Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Lanjutkan Pembahasan RUU Pendidikan Dokter
Oleh : si
Selasa | 04-06-2013 | 16:00 WIB

JAKARTA,  batamtoday -Anggota Komisi X DPR RI Jefirstson R. Rewu Kore menegaskan jika DPR RI akan terus membahas RUU Pendidikan Kedokteran (Dikdok) yang sempat terhenti pada periode  DPR RI tahun 2008.

DPR menganggap RUU Dikdok tersebut sebagai RUU khusus terhadap UU tentang sistem pendidikan nasional, dan RUU tentang pendidikan tinggi. Srehingga semua peraturan perundang-undangan (UU) yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan kedokteran tetap berlaku, selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan ketentuan UU baru berdasarkan UU Dikdok ini jika nanti disahkan.

"Kalau RUU Dikdok ini disahkan, maka nanti tidak ada lagi keluhan masyarakat tentang biaya pendidikan kedokteran yang mahal," tandas Jefirstson dalam diskusi RUU Pendidikan Kedokteran bersama Wakil Ketua Umum PB IDI Prof. dr. Ilham Oetama Marsis, dan pemerhati pendidikan DR Dharmayuwati Pane, MA di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Selasa (4/6/2013). RUU Dikdok ini terdiri dari 652 DIM (daftar inventarisasi masalah).

Menurut Jefirstson, RUU ini akan terlaksana jika peraturan pelaksanaannya segera ditetapkan. Untuk itu dalam pembahasan RAPBN TA (tahun anggaran) 2014 harus sudah dialokasikan untuk program penyusunan kebijakan. Sedangkan untuk pembahasan RAPBN TA 2015 harus sudah dialokasikan program rencana biaya investasi jangka panjang, beasiswa, bantuan biaya pendidikan, dan satu biaya yang ditanggung oleh mahasiswa kedokteran dalam APBN.

Ilham meminta agar RUU ini memuat sistim pendidikan dan pembiayaannya sampai ke tingkat masyarakat terpencil. Seperti di Thailand dan Vietnam,  di mana pemirintah sangat serius terhadap program pendidikan kedokteran dan kesehatan masyarakat, maka dalam waktu singkat langkah itu bisa mengurangi angka kematian penduduk secara siginifikan.

"Jadi, kalau pemerintah mengelola dengan baik,  melakukan singkronisasi dengan UU terkait, pembiyaan, dan distrubusi dokter ke seluruh Indonesia, maka tak akan terjadi carut-marut," ujarnya.

Dharmayuwati menyontohkan negara Jerman, yang serius memperhatikan kesehatan dan pendidikan kedokteran rakyatnya.

"Jerman mengalokasikan anggaran sebesar 20 % untuk pendidikan, dan 15 % untuk kesehatan. Dokter dan Rumah Sakit yang paling canggih ada di RS pemerintah, dan bukannya  di RS swasta seperti Indonesia. Jadi, pemerintah dan DPR harus mengakomodir aspirasi rakyat karena rakyatlah yang merasakan,"  tambah alumni Jerman itu.

Editor : Surya