Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Presiden Diminta Turun Tangan Atasi Konflik Pertanahan
Oleh : si
Rabu | 06-03-2013 | 16:49 WIB
Hakam_Naja.jpg Honda-Batam
Hakam Naja

JAKARTA, batamtoday - Banyaknya kasus tanah yang belum selesai di mana sampai tahun 2012 ini sekitar 10.000 kasus yang masuk ke DPR RI, maka bukan saja melalui revisi UU Pokok Agraria (PA), melainkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga harus turun.


Presiden diharapkan mampu menangani kasus tanah khususnya yang melibatkan kalangan TNI/Polri dan pengusaha besar, yang seringkali mengalahkan rakyat, yang memang tidak memmpunyai kekuatan apapun.

Demikian diungkapkan Ketua Panja Pertanahan DPR RI Abdul Hakam Naja dalam diskusi 'Reformasi Agraria dan Kesejahteraan Daerah' bersama Wakil Ketua Pansus Agraria dan Sumberdaya Alam DPD RI Anang Prihantoro di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Rabu (6/3).

Menurut Hakam Naja, kalau masalah tanah ini tidak ditangani serius, maka negara ini bisa karam. Sebab, rakyat nantinya tak lagi bisa memiliki tanah dan justru dikuasai oleh kelompok pemodal, yang bisa mengancam kelestarian lingkungan, ketahanan pangan, sekaligus kemakmuran.

"Padahal, tanah, air, dan udara ini harus dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat adalah menjadi masalah prinsip dalam revisi UU PA. Karena itu, Presiden harus turun tangan untuk menyelesaikan kompleksitas tanah ini," katanya.

UU PA No.5 tahun 1960 ini memang harus direformasi, meski sudah ada TAP MPR RI No.IX tahun 2001 tentang reformasi agraia dan pengelolaan sumber daya alam (SDA), berikut UU sektoral agar mempunyai payung hukum yang tegas dan jelas untuk mengatur UU ESDM, Minerba, Kehutanan, UU Transportasi dan sebagainya.

"Selama ini ada ruang di tengah yang tidak sempat diurus seperti pembatasan lahan, HPH (hak pengusahaan hutan) terjadi ketimpangan kepemilikan, dan penguasaan tanah untuk usaha produktid masyarakat. Jadi, harus ada UU yang bisa menjembatani hal tersebut sebagai payung hukum. Untuk itulah DPR berinisiatif  membuat UU Pertanahan, dengan tetap menjaga berlakunya UU PA. Tetap mengacu pada prinsip keadilan, tanah merupakan hak rakyat yang bukan untuk dieksploitasi, dan menyelesaikan berbagai konflik pertanahan lainnya," Wakil Ketua Komisi II DPR.

Kuncinya, kata Hakam,  ada di Presiden SBY untuk penyelsaian reformasi UU Pertanahan ini. Mengapa? Sebab, untuk konflik tanah yang melibatkan TNI/Polri dan pemodal besar, tanpa keterlibatan presiden sebagai panglima tertinggi, maka tak akan pernah selesai.

"Selanjutnya perlu membuat format yang jelas dan tegas semisal dilakukan melalui mediasi, dan harus ada putusan secara administratif kepemilikan pertanahan, karena banyak kasus setelah dicek di BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak tercatat,” tegas Hakam lagi.

Hal ini, kata Hakam, tentu saja menjadi kerja besar bagi negara, bila tidak negara negara ini bisa karam dan rakyat makin terpinggirkan. Demikian pula untuk pemerintah daerah harus memiliki UU Pemda yang khusus mengatur pertanahan di daerah, agar tidak terjadi komplikasi kasus tanah dengan pemeirntah pusat, sesuai UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah.

Anang sependapat dengan Hakam, jika Presiden SBY perlu turun tangan. Apalagi pada tahun 2007 silam, Presiden SBY sudah berjanji akan menderitribusi 8,12 juta hektar tanah pada rakyat.

"Presiden SBY mesti memenuhi janjinya, kalau tidak maka pidato presiden itu hanya menjadi dokumen berita saja,"  katanya mengingatkan.

Redistribusi tanah, yaitu pembagian tanah-tanah yang dikuasai negara dan telah ditegaskan menjadi obyek landreform yang diberikan kepada para petani penggarap yang telah memenuhi syarat ketentuan Peraturan Pemerintah No.224 tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian dan Pernyataan Penguasaan, yang diperbarui dengan PP No.11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan cara mengadakan pembagian tanah yang adil dan merata, atas sumber penghidupan rakyat petani berupa tanah.

Editor : Surya