Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Selamatkan Pendidikan Anak Bangsa dari Dampak Kenaikan BBM
Oleh : si
Selasa | 18-06-2013 | 19:17 WIB
herlini-amran-4.jpg Honda-Batam
Anggota Komisi X DPR RI, Herlini Amran.

JAKARTA, batamtoday - Anggota Komisi X DPR RI, Herlini Amran, menyatakan keputusan pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan berdampak sistemik. Terutama terhadap kenaikan harga bahan pokok, transportasi dan lainnya yang juga akan berimbas terhadap meningkatnya beban biaya pendidikan di Indonesia.

Legislator perempuan PKS tersebut mengajak seluruh rakyat Indonesia yang menjadi orang tua siswa, untuk tetap memprioritaskan pendidikan anak-anaknya, sekalipun Pemerintah SBY tidak bergeming menaikan BBM di awal tahun ajaran 2013-2014.

"Ada banyak strategi dan hak yang harus diperjuangkan oleh para orang tua siswa bilamana kehidupan ekonominya tergerus dampak kenaikan BBM," kata Herlini di Komplek DPR, Selasa (18/6/2013).

Menurut Herlini, salah satunya adalah semua siswa dari keluarga tidak mampu berhak menerima BSM (Bantuan Siswa Miskin) dari anggaran negara. "Jangan sampai ada siswa putus sekolah hanya karena ekonomi keluarganya tergerus dampak kenaikan BBM," ujarnya.

Herlini juga mengingatkan Pemerintah SBY, bahwa sedikitnya terdapat 15,5 juta Rumah Tangga dengan status sosial ekonomi terendah secara nasional, yang menurut data TNP2K, anak-anak mereka berhak menerima BSM.

"Ini adalah tugas besar semua masyarakat pendidikan untuk mengawasi uang negara sebesar Rp 7,43 triliun yang akan digelontrokan Pemerintah nanti, apakah efektif menyelamatkan pendidikan anak-anak mereka yang jumlahnya mungkin lebih dari 16,6 juta siswa," ungkap Herlini.

Lebih lanjut anggota legislatif Dapil Kepri ini memaparkan tantangan BSM di lapangan. "Data siswa yang berhak menerima BSM ini, kan tidak bisa diakses publik. Sehingga antisipasinya, para orang tua siswa dan ketua RT harus proaktif sedari dini. Saya yakin masih akan ditemukan siswa miskin di lapangan yang tercecer atau tidak tercantum dalam Basis Data Terpadu TNP2K sebagai penerima BSM. Karena itu perlu dibuka Pos Advokasi BSM yang mudah diakses siswa atau orang tuanya. Jangan sampai menunggu korban anak putus sekolah dulu," saran Herlini.

Kekhawatiran Herlini memang cukup beralasan, mengingat mekanisme penyaluran BSM kali ini berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ia mengingatkan, pentingnya akurasi pendataan siswa penerima BSM.

"Hemat saya, peran TNP2K ini belum teruji, ibarat  'pemain baru',  praktis akurasi pengolahan datanya masih dimungkinan terjadi kekeliruan, apalagi sumber datanya merujuk hasi Susenas Maret 2012. Dan satu lagi yang sangat menentukan, apakah para ketua RT akan cepat tanggap merespon data penerima BSM di lingkungannya masing-masing? Disini netralitas para ketua RT pun harus dikedepankan, jangan sampai karena sentimen politik, terjadi penyalangunaan data anak/siswa penerima BSM," tukasnya.

Terkait implemtasi Program BSM ini, Herlini meminta agar Pemerintah serius melakukan pengawasan dan monitoring terhadap anggaran untuk membantu biaya pendidikan ini agar tidak terjadi salah sasaran atau bahkan terjadi penyimpangan oleh 'oknum' yang berimbas efek kenaikan BBM ini menyebabkan terjadinya peningkatan siswa putus sekolah.

Sebagai seorang ibu sekaligus orang tua siswa, dirinya sangat merasakan kesusahan para ibu yang menjadi orang tua siswa yang kehidupannya kian terbebani dampak kenaikan BBM. Apalagi jumlah para ibu dan anak usia sekolah menempati porsi terbesar penduduk Indonesia. Boleh jadi, mereka tidak hanya semakin terbebani biaya pendidikan, kenaikan BBM ini juga akan memicu kasus-kasus gizi buruk di kalangan anak-anak.

"Pemerintah sekarang sudah tidak bergeming lagi, semoga para ibu lebih bersabar dan kuat memperjuangkan masa depan pendidikan anak-anaknya. Sembari berharap Pemimpin Indonesia ke depan lebih tegas, tidak plin-plan seperti sekarang. Agar tahun ajaran baru dan hari raya ke depan tidak dibebani dampak kenaikan BBM oleh Pemerintah," pungkas Herlini.

Editor: Surya