Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Revisi UU Keuangan Negara untuk Cegah Korupsi
Oleh : si
Selasa | 05-03-2013 | 18:28 WIB

JAKARTA, batamtoday - Ketua Panja revisi UU Keuangan Negara, Dimyati Natakusumah, mengingatkan kebocoran uang negara yang sangat besar dan terjadi di semua sektor hingga mencapai Rp 200-an triliun.


Sehingga perlu dilakukan anatomi persoalan dalam setiap aspek manajemen pengelolaan keuangan negara, yang meliputi perencanaan, penganggaran, proses pengadaan konsultan, pelaksanaan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap penggunaan keuangan negara tersebut.

"Revisi UU keuangan negara ini bertujuan untuk menutup kebocoran atau korupsi sekecil apapun dengan payung hukum yang tegas. Sebab, selama ini banyak terjadi pengganggaran tidak sesuai dengan pelaksanaan, terjadi kongkalikong, dan berbagai jenis korupsi dan penjarahan uang negara," tandas Dimyati Kusumah dalam forum legislasi 'Revisi UU Keuangan Negara' bersama anggota IV BPK RI Ali Masykur Musa dan Direktur State Budget Watch Ramson Siagian di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (5/3/2013).

Perencanaan dimaksud, lanjut Dimyati, meliputi pembiyaan untuk perencanaan yang benar, juga terarah atau tidak? Dikorupsi, digelapkan, dimark-up (KKN) dan sebagainya. Penganggaran anggaran (budgetting), baik anggaran untuk perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan, pemeriksaannya itu benar, terarah atau malah terjadi kongaklikong?

"Juga dalam pengadaan konsultan perencana dan pengawasan, apakah sudah terbebebas dari intervensi, tekanan, dan curang, tidak berpihak pada rakyat dalam menentukan pemenang tender?" tanya politisi PPP ini.

Selanjutnya terkait pelaksanaan, dan pengawasan untuk memastikan kesesuaian perencanaan dan penganggaran dengan pelaksanaan proyek itu sendiri, untuk mencegah kebocoran keuangan negara, meski sudah ada lembaga pengawasan (Inspektorat), dan BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan) dan BPK juga belum efektif.

"Padahal kalau pengawasan oleh BPK itu efektif, maka tidak ada lagi kebocoran. Tapi, kebocoran itu kadang dilakukan oleh pengawas dan pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, dan panitia lelang," tambah Dimayti.

Masalahnya, pemeriksaan yang dilakukan setelah pelaksanaan program itu menurut Dimayti, hanya dilakukan melalui uji petik dan tebang pilih, serta membiarkan kejahatan korupsi. Bahkan berkolaborasi untuk pembagian jatah dari hasil kejahatannya tersebut.

"Jadi, penyidikan pun masih tebang pilih, dan banyak oknum yang bermain dalam menjarah uang negara itu," ujarnya.

Hanya saja kata Ali Masykur, meski sudah mengetahui banyak terjadi kebocoran, namun hasil audit BPK itu ternyata tidak berimbas (impact) sama sekali dalam penyusunan anggaran dalam APBN.

"Itu yang menyebabkan pemeriksaan BPK tidak efektif. Karena itu yang harus dibahas adalah perencanaan, penyusunan, dan penggunaan anggaran itu harus diatur dalam revisi UU ini. Selain itu, pengertian keuangan negara itu harus diperluas termasuk PNPB (pendapatan negara bukan pajak) yang jumlahnya lebih besar dari APBN di mana hak budget itu mutlak ada di DPR," tegas Ketua Umum DPP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama ini.

Ramson justru khawatir, kalau substansi aturan dalam revisi UU keuangan negara ini tidak tepat, maka akan makin rumit dan tetap merugikan negara. Misalnya dalam APBN tidak terlihat ada pinjaman luar negeri, padahal tertulis minus (–) Rp 19 triliun di APBN 2013.

“Kita pinjam Rp 60 triliun, dan untuk membayar utang luar negeri Rp 80 triliun. Tapi, dalam APBN tersebut tidak ditulis. Ini kan bahaya,” kata mantan anggota DPR RI FPDIP ini.

Juga terkait pergantian pemerintahan dalam penggunaan APBN tersebut, dimana pemerintahan baru dilantik pada 21 Oktober, dan APBN pun disahkan pada Oktober. Konsekuensinya, meski APBN sudah diketok oleh pemerintah dan DPR RI yang lama, tapi yang melaksanakan adalah pemerintahan yang baru.

"Jadi, harus ada ruang dalam revisi UU ini dalam peralihan pemerintahan lama ke yang baru dalam penggunaan APBN sebesar Rp 1.683 triliun itu agar sesuai target dan sasaran pencapaian program pembangunan," tambah Ramson.

Selain itu dia mengusulkan agar UU keuangan negara ini berbasis kinerja. Misalnya dalam hal kemandirian pangan, energi, dan sumber daya alam yang lain. Sedangkan kebocoran yang mencapai sekitar 200 triliun tersebut terjadi di semua sektor.

"Jadi, sistem ini jangan memberikan peluang untuk menjarah dan menggerogoti uang negara," pungkasnya.

Editor: Surya