Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dialog Kebangsaan Merawat Republik dengan Melawan Lupa

Masyarakat Harus Kritis, Korektif dan Konstruktif
Oleh : Roni Ginting
Sabtu | 25-05-2013 | 16:13 WIB

BATAM, batamtoday - Dialog Kebangsaan dengan tema 'Merawat Republik dengan Melawan Lupa' memperingari hari Kebangkitan Nasional yang digelar oleh LSM Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak) pada Sabtu (25/5/203) di Universitas Internasional Batam (UIB) diharapkan bisa meningkatkan rasa kebangsaan masyarakat Indonesia.

Dialog diawali dengan pembukaan oleh ketua Gebrak, Uba Ingan Sigalingging yang menjelaskan tentang tema yang menunjukkan penyakit utama bangsa saat ini adalah lupa. Apabila dilihat dari perjalanan nasional tahun 1908, tahun 1928 dan tahun 1945 bahwa bangsa Indonesia memiliki catatan luar biasa, bagaimana perjuangan para tokoh yang semuanya berdasar atas kerja intelektual.

"Yang menarik, seandainya kita menjadikan lupa sebagai sesuatu hal yang penting, seharusnya kita tidak akan melihat elit kita dipenjara karena korupsi. Hal yang membedakan dengan pejuang kita itu dipenjara karena mempertahankan gagasan dan pemikirannya," terangnya.

Acara dilanjutkan dengan orasi kebangsaan oleh Wakil Gubernur Provinsi Kepri Soerya Respationo yang menyatakan bahwa bangsa yang besar merupakan bangsa yang memiliki cita-cita.

"Sungguh miskin manusia atau bangsa yang tidak memiliki cita-cita," kata Soerya.

Dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke 105 tahun tidak bisa dipungkiri bahwa rasa kebangsaan semakin hari semakin pupus. Yang terjadi malah apatisme dan pesimisme dalam menghadapi masa depan.

"Bangkitnya rasa nasional tidak bisa secara instan tapi harus dirawat, dijaga dan disalurkan kepada seluruh masyarakat," ujarnya lalu membuka secara resmi acara dialog kebangsaan.

Sementara, DR. Ir. Siswono Yudohusodo, Wakil Ketua BK DPR RI dalam orasinya memaparkan kalau bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, apabila dilihat dari kemajuan ekonomi selama 10 tahun terakhir ekonomi Indonesia sudah melampaui empat negara yakni Swiss, Polandia, Yunani dan Turki.

"Tapi untuk terus maju harus banyak hal yg diperbaiki. Jujur bahwa kepercayaan rakyat kepada lembaga pemerintahan dan yudikatif dan aparat penegak hukum berada pada titik rendah akibat perilaku orang-orang tersebut yang melakukan korupsi dan suap telah memerosotk. Ini jadi tanggungjawab suci kita mengembalikan kepercayaan masyarakat," papar mantan Menteri Perumahan Rakyat di era Soeharto ini.

Lanjutnya, hanya dengan mengembalikan kepercayaan masyarakat bisa membuat negara kita maju. Untuk itu, tugas utama setiap generasi mambangun bangsa dan negara lebih baik, mendorong pemimpin membuat kondisi lebih baik saat menerima tongkat estafet kepemimpinan.

"Kita harus jadi masyarakat yang kritis sekaligus korektif dan konstruktif untuk memajukan negara Indonesia. Masyarakat jangan cepat lupa," katanya.

Pembicara lainnya, Yudi Latief dari Universitas Paramadina dalam orasi kebangsaannya menegaskan kalau tidak ada kebangkitan yang bisa dibangun tanpa ingatan.

"Pohon yang baik, harus tumbuh dari akar yang baik. Generasi sekarang harus mempertahankan nilai baik masa lalu, membuang nilai buruknya," ujar Yudi.

Selain itu ketua harian Pusat Studi Pancasila dari Universitas Pancasila Jakarta ini menekankan bahwa yang berhak untuk memimpin bangsa Indonesia bukan berdasar keturunan (nepotisme) melainkan kekuatan pikiran seperti yang diproklamirkan oleh Boedi Oetomo pada masa kebangkitan Bangsa Indonesia.

Editor: Dodo