Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

7 Fakta di Balik Mitos tentang Dehidrasi
Oleh : Dodo
Jum'at | 28-06-2013 | 11:11 WIB
dehidrasi.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi.

BATAM - Agar bisa berfungsi dengan baik, setiap sel dalam tubuh manusia membutuhkan air. Nah, air ini diperlukan untuk mengatur suhu badan, melindungi sendi-sendi dan organ, serta memperlancar pencernaan.

Namun, dengan kondisi cuaca yang panas seperti ini, konsumsi air perlu ditingkatkan untuk mencegah dehidrasi. Berbicara mengenai dehidrasi, berikut mitos dan fakta tentang dehidrasi, seperti dilansir Huffington Post, Jumat (28/6/2013) :

Mitos: Dehidrasi tidak nyaman, tapi tidak berbahaya
Fakta: Meski kebanyakan orang mengalami gejala dehidrasi ringan seperti sakit kepala, lesu, jarang buang air kecil, dan berkeringat, tapi jika dibiarkan, dehidrasi bisa berbahaya. Menurut Mayo Clinic, dehidrasi yang parah bisa menyebabkan komplikasi seperti pembengkakan otak, kejang, gagal ginjal, bahkan kematian.

Biasanya, orang dewasa bisa mengatasi dehidrasi ringan ini dengan minum cairan ekstra. Tapi jika tidak segera diatasi, dehidrasi bisa mengakibatkan rasa haus yang ekstrim, pusing, kebingungan, dan berhenti buang air kecil. Pada anak-anak dan lansia, dehidrasi bisa menyebabkan diare, muntah, demam, cepat marah, dan kebingungan.

Mitos: Haus itu tanda dehidrasi
Fakta: Rasa haus merupakan cara tubuh memberi sinyal Anda untuk minum air. Saat haus, Anda tidak sedang berada pada risiko bahaya dehidrasi. "Ketika haus, defisit air dalam tubuh berkurang sedikit, meskipun itu hal yang sensitif," kata Profesor Kedokteran di University of Pennsylvania.

"Mungkin hanya satu persen air yang berkurang dalam tubuh Anda secara keseluruhan dan itu hanya membutuhkan beberapa jumlah cairan saja," lanjutnya.

Mitos: Setiap orang perlu minum delapan gelas air sehari
Fakta: Institute of Medicine (IOM) merekomendasikan pria agar minum sekitar tiga liter air per harinya, sedangkan wanita sebanyak 2,2 liter. Sementara ahli lainnya mengatakan tidak perlu memaksakan diri untuk minum jika memang tidak haus.

Menurut data IOM, sekitar 20 persen asupan air rata-rata dalam tubuh seseorang berasal dari makanan terutama dari makanan yang kandungan airnya tinggi seperti timun dan semangka. "Yang harus dikatakan adalah beberapa gelas cairan per harinya, karena kopi, teh, jus buah, bahkan minuman manis pun memberi tubuh Anda cukup banyak air. Meski kami tak merekomendasikannya untuk tujuan hidrasi," kata Noakes.

Mitos: Urine yang jernih salah satu tanda dehidrasi
Fakta: Pada dasarnya, tidak ada urine yang jernih, warnanya lebih cenderung ke kuning pucat. Ahli fisiologi dan profesor di University of Connecticut's Human Performance Laboratory, Lawrence Armstrong, Ph.D, telah membuat grafik warna urine berdasarkan tingkat dehidrasi.

Jadi Anda dapat menyesuaikan asupan cairan dengan melihat warna urine Anda. Perlu diingat pula, suplemen dan makanan pun bisa mengubah warna urine.

Mitos: Minum terlalu banyak air, tak masalah
Fakta: Overhydrating bisa sangat berbahaya, meskipun itu jarang terjadi. Minum terlalu banyak air bisa menyebabkan hiponatremia, yaitu kadar natrium dalam tubuh menjadi encer dan menyebabkan sel-sel membengkak. Gejala hiponatremia yaitu mual, muntah, sakit kepala, pusing, kebingungan, kelelahan, dan kejang.

Mitos: Olahragawan butuh minuman penambah energi
Fakta: Dengan berolahraga kurang dari satu jam, cadangan air masih baik-baik saja. Jika Anda sudah berolahraga lebih dari satu jam, baru elektrolit dan cadangan glikogen Anda berkurang. Para olahragawan bisa mendapatkan energi dari campuran gula dan sodium.

Bukan pilihan cerdas untuk memilih minuman penambah energi yang penuh dengan zat aditif-sebagai pengganti energi saat beraktivitas. Tak ada salahnya jika memilih bahan makanan alami sebagai pengganti minuman ini.

Mitos: Kopi bisa sebabkan dehidrasi
Fakta: Dehidrasi akan terjadi jika Anda mengonsumsi kopi secara berlebih. Menurut Mayo clinic, minum 500 mg kafein atau lebih setiap hari, bisa menyebabkan seseorang terkena risiko dehidrasi.

Sumber: health.detik