Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ancaman Gangguan Keamanan Meningkat

Presiden Minta Kepala Daerah Turun Tangan Jaga Stabilitas Sosial dan Politik
Oleh : si
Selasa | 30-04-2013 | 18:07 WIB
SBY1.jpg Honda-Batam

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

JAKARTA, batamtoday - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta seluruh kepala daerah berperan aktif menjaga stabilitas sosial, politik dan keamanan supaya tidak ada gejolak menjelang dan selama Pemilu 2014.


"Tahun 2013-2014 ini, suhu politik pasti menghangat dan memanas. Stabilitas sosial dan stabilitas politik bisa terganggu," kata Presiden saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta, Selasa, (30/4/2013).

Menurut Presiden, jika kepala daerah tidak berperan aktif dalam menjaga stabalitas sosial dan keamanan, maka peningkatan kesejahteraan rakyat akan terganggu.

"Manakala kompetisi politik tidak bisa dikelola dengan baik, akibatnya bisa berpengaruh pada perekonomian kita. Dan jika perekonomian terganggu maka peningkatan kesejahteraan rakyat juga terganggu," katanya.

Ia mengatakan, kelancaran pemilihan umum dan pemilihan presiden bukan hanya tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu namun tanggung jawab semua pihak termasuk pimpinan daerah.

Presiden mengajak semua pihak, khususnya kepala daerah, untuk menjaga stabilitas politik menjelang pemilihan umum dan pemilihan presiden.

"Di tahun-tahun politik seperti ini bisa terjadi benturan. Oleh karena itu mari kita cegah benturan sosial utamanya pada saat kampanye berlangsung," kata Presiden.

Presiden berharap para kepala daerah dapat memutus mata rantai politik, sosial dan keamanan guna menjaga stabilitas negara. 

"Kalau ada peristiwa poitik yang tidak kita kehendaki tapi terjadi, yang kita tahu alirannya adalah ke wilayah sosial, benturan sosial dan kalau kita biarkan lagi wilayahnya ke keamanan, mari kita cegah, kita putus mata rantai itu sehingga tidak perlu masuk ke wilayah keamanan," tegas Presiden.

Tunggu APBNP
Pada kesempatan itu, Presiden juga mengatakan soal harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan dinaikkan setelah penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2013.

"Jika ada kenaikan harga BBM, maka program kompensasi harus siap. Dananya juga sudah tersedia. Karenanya, kami berharap APBNP segera selesai Mei ini," katanya.

Menurut Presiden, penetapan APBN Perubahan diperlukan karena menyangkut alokasi dana kompensasi yang perlu disediakan bersamaan dengan kenaikan harga BBM bersubsidi.

"Begitu dana kompensasinya sudah siap, maka bisa langsung (diterapkan kenaikan harga BBM). Tidak boleh ada gap," katanya.

Presiden melanjutkan, "Jika DPR sepakat Mei ini berarti dana sudah siap. Kalau sudah siap, maka kenaikan akan segera diberlakukan."

Ia menjelaskan, pemerintah sudah menyiapkan bentuk-bentuk pemberian kompensasi atas kenaikan harga BBM bersubsidi untuk disampaikan ke DPR.

Kompensasi yang disiapkan antara lain transfer dana tunai melalui bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), penyaluran beras bersubsidi, beasiswa, dan Program Keluarga Harapan (PKH).

Selain itu, lanjut Presiden, juga akan ada bantuan kepada masyarakat yang dikeluarkan melalui kementerian dan pemerintah daerah.

"Di samping bantuan pasar murah oleh BUMN dan swasta," katanya.

Menurut dia, besaran kompensasi yang diberikan akan disesuaikan dengan ketersediaan dana pemerintah. "Lihat kantong. Berapa dana yang ada di APBN," ujarnya.

Namun Presiden tidak menjelaskan besar kenaikan harga BBM bersubsidi.

Ia hanya mengatakan,"Kenaikannya akan dilakukan secara terbatas dan terukur. Tidak naik sampai harga keekonomian, karena saya tahu UU dan putusan MK. Jika ada kenaikan, maka harus terbatas dan terukur."

Nilai total subsidi dalam APBN yang ditetapkan tahun 2012 sebesar Rp317 triliun dan Rp193,8 triliun di antaranya untuk subsidi BBM.

Jika tidak dikendalikan maka total subsidi akan membengkak menjadi Rp446,8 triliun, Rp297,7 triliun untuk BBM.

"Bayangkan saja dengan belanja Rp1.500 triliun, belanja subsidi mencapai Rp446,8 triliun, maka defisit Rp353 triliun atau setara 3,8 persen PDB dan ini melanggar UU, selain APBN menjadi tidak aman," kata Presiden.

Editor : Surya