Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

MPR Minta Politik Uang dan Politik Berbiayai Tinggi Dikurangi
Oleh : si
Senin | 08-04-2013 | 16:24 WIB
hajriyanto_y_thohari.jpg Honda-Batam

PKP Developer


Hajriyanto Y Thohari

JAKARTA, batamtoday - Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari meminta  biaya politik tinggi pada pemilihan umum kepala daerah(pemilukada) dihentikan. UU  Pemilukada yang sedang direvisi oleh DPR bersama Pemerintah maupun peraturan yang dibuat Komisi Pemilihan Umum(KPU) terkait masalah ini harus menutup celah atau peluang terjadinya biaya politik tinggi dan permaianan uang.



"Pendekatannya memang melalui regulasi, bukan pendekatan etika dan budaya," tegas Hariyanto dalam Dialog Pilar Negara 'Pembiayaan Parti Dalam Pemilukada' di Jakarta, Senin (8/4)

Hajriyanto mengingatkan, titik tolak pemilukada di dalam UU itu adalah mengakhiri biaya politik tinggi, entah itu dilakukan secara langsung maupun melalui DPRD termasuk kalau dilaksaanakan secara serentak. Karena selama ini sudah terbukti semua persoalan yang terjadi di pemilukada muaranya tidak lain biaya politik tinggi.

"Ekses biaya politik tinggi begitu buruk, termasuk kepala daerah yang kemudian terjerat kasus korupsi," katanya.

Dikatakan, ada calon kepala daerah yang mengeluarkan biaya miliaran rupiah sampai Rp 1 triliun. Pada hal, gajinya dia selama 5 tahun penuh tidak mencapai 1/5 dari pengeluaran ketika masa kampanye dulu. "Apa yang terjadi kemudian ? Melakukan korupsi," tandasnya.

Menurut Hajriyanto, jumlah kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi, yaitu 291 kepala daerah dari 1050 kepala daerah, merupakan jumlah yang spektakuler.  Kasus korupsi kepala daerah ini terkait secara langsung dan tidak langsung karena biaya politik yang tinggi itu. "Jumlah yang spektakuler," katanya.

Pemilukada sekarang ini, kata Hajriyanto cenderung mempraktekkan 'plutokrasi', yakni hanya orang-orang kaya dan yang dihormati dipilih. Partai-partai politik ketika akan memberikan dukungan kepada calon, kriteria yang pertama diajukan adalah kemampuan logistik, baru kriteria yang lain-lain.

"Kalau tidak memenuhi keriteria itu, partai itu tidak akan melanjutkan prosesnya," kata politisi Partai Golkar ini

Sedangkan Ketua Panja RUU Pemilukada DPR RI Abdul Hakam Naja pada kesempatan itu, memaparkan beberapa hal yang sudah dan yang belum disepekati oleh fraksi-fraksi di DPR. Salah satunya adalah mengenai pemilihan wakil kepala daerah, semua fraksi bersama pemerintah setuju wakil kepala daerah dipilih dalam satu paket dengan kepala daerah.

Hakam menambahkan, hal lain yang juga disepakati adalah masalah anggaran yang dialokasikan melalui APBD dengan berbagai pembatasan terkait standar dana kampanye, biaya iklan, dan transparansi keuangan partai, plus dana keamanan.

"Itu penting, karena biaya keamanan untuk Jawa Barat saja mencapai Rp 200 miliar. Juga Pemilukada akan dilangsungkan serentak di mana tahap pertama dalam pemilihan gubernur, disusul 279 Kab/Kota pada 2015, dan 244 Kab/Kota pada tahun 2018," tutur politisi PAN ini.

Perihal pengaturan dana kampanye, lanjut Hakam, setidaknya harus memenuhi prinsip-prinsip menjamin kesetaraan bagi peserta pemilu, mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih, mencegah pembelian nominasi, pencukongan calon, dan pengaruh interest group terhadap calon, dan membebaskan pemilih dari tekanan kandidat atau partai dari politik uang.

"Hanya soal penyelesaian sengketa Pilkada, yang belum disepakati, apakah tetap Mahkamah Konstitusi (MK), atau Mahkamah Agung (MA)," ungkapnya.

Sementara itu pengamat politik market Firmazah mengatakan, jika ekonomi politik keuangannya lebih sulit diidentifikasi disbanding ekonomi pemilu. Sebab, kalau anggaran pemilu sudah jelas, sedangkan anggaran atau biaya politik yang dilakukan oleh partai politik cukup sulit.

"Jadi, kalau  mau mengikis politik uang dan korupsi adalah melalui transparansi partai dalam penerimaan, biaya, dan pengeluaran. Karenanya, keuangan Negara (APBN) oleh BPK,  penggunaan APBD oleh BPKD, parpol, dan politisi sendiri harus dilaporkan,” tegasnya.

Dia mengusulkan pembiayaan iklan dan kampanye lainnya langsung ditangani oleh KPU, dan KPUD, sehingga semua calon kepala daerah atau caleg, capres mendapat porsi yang sama untuk pengenalan dirinya kepada masyarakat.

"Saya kira kalau dilakukan, maka kampanye akan berlangsung adil, dan fair. Untuk itu, partai nantinya tak usah repot-repot lagi menangani kampanye," jelas Staf Khusus Presiden RI bidang ekonomi ini.

Editor : Surya