Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KPA akan Wujudkan Hak Masyarakat atas Tanah di Kawasan Hutan
Oleh : si
Minggu | 21-04-2013 | 15:21 WIB

JAKARTA, batamtoday - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)akan memujudkan reformasi hak-hak masyarakat atas tanah di kawasan hutan, dengan cara melibatkan berbagai pihak dalam mengatasi konflik pertanahan di berbagai daerah

 

Hal itu merupakan kesimpulan dari Lokakarya 'Perluasan Kerjasama Berbagai Pihak untuk Mempercepat Pelaksanaan Tenurial Reform Kehutanan di Indonesia' yang diselenggarakan KPA di Jakarta akhir pekan ini. 

Lokakarya ini dihadiri sejumlah narasumber, antara lain Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari, Sulistyanto mewakili Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sekjen KPA Iwan Nurdin, dan  Ketua Aliansi Jurnalis Independen Eko Maryadi. 

Sulistiyanto  mengatakan, KPK menjadi pelopor Nota Kesepahaman Bersama (NKB) 12 Kementerian/Lembaga untuk kepastian tenurial. Implementasi NKB 12 K/L yang berupa percepatan pengukuhan kawasan hutan yang berkepastian hukum dan berkeadilan harus dikawal bersama-sama.

"Disinilah pentingnya pemberantasan korupsi dalam perspektif penjagaan hak-hak sosial dan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat," kata Sulistiyanto.

Menurutnya, NKB yang ditandatangani 12 K/L di Istana Negara pada 11 Maret 2013 lalu, telah menghasilkan pemetaan permasalahan dan komitmen bersama dengan tiga persoalan pokok.

Pertama harmonisasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Kedua penyelerasan teknis dan prosedur pengukuhan kawasan hutan. Ketiga resolusi konflik kawasan hutan dengan membangun legitimasi dan pengelolaan sumber daya alam berbasis rakyat.

"Kami berharap bahwa NKB menuntut kerja nyata tidak hanya 12 K/L tetapi dari berbagai organisasi masyarakat sipil dalam peran sosialisasi, monitoring dan evaluasi," katanya.

Eva Kusuma Sundari menyatakan akan mendorong terbentuknya kaukus anggota DPR yang akan mengawal persoalan pembaruan agraria. Kaukus tersebut akan diisi oleh orang-orang yang berkomitmen dan kesadaran terhadap persoalan agraria.

Sedangkan Iwan Nurdin  mengatakan, ketimpangan di sektor kehutanan, di antaranya mengenai hutan di Indonesia seluas 136.94 juta hektar atau mencakup 69 persen wilayah Indonesia, sementara 121,74 juta (88%) ha belum ditata batas. Bahkan ada sekitar 33.000 desa definitif yang berada dalam kawasan hutan.

Iwan Nurdin juga menyoroti luas HTI yang mencapai 9,39 juta ha (262 perusahaan) yang dibandingkan dengan izin Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang hanya 631.628 hektar. Bahkan luasan HPH di Indonesia mencapai 21,49 juta hektar dari 303 perusahaan HPH dengan Kontribusi kehutanan yang kurang dari 1 persen PDB (FWI 2011).

Ia menambahkan bahwa Reforma Agraria di wilayah hutan adalah solusi menjawab persoalan pokok berupa: penyelesaian konflik, perombakan struktur agraria, peningkatan dan keberlanjutan produktifitas ekonomi rakyat dan keberlanjutan fungsi ekologis.

"Kementerian Kehutanan juga telah membentuk Tim Penyusunan Rencana Makro Tenurial Kehutanan yang keanggotaannya melibatkan unsur dari masyarakat sipil salah satunya adalah Konsorsium Pembaruan Agraria. hal tersebut adalah batu pijakan strategis bagi percepatan pelaksanaan reforma agraria di Indonesia," katanya.

Eko Maryadi menegaskan, perlunya para jurnalis memahami tentang isu reforma agraria yang sebenarnya sangat strategis. "AJI akan memajukan Peran Aktif Media Massa dalam mendukung reformasi hak-hak masyarakat terhadap hutan," katanya.
 
Editor : Surya