Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD Masih Tunggu Sikap DPR soal Penambahan Kewenangan Legislasi
Oleh : Surya Irawan
Senin | 29-04-2013 | 13:11 WIB
Irman_Gusman.jpg Honda-Batam
Ketua DPD Irman Gusman

YOGYAKARTA, batamtoday - Presiden dan MPR begitu cepat merespon surat DPD untuk konsultasi membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan DPD RI terkait wewenang DPD RI dalam membahas program legislasi nasional (Prolegnas), otonomi daerah, pemekaran dan penggabungan daerah, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.



"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah berkomunikasii dengan DPD RI dan mengapresiasi putusan MK terkait kewenangan DPD RI dan MPR RI akan membahas putusan MK tersebut pada Senin (29/4) bersama Ketua MPR RI Taufiq Kiemas," kata Ketua DPD RI Irman Gusman dalam acara gathering wartawan parlemen di Yogkarta, kemarin.

Turut sebagai pembicara dalam kegiatan tersebut Wakil Ketua DPD Laode Ida dan Ratu Hemas serta anggota  DPD I Wayan Sudirta, pengamat Muhammad Farul Falaakh dan Kuskridho Ambardi dan B. Hestu Cipto Hudoyo.

Sedangkan DPR  lanjut Irman,   belum memberikan respon surat DPD untuk konsultasi. Katanya masih dipelajari. Karena itu DPD menunggu sikap DPR  untuk membahas putusan MK tersebut, karena saat ini sebagai momentum untuk menghasilkan prolegnas yang lebih efektif, efisien, dan lebih baik. Karena itu putusan MK tersebut harus terus dikawal agar terlaksana dengan baik, dan tripatrit tersebut bisa efektif," kata Irman.

Menurut Laode dengan putusan MK tersebut maka menjadi tantangan tersendiri, agar DPD menunjukkan taringnya kepada rakyat dalam menyikapi dan merespon aspirasi rakyat. Seperti dalam kasus ujian nasional (UN), rencana kenaikan atau pengurangan subsidi BBM pada awal Mei ini, dan sebagainya.

"Jadi, dalam kasus khususnya yang melibatkan daerah, DPD RI harus menunjukkan taring dan sikapnya yang pro rakyat, dan itu menjadi tantangan DPD,"  kata Laode yang kini menjadi politisi PAN itu

Dengan demikian  Hemas berharap setiap anggota DPD RI bisa merubah dirinya dalam memperjuangkan aspi­rasi daerah. Yaitu, DPD RI harus siap kerja keras, mental, pemikiran akademis, sosial politik dan kemampuan perekonomian untuk pembahasan prolegnas ketika berhadapan dengan DPR.

"Anggota DPD RI harus menyiapkan diri secara mental dan pemikiran akademis untuk menghadapi DPR RI," ujarnya.

Dengan kewenangan yang baru saat ini kata Fajrul, maka DPD ikut bertanggung jawab jika produk UU terus menurun. Hanya saja, kalau produk pembahasan perundang-undangan DPD itu tidak diakomodir oleh DPR dan pemerintah, atau diabaikan, maka tidak ada masalah dan itu sebagai konsekuensi politik. Karena itu, jika DPD harus terlibat dalam memberikan persetujuan dan ketok palu dalam sidang paripurna DPR, maka hal itu harus dilakukan amandemen.

Persoalannya menurut Farul, apakah DPD siap menghadapi DPR? "Itu pasti kembali pada kepiawaian politik DPD dan perlu langkah-langkah bertahap DPD untuk melaksanakan putusan MK. Sedangkan DPR RI sendiri mungkin sedang mengkaji putusan MK tersebut sebelum melakukan rapat konsultasi dengan DPD RI," tambah Fajrul.

Hestu menilai jika saat ini DPD menjadi penyeimbang DPR dan Presiden dalam menjalankan kewenangan konstitusinya, karena DPR dan Presiden sama-sama  dari parpol. Hanya saja dia khawatir DPD akan gagap, tak siap menghadapi DPR RI, di mana tripatrit itu menuntut kemampuan sama antarlembaga tinggi negara tersebut.

Ambardi juga berharap produk perundang-undangan yang dihasilkan dengan kewenangan DPD tersebut akan lebih baik.

"Kalau DPD setara, sama dengan DPR RI dan Presiden, maka akuntabilitas, check and balances, dan kualitas  UU akan lebih baik karena saling control. Hanya ada kecemasan, di mana kewenangan ini bisa menjadi jebakan DPD RI untuk ikut-ikutan main proyek UU yang transaksional," katanya

Editor : Surya