Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Curigai Pembuatan SPLP untuk Keruk Uang TKI
Oleh : Surya Irawan
Jum'at | 14-06-2013 | 08:52 WIB

JAKARTA, batamtoday - DPR RI mencurigai Kemenakertrans A. Muhaimin Iskandar dalam penanganan TKI di Arab Saudi terkait perpanjangan masa tinggal yang sudah habis (over stay) dengan membuat SPLP  yang berlarut-larut ini hanya untuk mengeruk uang TKI.

Sebab dalam pembuatan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) itu setiap orang dipungut minimal 20 ribu Riyal, belum lagi biaya foto kopi dan dokumen lainnya, maka jumlahnya bisa mencapai miliaran rupiah. Mestinya dalam kondisi darurat semacam itu tak usah dipungut biaya.

"Saya hanya mencurigai, bukan menuduh di mana dalam pebuatan SPLP untuk perpanjangan masa tinggal karena mendapat amnesti dari pemerintah Saudi tersebut dimanfaatkan Kemenakertrans dan BNP2TKI untuk mengeruk uang TKI," kata anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka dalam dialog kerusuhan TKI di Jeddah bersama Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Irgan Chairil Mahfidz, dan Direktur Migrant Care Anis Hidayah di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (13/6/2013).

Seharusnya pemerintah juga tak hanya menjadi pelayan adminsitratif seperti dalam pembuatan SPLP, melainkan melakukan diplomasi dan langkah-langkah politik dengan pemerintah Arab Saudi. "Padahal, kalau pemerintah itu serius, maka SPLP langsung bisa diterima, dan perpanjangan masa amnesti juga akan dikabulkan oleh pemerintah Arab Saudi. Ternyata perpanjangan sampai 4 Oktober itu belum final," tambah Oneng, sapaan akrab politisi PDI Perjuangan itu.

Diakui Irgan jika perhatian dan pelayanan pemerintah terhadap TKI sebagai sumber devisa negara ini tidak sebanding dengan kerja keras dan keringat yang dikeluarkan. "TKI di luar negeri itu sedikitnya 6 juta orang. Kalau dari setiap TKI negara mendapatkan Rp 1,5 juta, atau Rp 9 triliun per bulan, maka selama setahun akan terkumpul sampai Rp 108 triliun. Jadi kemana uang ini? Sedangkan yang dimasukkan ke APBN hanya Rp 5 triliun," katanya kecewa.

Selain itu memang belum ada kesepakatan atau MoU dengan pemerintah Saudi dalam perlindungan TKI tersebut. Seharusnya kalau merujuk kepada UU No.39/2004 tentang ketenagakerjaan, pemerintah dilarang mengirim TKI yang tidak ada MoU-nya, tak bersedia melindungi TKI apapun jenis kelaminnya, dan sebagainya.

"Jadi, Kemenakertrans terlambat, sehingga kelambatan itu sebagai provokator terjadinya kerusuhan di Jeddah. Amensty pun tak mampu dimanfaatkan dengan baik, dan dari ratusan ribu TKI sebanyak 71 persennya adalah TKI, dan 28 persennya dengan paspor umroh, terjadi over stay antara tahun 2005-2010. Karena itu, Presiden SBY jangan sungkan-sungkan untuk mereshuffle Menakertrans Muhaimin Iskandar kalau terbukti tak mampu tangani TKI," tutur Anis Hidayah.

Menurut Anis, SPLP memang susah dikeluarkan oleh pemerintah Saudi, karena ada yang harus berurusan dengan majikan maupun sponsor yang membernagkatkannya. "Apalagi, kalau SPLP yang lama itu dipegang oleh majikan dan sponsor, maka TKI itu tak akan bisa berbuat apa-apa, tanpa izin pemagang SPLP. Maka dalam hal itulah pemerintah itu perlu lobi dan melakukan langkah diplomatis dengan pemerintah Saudi," pungkas Anis.

Editor: Dodo