Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dibilang 'Hangat-Hangat Tahi Ayam' dalam Memberantas Premanisme

Mabes Polri Nyatakan Upaya Pemberantasan Preman Melalui Tiga Pendekatan
Oleh : si
Selasa | 09-04-2013 | 16:10 WIB
Boy_Rafli_Amar.jpg Honda-Batam

Brigjen Pol Boy Rafli Amar

JAKARTA, batamtoday - Mabes Polri menampik pendapat bahwa kinerja Polri dalam memberantas permasalahan premanisme, dinilai tidak serius atau kurang konsisten, seperti 'Hangat Hangat Tahi Ayam'.



Sebab, Polri terus berupaya membemberantas premanisme yang merupakan penyakit masyarakat itu, tidak hanya melalui pendekatan hukum, melakukan juga melalui pendekatan primitif dan preventif.

"Jalan penegakan hukum tidak dapat menjadi satu jalan dalam memberantas premanisme. Harus menggunakan pendekatan premitif dan preventif, jadi tidak hanya penegakkan hukum semata," kata Brigjen Boy Rafli Amar, Kepala  Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri di Jakarta, Selasa (9/4/2013).

Menurutnya, saat ini Polri bersikap menunggu laporan masyarakat yang dirugikan oleh aksi para preman. Aksi premanisme yang terkait permasalahan hukum ada ditindaklanjuti secara pidana, sementara yang terkait permasalahan sosial akan dilakukan pembinaan.

Karena itu, Mabes Polri memerintah pemerintah daerah (Pemda) di seluruh Indonesia turun tangan membantu penyelesaian permasalahan premanisme di wilayahnya. 

Amar mengatakan, premanisme merupakan penyakit masyarakat. Ada dua kategori terkait permasalahan premanisme, yaitu permasalahan hukum, dan sosial.

Dari aspek pelanggaran hukum, lanjut Boy, aksi premanisme terkait dengan tindak pidana yang dilakukan per orangan atau kelompok yang mengganggu ketertiban umum, seperti pemerasan, penganiayaan, hingga pembunuhan.

"Sedangkan permasalahan sosial, kami tidak bisa menutup mata bahwa keenderungan di kota besar terjadi proses urbanisasi, sehingga mereka harus berjuang di ibu kota untuk menjalani hidup. Banyak di antara mereka belum memiliki pekerjaan yang tetap atau katakanlah Jobless. Berusaha mencari kerja, namun keterampilannya terbatas," katanya.

Melihat hal itu, Polri berharap pemda mampu mengakomodasi mereka yang tidak memiliki keterampilan kerja tersebut.

"Kami berharap ada terobosan, konstribusi unsur pemda untuk dapat memahami para pendatang baru atau pendatang yang bermukim di kota besar, di mana mereka belum mendapat pekerjaan layak," kata Karopenmas Mabes Polri ini.

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat dari Partai Gerindra menilai, pemberantasan premanisme yang mulai marak beberapa hari ini setelah ada intruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) cenderung tidak serius dan kurang konsisten, hanya sekedar 'hangat-hangat tahi ayam'.


"Saya menilai polisi kok tidak konsisten dalam melakukan penegakan hukum terhadap preman, cenderung seperti 'hangat-hangat tahi ayam'.  Seharusnya, polisi  menjadikan peristiwa penyerbuan LP Cebongan sebagai momentum untuk memberantas preman dan para bekingnya. Padahal sekaranglah momentumnya," kata Martin Hutabarat, Anggota Komisi III DPR dari Partai Gerindra di Jakarta, Selasa (9/4/2013).

Menurut Martin, maraknya aksi premanisme, kata Martin, membuat masyarakat merindukan tindakan tindakan tegas dalam memberantas preman dan bekingnya , seperti kebijakan Pembunuhan Misterius (Petrus) di masa pemerintahan Orde Baru lalu. 

Karena itu, begitu 11 prajurit Kopassus membunuh 4 orang preman di LP Cebongan mendapat simpati dari masyarakat luas. Sebab, masyarakat sudah tidak tahan dengan prilaku preman dan para bekingnya. 

"Kita di Komisi III juga memberikan empati kepada Kopassus karena rakyat itu dalam posisi tidak berdaya dan marah pada preman yang leluasa beraksi dibeking-i aparat. Ketika mereka melihat Kopassus bergerak, rakyat merasa terbantu, itu persoalannya. Jadi sekarang seharusnya polisi menjadikan peristiwa ini momentum untuk memberantas preman dan bekingnya," katanya. 

Editor : Surya