Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Guru Dilarang Gunakan Media Sosial
Oleh : Redaksi
Senin | 29-07-2013 | 20:55 WIB

BADEN-WUERTTEMBERG - Kementerian Kebudayaan Negara Bagian Baden-Wuerttemberg, Jerman, melarang para guru menjalin kontak menggunakan media sosial. Larangan itu bukan hanya untuk guru, tetapi juga untuk para murid yang ingin berkomunikasi dengan guru. Media sosial seperti Facebook, Twitter, StudiVZ atau lainnya, telah "diharamkan" penggunaannya, baik untuk kontak dengan siswa, maupun komunikasi resmi antarpara guru sendiri.


Ketentuan serupa sudah dijalankan di Bayern dan Schleswig-Holstein sejak beberapa waktu lalu . Alasan yang dikemukakan kementerian itu adalah soal privasi. 

Namun, Wakil Ketua Nasional Asosiasi Pendidikan, Rolf Busch, skeptis dengan alasan tersebut. "Di banyak sekolah di Jerman, kebijakan masalah privasi memang tidak cukup hati-hati ditangani, tetapi tidak tepat untuk menghukum guru lewat larangan itu," katanya seperti dilansir laman Deutsche Welle, Senin (29/7/2013).

Media sosial seperti Facebook sudah banyak digunakan orang. Bahkan kalangan guru dan siswa banyak yang memanfaatkan media sosial untuk berkomunikasi lewat dunia maya karena media seperti ini menyediakan layanan pertukaran informasi yang tak sekaku surat elektronik (e-mail) atau telepon.

Malah, para guru dianggap mengambil manfaat dari sistem ini dalam beberapa tahun terakhir . Pesan seperti "guru dapat membeli tiket dengan setengah harga" kadang-kadang muncul lebih cepat di grup Facebook ketimbang di papan pengumuman di sekolah.

Beberapa tahun lamanya terjadi pembahasan antara orang tua dan pendidik tentang apakah siswa dan guru harus pernah menjadi "teman" satu sama lain di Facebook. Kekhawatiran terutama karena privasi jadi berkurang. Keputusan Kementerian Kebudayaan di Baden-Württemberg telah menghidupkan kembali perdebatan itu.

Selain masalah privasi, Selman Ozen, Presiden Dewan Penasehat Mahasiswa Nasional di Baden-Württemberg mengatakan, "Seharusnya tidak ada kewajiban untuk online terus di jejaring sosial, hanya untuk beraktivitas dalam kegiatan sekolah." 

Selain itu, dikhawatirkan tentang adanya jarak dalam pendidikan, ketika siswa dan guru terus saling berkontak pribadi melalui Facebook.

Bagi banyak guru, kebijakan departemen tersebut menyulut kebingungan. Menurut mereka, berurusan dengan media sosial di sekolah tidak seharusnya benar-benar dilarang. 

Selain itu menurut mereka, penting halnya bahwa guru dapat menjelaskan di dalam kelas bagaimana menyikapi media sosial, menjelaskan fungsi, kelebihan dan kekurangan, dan risikonya.

Kementerian sendiri menyebutkan, e-mail mungkin dapat menjadi alternatif untuk sarana sosial digital. Namun, menurut juru bicara asosiasi guru, tidak ada jaminan alamat e-mail dapat menjaga perlindungan data atau dikriteriakan sebagai sarana komunikasi yang aman. Kementerian harus merumuskan standar dan instruksinya yang jelas terlebih dahulu.

Perwakilan Mahasiswa Ozen memberi satu solusi. "Guru sebaiknya menggunakan e-mail dan catatan di papan pengumuman sebagai sarana komunikasi. Murid sendiri kemudian dapat meneruskan informasi itu melalui jaringan sosial." (*)

sumber: Deutsche Welle