Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD akan Lakukan Kajian untuk Gugat SK Kemenhut
Oleh : Roni Ginting
Kamis | 25-07-2013 | 11:55 WIB
djasarmen pura.jpg Honda-Batam
Djasarmen Purba.

BATAM, batamtoday - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI akan melakukan kajian untuk melakukan gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) Kementerian Kehutanan tentang peruntukan hutan di Batam yang dinilai sangat mengecewakan.

"Segera akan dibuat kajian atas SK Menteri Kehutanan. Semoga sebelum lebaran sudah selesai," kata Djasarmen Purba, anggota DPD asal Kepri kepada wartawan, kemarin.

Apabila memungkinkan, maka akan dilakukan gugatan atas SK tersebut apakah itu gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

"Jika hasil kajian bisa dilakukan gugatan, maka kita siap menggugat. Harapan kami agar masyarakat bersama-sama untuk mengkajinya, bila perlu masyarakat yang menggugat," ujar Dasarmen.

Sebelum selesai dilakukan pengkajian, lanjut dia, masyarakat diharapkan jangan panik karena masih ada proses yang bisa ditempuh.

"Keresahan adalah wajar, ini belum gagal masih terus kita perjuangkan," katanya.

Sebelumnya, Djasarmen mengatakan kekecewaannya atas dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 463/Menhut-II/2013 tentang peruntukan kawasan hutan karena banyak titik yang tidak sesuai.

Pertama karena dalam SK No 463 tidak dicantumkan Peraturan Pemerintah (PP) No 87 tahun 2011 tentang tata ruang Batam, Bintan dan Karimuan.

Kedua tidak dicantumkan Kepres 41 tahun 1973 tentang hak pengelolaan lahan BP Batam. Ketiga dalam SK tersebut tidak dicantumkan PP No 46 tahun 2007 tentang FTZ

"Dalam SK tersebut tidak ada PP dan Kepres baik menimbang dan mengingat," kata Djasarmen, Rabu (24/7/2013) kepada wartawan.

Selanjutnya, dalam SK tersebut ada titik-titik yang telah disetujui oleh Tim Paduserasi dan diajukan ke DPR tahun 2006, namun harus dikembalikan lagi. Hal itu dinilai mubajir karena harus berulang-ulang diajukan ke DPR.

"Itu sebetulnya ada beberapa titik yang sudah dilepas dari hutan menjadi kawasan produksi. Tetapi yg jadi aneh tetap dianggap sebagai DPCLS (Dampak Penting Cakupan Luas bernilai Strategis). Artinya ini tidak perlu lagi DPCLS," ungkap Djasarmen.

Bahkan lebih parah lagi, lanjutnya, ada kawasan yang awalnya tidak hutan malah dijadikan hutan, ada beberapa tempat.

"Kami merasa sangat kecewa, bahkan Menteri Kehutanan tidak menepati janjinya," tegasnya.

Editor: Dodo