Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Berharap Menkeu Mampu Mengelola Tata Kelola Keuangan yang Baik
Oleh : si
Rabu | 22-05-2013 | 12:13 WIB
Agun-Gunanjar-Sudarsa.jpg Honda-Batam

Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa

JAKARTA, batamtoday - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menganggap Menteri Keuangan baru, Chatib Basri sebagai  neolib dan kapitalis seperti pendahulunya apabila tak mampu mengubah politik anggaran yang pro rakyat.



Itu penting, karena problem utama tata kelola keuangan negara ini berada pada kementerian keuangan. Di mana keuangan negara yang besar selama ini lebih banyak berada di kementerian.

"Seharusnya anggaran Rp 580 triliun itu dialokasikan langsung untuk rakyat melalui pemerintah daerah sejalan dengan UU no.32/2004 tentang otonomi daerah. Karena itu Menkeu Chatib Basri kalau tak mampu mengatur politik anggaran itu yang lebih besar untuk rakyat, dan tidak ada pada kementerian, itulah neolib, kapitalis," tandas Ketua Komisi II DPR  Agun Gunanjar Sudarsa  dalam diskusi 'RUU Aparatur Sipil Negara (ASN)' bersama sekretaris Kemenpan Tasdik Kinanto dan pengamat kebijakan publik Andrinof A. Chainiago  di Gedung DPR RI Jakarta kemarin.

Jika politik anggaran tetap seperti selama ini lanjut Agun, maka bagaimana pun tak akan berkorelasi dengan kesejahteraan rakyat. Kedua, adalah masalah kepemimpinan atau leadership, di mana setiap pemimpin dari pusat dan daerah itu harus memahami tata kelola negara.

"Dari menteri yang ada sekarang hanya sekitar 10 % yang memahami tata kelola negara. Menkeu pun tak paham bagaimana mengatur APBN Rp 1.600 triliun itu. Untuk itulah lahir RUU ASN ini," ujar Agun.

Secara sosialogis filosofis lahirnya RUU ASN ini kata Agun, karena birokrasi yang rumit, terkooptasi dan terhegemoni kekuasaan politik tertentu, tertutup, lambat, dan penuh KKN. Oleh sebab itu RUU ASN ini merupakan kunci untuk menjalankan pemerintahan yang efektif, akuntabel, transparan, kompeten, dan bertanggung jawab.

"Saya yakin ke depan akan menghasilkan pemerintahan yang lebih baik dan birokrasi, yang lebih efektif, efisien, akuntabel, Korpri atau PNS tetap independen, netral dalam politik," tambahnya.

Menurut Tasdik, RUU ini akan membawa perubahan mendasar menyangkut dua hal; yaitu kebiasaan-kebiasaan kerja yang tak produktif, buruk, dan berjalan di tempat, dan kedua terkait perbaikan sistem.

"Tujuan yang akan dicapai adalah mewujudkan birokrasi yang profesional, kompeten, berintegritas, memberikan pelayanan terbaik pada rakyat, dan bagaimana sistem ini mendudukkan orang secara obyektif sesuai kompetensinya," tutur Tasdik.

Andrinof menegaskan jika dengan pemilu berbiaya tinggi dan suburnya politik dinasti sekarang ini, maka akan menyuburkan rekruitmen pegawai negeri sipil atau PNS bermotive politik atau KKN. Karena itu, kalau ingin mewujudkan birokrasi pemerintahan yang efektif, akuntabel, efisien, taransparan, dan bertanggung jawab, maka proses rekruitmen pegawai itu harus diperbaiki.

"Birokrasi itu tak bisa diperbaiki dengan tingginya gaji, remunerasi, dan sebagainya. Apalagi proses rekruitmen pegawai selama ini memang tidak melalui mekanisme yang transparan, tidak kompeten, juga tak akuntabel, sehingga kata Menpan Abu Bakar, pegawai yang kompeten hanya 5 %. Itu kan sangat memprihatinkan," tandas Andrinof.

Selain itu lanjut Andrinof, konsekuensinya jika berniat memperbaiki mekanisme rekruitmen yang transparan, maka sumber-sumber rekruitmen yang lain seperti sekolah-sekolah pemerintahan dan kedinasan, yang selama ini dijamin kelulusannya sebagai PNS, semua itu harus diatur dengan matang. "Kalau tidak, maka pegawai itu malah membuat geng-geng di birokrasi," ujarnya.

Diakui Andrinof, jika sulit memisahkan birokrasi dengan kekuatan politik, karena jabatan-jabatan eksekutif dari presiden sampai bupati dan wali kota, adalah jabatan-jabatan politik. Karena itu, mereka memiliki kewenangan politik dari tingkatan apapun.

"Kecuali presiden dan pejabat eksekutif lainnya itu negarawan dan benar-benar mengabdi untuk masyarakat, maka bisa diharapkan mampu mewujudkan birokrasi pemerintahan yang bersih dan akuntabel," tambahnya.

Demikian pula dengan sumpah jabatan selama ini dinilai Andrinof perlu diformulasikan ulang, karena menyangkut NKRI dan abdi negara itu masih abstrak, tak jelas. Bahkan katanya, dalam sumpah itu tidak tersurat tentang pengabdian dan pelayanan pada rakyat.

"Kalau sumpah jabatan dengan mengatakan mengabdi kepada negara dan menjaga NKRI, taat pada atasan, itu masih abstrak, sedangkan pengabdian dan pelayanan pada rakyat tak pernah disinggung,"  ungkapnya kecewa.

Editor : Surya