sepanjang hidup saya."
"Operasi ini tidak bisa dihindari," kata dokter.
"Bagaimana bila saya menolak?" tanya Igor.
"Anda akan mati," jawab dokter.
Igor bertanya "Berapa lama lagi?"
Dokter memperkirakan, "Mungkin kurang dari dua bulan."
"Saya akan menjalani pola makan makanan mentah!" kata Igor.

Kami pergi dan hari itu, 21 Januari 1994 adalah titik balik dalam sejarah  kesehatan keluarga kami. Semenjak itu seluruh keluarga menjalankan pola makan makanan mentah. Kami pulang dari rumah sakit dengan belum mengetahui takdir kami dan sepakat untuk menjalankan pola makan makanan mentah selama dua minggu dan melihat apakah ada perbaikan dalam kesehatan kami.

Beberapa jam kemudian, Igor pergi bekerja, saya ke dapur. Saya menyadari bahwa ini bisa menjadi satu-satunya kesempatan dalam hidup untuk melakukan perubahan besar. Saya memeriksa makanan di kulkas dan di lemari dan menemukan bahwa hampir tidak ada makanan mentah di rumah kami. Semuanya harus menyingkir! Saya mengambil kantong sampah besar dan membuang semua makaroni, sereal, nasi, makanan kecil, es lilin, busa krim kental, roti, saus, keju, dan tuna kaleng.
Selanjutnya menyingkirkan mesin pembuat kopi, pemanggang roti, dan mesin pembuat pasta. Saya mematikan lampu kompor dan menutup kompor dengan sebuah talenan besar. Yang tertinggal hanyalah sebuah microwave yang besar dan mahal. Saya teringat akan roti lapis dengan keju meleleh, tarcis, dan semua 'keajaiban' yang telah saya buat dengannya. Lalu, saya berpikir tentang Sergei dan diabetesnya.

Dari semua hal di dunia, saya tidak ingin dia memakai insulin. Jadi saya ambil palu, memecahkan pintu kaca microwave itu, dan memindahkannya ke garasi. Saya keluarkan semua panci dan wajan baru saya ke pinggir jalan, yang lenyap beberapa menit kemudian. Lalu saya segera pergi ke supermarket.

Saat itu saya tidak pernah tahu tentang menu makanan mentah. Saya tidak tahu apa saja yang dimakan para penganut pola makan mentah, dan tidak pernah mengenal mereka, hanya Elizabeth, yang makan dengan sederhana. Saya belum pernah mendengar tentang kraker flaxseed yg dikeringkan, susu kacang, keju biji-bijian, atau kue mentah. Saya pikir makanan mentah adalah salad. Sejauh ini, saya berasal dari Rusia, dimana buah dan sayur segar hanya ada pada musim panas. Makanan kami adalah kentang, daging, makaroni, banyak produk susu, dan buah kadang-kadang. Kami tidak biasa makan salad dan keluarga saya tidak suka sayuran. Maka, saya menuju ke bagian buah- buahan. Mengacu pada dana, kami biasanya hanya beli apel washington, jeruk naval, dan pisang. Saya penuhi keranjang dengan tiga macam buah ini.

Saat anak-anak pulang sekolah dan Igor pulang kerja, mereka bertanya, "Apa makan malamnya?" Saya minta mereka lihat ke kulkas. Anak-anak tidak percaya apa yang mereka lihat. "Dimana camilan untuk nonton TV? Kemana semua es krim?"
Sergei berkata, "Lebih baik saya disuntik insulin seumur hidup daripada harus
ikut pola makan gila ini." Mereka menolak untuk makan dan pergi ke kamar. 

Igor makan 2 buah pisang dan protes, katanya membuat semakin lapar. Kami punya banyak waktu hari itu. Saya ingat, kami berjalan dari ruang satu ke ruang lainnya sambil terus melihat jam. Itulah saat awal saya menyadari betapa banyak waktu yang selama ini saya habiskan untuk memikirkan, merencana, menyiapkan makanan, makan, dan membersihkannya. Kami merasa lapar, tidak nyaman, aneh, dan tersesat. Kami mencoba nonton TV, tapi iklan ayam panggang sangat tak
tertahankan. Sangat sulit menunggu hingga pukul sembilan. Tidak bisa tidur karena lapar, saya mendengar langkah kaki di dapur dan suara laci dibuka dan ditutup.

Esoknya, tidak seperti biasanya, kami bangun awal dan berkumpul di dapur. Saya melihat banyak kulit pisang dan kulit jeruk di pojok. Valya bercerita bahwa dia tidak batuk malam itu. Saya ingat, saya berkata kepadanya, "Itu hanya kebetulan, pola makan ini tidak bekerja secepat itu." Sergei memeriksa gula darahnya. Masih tinggi, tapi lebih rendah daripada beberapa pekan terakhir. Igor dan saya merasakan penambahan energi, dan secara umum, merasa lebih ringan dan positif. Kami juga merasa sangat lapar.

Saya tidak pernah mengatakan bahwa beralih ke pola makan mentah itu mudah. Itu sangat berat bagi kami berempat. Tubuh kami meminta makanan yang biasa kami makan. Dari hari pertama, dan sampai beberapa minggu sesudahnya, menit demi menit, saya melamun membayangkan makan bagel dengan krim keju, sup panas, cokelat, dan terakhir, bermacam-macam keripik. Malam hari, saya mencari french fries di bawah bantal saya. Saya mengambil dua dollar dari uang belanja dan
menyimpannya. Saya berencana, suatu hari, saya akan lari sendirian ke restoran dan beli sepotong pizza keju panas, memakannya cepat-cepat tanpa terlihat, lari pulang, dan meneruskan pola makan mentah. Untungnya, kesempatan itu tidak pernah ada. 

Sementara itu, terlihat perubahan positif yang cepat. Batuk Valya di malam hari berhenti, dan dia tidak pernah mendapat serangan asma lagi. Gula darah Sergei mulai stabil dengan teratur. Tenggorokan Igor berangsur  normal kembali.  Denyutnya menurun, dan gejala hipertiroidnya berkurang dari hari ke hari. Baju-baju saya terasa longgar, bahkan pada saat baju-baju tersebut keluar dari pengering. Tidak pernah terjadi sebelumnya. Saya sangat gembira! Setiap pagi, saya berlari ke ke cermin dan memeriksa wajah saya, menghitung kerutan-kerutan yang hilang. Wajah saya jelas terlihat lebih bagus dan lebih muda dengan hari-hari makanan mentah.

Setelah sebulan dengan makanan mentah, Sergei bertanya mengapa dia harus mencek gula darahnya setiap tiga jam karena sekarang sudah konsisten dalam skala normal. Saya berkata padanya untuk mencek sekali saja di pagi hari. Denyut Igor turun jadi 90, yang tidak pernah dicapai bertahun-tahun. Valya sekarang bisa berlari seperempat mil di sekolah, tanpa batuk. Saya turun limabelas pon (7-8 kg). Kami semua merasa sangat berenergi. Saya sendiri merasa sangat berenergi sehingga saya tidak bisa berjalan lagi--saya selalu berlari! Saya berlari dari
tempat parkir ke toko dan di lorong dan naik turun tangga di rumah kami. Kami harus melakukan olahraga untuk menyalurkan energi ekstra yang kami punyai sekarang.

Saya pernah membaca bahwa lari adalah keharusan bagi penderita diabetes. Si pengarang buku menjelaskan bahwa saat berolahraga, otot memproduksi tambahan insulin. Kami memutuskan untuk berlari bersama sekeluarga. Secara berkala, gula darah Sergei menjadi stabil dengan pola makan barunya dan jogging teratur. Sejak memulai pola makan mentah sampai sekarang, dia tidak pernah lagi merasakan gejala-gejala diabetes.

Agar anak-anak saya bersemangat jogging, saya mendaftarkan keluarga saya dalam sebuah lomba. Karena kami tidak pernah lari sebelumnya, saya memilih jarak terpendek, yaitu 'Tiny Trot', lari jarak satu kilometer, di Denver's Washington Park. Saat kami datang saat lomba, kami berlomba dengan anak-anak kecil, tapi Sergei dan Valya tidak memperhatikannya. Kami semua berusaha mencapai garis finish. Kami disemangati oleh para orang tua, dan masing-masing mendapatkan medali 'Juara Pertama Kelompok Usia Muda'--penghargaan atletik pertama dalam hidup kami. Anak-anak saya sangat gembira. Mereka tidak mau melepas medali itu selama seminggu; bahkan membawanya tidur. Mereka memohon untuk didaftarkan lomba lagi, dan saya lakukan itu. Semenjak itu, kami mengikuti lomba hampir setiap akhir minggu.

Pada Memorial Day tahun itu, empat bulan sesudah kami berpola makan mentah, kami mengikuti Bolder Boulder Race, lari sepuluh kilometer bersama empatpuluh ribu pelari lainnya. Berlari di antara orang-orang yang tampak sehat, dimana banyak diantara mereka adalah pelari berpengalaman, sangat sulit bagi kami untuk membayangkan bahwa empat bulan sebelumnya, kami semua sakit dengan tidak ada harapan.

Kami semua mencapai garis finish dengan catatan waktu yang memuaskan, dan kami tidak merasa lelah. Setelah selesai lomba, kami mendaki gunung. Tidak ada keraguan bahwa kesehatan kami berhubungan dengan pola makan, dan saya tahu bahwa saya tidak lagi sekarat karena bagaimana saya bisa berlari sepuluh kilometer jika saya sedang sekarat?  Kami sangat menghargai bahwa kesehatan kami membaik dengan cepat bahkan lebih sehat dari  sebelumnya.