Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BKSDA Aceh Langgar Komitmen Strategi dan Rencana Aksi Orangutan Indonesia
Oleh : Redaksi
Sabtu | 24-08-2013 | 11:39 WIB
orangutan_sumatera.jpg Honda-Batam
Orangutan Sumatera.

BATAMTODAY.COM, Banda Aceh - Forum Konservasi Orangutan Sumatera (FOKUS) dan Forum Orangutan Aceh (FORA) menyayangkan keputusan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Aceh untuk memberikan dua ekor orangutan hasil sitaan kepada Kebun Binatang Medan.

Kedua orangutan tersebut sebelumnya dipelihara secara ilegal oleh seorang oknum perwira polisi berpangkat Ajun Inspektur Polisi Satu di Polres Aceh Tamiang dan seorang anggota masyarakat di Aceh Selatan. Kedua orangutan tersebut disita oleh BKSDA Aceh baru-baru ini namun pihak BKSDA Aceh tidak mengirim orangutan tersebut ke karantina orangutan yang dikelola oleh Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) untuk dilepasliarkan ke site reintroduksi orangutan di hutan Cagar Alam Jantho, Aceh Besar.

Panut Hadisiswoyo, Ketua Forum Konservasi Orangutan Sumatera (FOKUS), menyatakan BKSDA Aceh sudah semestinya memahami bahwa kondisi populasi orangutan Sumatera (Pongo abelii) dalam keadaan sangat terancam punah (critically endangered) akibat maraknya perburuan liar dan hilangnya habitat alam mereka untuk dijadikan lahan perkebunan.

"Kedua orangutan tersebut pada saat disita dalam kondisi sehat dan sangat memungkinkan untuk dilepasliarkan di habitat alam yang lebih aman dan memiliki daya dukung yang cukup untuk menjamin keberlangsungan populasi orangutan lainnya di alam liar," kata dia, dalam rilis kepada BATAMTODAY.COM, Sabtu (24/8/2013).
 
Panut menyatakan bahwa fakta ini semakin membuat rasa keprihatinan terhadap komitmen pemerintah untuk upaya konservasi keanekaragaman hayati dilindungi di Indonesia. Keputusan BKSDA Aceh memberikan orangutan hasil sitaan diduga akibat adanya permintaan dari pihak Kebun Binatang Medan.

Hal ini bertentangan dengan mandat Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P 53/Menhut-IV/2007 yang merekomendasikan bahwa pilihan terbaik terhadap orangutan hasil penyitaan yaitu mengembalikan orangutan ke habitat alaminya setelah melalui proses rehabilitasi untuk memulihkan kondisi fisik dan tingkah lakunya. 

Selain itu, Panut menambahkan bahwa pihak BKSDA Aceh tidak melakukan penindakan hukum terhadap pemilik orangutan yang dipelihara ilegal di Aceh. Jelas dituangkan dalam Undang-Undang no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang memberi ancaman hukuman pidana bagi pelaku kejahatan kehutanan adalah hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal 5 miliar.

Sedangkan  Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya memberi ancaman hukuman maksimal 5 tahun denda 100 juta rupiah bagi pelaku kejahatan konservasi yang mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati.

Sementara itu, Badrul Irfan Ketua FORA menyatakan bahwa pengiriman dua ekor orangutan tersebut ke kebun binatang medan bertentangan dengan kebijakan pemerintah aceh yang sebelumnya pernah melarang pengiriman satwa aceh keluar aceh apalagi bila hal ini dilakukan  tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada pemerintah Aceh.

"Kami akan terus berupaya agar para pihak penegak hukum terutama pihak BKSDA Aceh, berani untuk bertindak tegas, dan dalam waktu dekat kami bersama teman-teman LSM perduli konservasi akan beraudensi dengan Gubernur Aceh untuk segera mengambil sikap terhadap hal ini," kata Badrul.

Masa depan orangutan Sumatera semakin buram akibat lemahnya penegakan hukum dan carut marutnya penerapan perundang-undangan dan peraturan terkait dengan pengelolaan sumber daya alam hayati Indonesia. FOKUS meminta pihak Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan agar segera mengambil kembali orangutan hasil sitaan dari Kebun Binatang Medan untuk dilepasliarkan ke habitat alam.

Editor: Dodo