Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tolak Kenaikan BBM, Pemerintah Diminta Berantas Mafia Migas
Oleh : si
Rabu | 10-04-2013 | 15:16 WIB
Rizal_ramli.jpg Honda-Batam

PKP Developer


Rizal Ramli

JAKARTA, batamtoday - Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, pemerintah diminta menyikat mafia migas yang selama ini membuat biaya BBM tinggi.


"Tolak kenaikan harga BBM, sebelum sikat mafia migas. Para mafia migas itu  memperoleh banyak sekali keuntungan dari bisnis migas yang tidak transparan," ujar Rizal Ramli kepada wartawan di Jakarta, Rabu (10/4/2013).

Rizal mengajak rakyat menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Banyak cara yang bisa ditempuh pemerintah untuk menyelamatkan APBN tanpa harus menaikkan harga BBM yang pasti akan makin menyusahkan kehidupan rakyat.

Menurutnya, salah satu langkah yang harus dilakukan sebelum menaikkan harga BBM adalah menyikat mafia migas yang selama ini membuat biaya BBM tinggi.

"Jadi kesalahan kebijakan dalam bidang listrik dan energi kenapa rakyat yang harus menanggung. Mari kita tolak kenaikan harga BBM kecuali SBY berani sikat mafia migas yang suka setor ke Istana Hitam. Solusi lainnya bangun kilang BBM dalam dua tahun," kata Rizal.

Rizal Ramli menguraikan di kalangan bisnis migas, dikenal Mr Two dollar. Mereka memperoleh fee sedikitnya US$2/barel dari minyak mentah (400.000 barel/hari) dan minyak jadi yang diimpor (500.000 barel).

"Fee 2 dolar AS per barel ketika harga minyak masih sekitar 60 dolar AS per barel," ungkapnya.

Jadi, kata dia, pemerintah harus menyikat dahulu mafia migas sebelum menaikkan harga BBM. Apalagi, persoalan mafia migas sudah menjadi bisik-bisik nasional.

"Kini setelah harganya di atas 90 dolar AS per barel. Mereka bisa mengantongi keuntungan nyaris Rp 17 triliun dari impor BBM," ujar Rizal Ramli.

Rizal menegaskan, dominasi mafia migas ini telah membuat harga BBM di dalam negeri melambung tinggi. Para mafia ini, lanjutnya, telah menguasai para elit di pemerintahan ini.

"Kenapa harus impor per hari ke Singapura yang bisa mahal 50 persen melalui Petral anak perusahaan Pertamina di Singapura, kenapa tidak jangka panjang beli minyak ke Iran atau Irak, seperti dilakukan Jepang beli gas Indonesia untuk 30 tahun. Itu tak lain karena ada setoran ke sejumlah elit. Lalu, di manakah moralitas mereka yang berencana menaikkan harga BBM, tapi diam-diam menerima setoran dari mafia migas," ujarnya balik bertanya.

Sebenarnya, kata Rizal, dia sudah menyarankan pembangunan kilang (refinery) BBM sejak delapan tahun lalu untuk menurunkan biaya produksi BBM seperti biaya transportasi dan asuransi minyak mentah dan minyak jadi yang diimpor dari Singapura.

"Kalaupun kita harus mengimpor migas, seharusnya Pertamina bisa mengimpor langsung tanpa melalui mafia, tetapi langkah ini tidak disukai para mafia migas," kata calon Presiden alternatif versi The Presiden Center ini.

Masalah utama lain seputar migas, lanjutnya, yang juga harus disoroti adalah mengenai produksi yang terus menerus turun, tetapi di sisi lain, cost recovery-nya justru naik terus. Padahal dahulu lifting minyak Indonesia pernah mencapai 1,5 juta barel per hari, namun kini tinggal 900 ribu barel per hari.

"Tentu ada yang tidak beres di sini, dan ini membuktikan kebijakan perminyakan Indonesia terburuk di Asia Pasifik. Cadangan minyak kita masih besar, jika produksi dinaikkan, tentu impor akan bisa ditekan hingga minimal," katanya.

Karena itu Rizal menambahkan, apabila pemerintah tetap ngotot naikkan harga BBM yang kemudian diikuti dengan penyaluran bantuan langsung (BLT), maka hanya akan menguntungkan partai tertentu. Lagi-lagi, rakyat yang akan dirugikan. 

"Penyaluran BLT tidak akan menyentuh rakyat dan hanya menguntungkan Partai Demokrat yang sering dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas partai menjelas pemilu," tukasnya.

Editor : Surya