Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Belajar dari Kasus SBY dan Ibas

Politik Dinasti Dinilai Telah Menghambat Kaderisasi
Oleh : si
Senin | 01-04-2013 | 18:45 WIB
Ahmad-Farhan-Hamid-1.jpg Honda-Batam

Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid

JAKARTA, batamtoday - Politik dinasti tidak masalah asal figur terkait sudah melalui proses politik yang cukup dan teruji. Sehingga kehadirannya sebagai elit parpol tidak secara tiba-tiba atau langsung mewarisi dari ayah ata keluarga, tanpa melalui proses politik yang seharusnya di internal partai itu sendiri.


Namun, patut dipertanyakan jika yang memegang jabatan strategis seperti Ketua Umum dan Sekjen partai adalah satu keluarga seperti Partai Demokrat (PD). Memang tak ada yang salah selama fokus menjalankan tugas negara, konsisten dalam penegakan hukum, mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan pengalolaan keuangan negara secara transparan dan akuntabel.

"Tak ada yang salah dalam politik dinasti selama tetap komitmen menegakkan hukum, mensejahterakan rakyat, transparan, dan akuntabel. Selain itu, jangan sampai menghalangi kader-kader terbaik untuk bersaing dalam kancah politik nasional," tegas Wakil Ketua MPR RI Farhan Hamid dalam dialog politik dinasti di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (1/4/2013) bersama anggota FPPP Ahmad Yani dan pengamat politik Hanta Yudha.

Menurut anggota DPD RI yang juga politisi PAN itu, politik dinasti tersebut memamg sulit dihindari selama proses demokratisasi itu sendiri belum matang. 

"Jangankan Indonesia, di Amerika Serikat masih ada klan Bush, Kennedy dll. di Thailand ada Takshin, di India ada Nehru, di Pakistan ada Bhutto, di Malaysia ada Razaq dll. Jadi, tak ada yang salah selama komitmen untuk mensejahterakan rakyat, menegakkan hukum, akuntabel, dan transparan," ujarnya. Proses transisi pasca reformasi tersebut membutuhkan waktu antara 20-30 tahun.

Namun kata Ahmad Yani, terjadinya politik dinasti tersebut sebagai langkah mundur, karena parpol itu sebagai salah satu pilar demokrasi yang dibiayai negara. Karena itu, parpol yang dikuasai oleh keluarga, maka tak bisa dibiarkan, apalagi jabatan strategis yang dipegang oleh orang-orang yang tidak melalui kaderisasi yang baik di partai, juga tak pernah aktif di organisasi kemahasiswaan. 

"Memang sistem pemilu dan pilpres ini belum mengarahkan bangsa ini ke arah politik yang baik," ungkapnya.

Hanta Yudha menegaskan jika demokrasi itu seharusnya membagi kekuasaan, dan bukannya sentralisasi kekuasaan. Karena itu dinasti politik sesungguhnya tak masalah, asal melalui proses teruji di parpol dan publik. 

"Itu boleh-boleh saja. Demokrat memang ditegaskan menolak politik uang dalam pancelagen, tapi jatuh pada dinasti politik. Sehingga akan sulit dikontrol. Inilah yang disebut sebagai demokrasi seolah-olah atau basa-basi itu. Lalu, demokrasi yang bagaimana yang mesti diwariskan pada rakyat?" katanya mempertanyakan.

Dengan demikian lanjut Hanta, kuncinya ada pada pembenahan parpol itu sendiri. Di mana sistem politik dan pemilu kita masih terjebak pada dua hal; yaitu tergantung pada figur yang populer, dan kekuatan uang (modal). Selain sebagai kegagalan kaderisasi, juga sebagai kegagalan partai mendekatkan rakyat terhadap partai itu sendiri. Untuk itu ke depan parpol harus dikuatkan agar proses demokrasi akan lebih baik.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung berharap SBY tetap bisa fokus pada tugas-tugas negara. Sebagaimana harapan rakyat, yang penting SBY tetap konsen pada masalah negara daripada partai, karena satu bulan ini terlihat agak terganggu karena banyak mengurus partai. 

"Itu disayangkan kalau berlangsung ke depan. Memang tidak ada aturan yang mengatur larangan seseorang yang menjadi presiden dan mempunyai jabatan ketua umum partai, tapi tidak etis jika tugas negara terganggu dengan tugas partai. Karena presiden dan wakil presiden hanya satu, gubernur, bupati dan anggota DPR bisa banyak, tapi presiden hanya satu dan dia sebagai kepala negara maka tugas itu amat berat," tutur politisi PDIP itu.

Apakah perlu aturan yang mengatur presiden tak pelu mengurus partai? Memang sulit katanya, karena hal itu akan bertentangan dengan semangat demokrasi. 

"Itu kalau diatur akan bertentangan dengan demokrasi dan prinsip orang dalam membuat parpol, di negara manapun tak ada larangan. Tapi kalau demokrasinya lebih mapan, seyogyanya presiden lebih mencurahkan tenaganya untuk kepentingan bangsa dan negara," katanya.

Sebelumnya, Megawati dan Gus Dur pernah menjadi presiden juga sama-sama mengurus parpol (PDIP damn PKB). Dan, terbukti hal itu tak mengganggu karena tugas partai dijalankan oleh pengurus harian lainnya. 

"Jadi, SBY yang tinggal 1,5 tahun tentu rakyat mengharpkan agar presiden bisa menyelesaikan persoalan bangsa, kalau ketua harian dan lain-lain saya nggak mau campuri, itu urusan internal partai," pungkasnya.

Editor : Surya