Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Minta MA Pecat Hakim Agung yang Main Mata dengan Bandar Narkoba
Oleh : inl/si
Minggu | 10-02-2013 | 19:08 WIB

JAKARTA, batamtoday - Anggota DPR menuntut pecat terhadap Hakim Agung Suwardi, Timur Manurung, dan Imran Anwari. Mereka diduga yang telah meringankan atau membebaskan hukuman bagi pengedar narkoba, baik melalui Kasasi atau Peninjauan Kembali di MA.


Anggota Komisi I DPR, Nuning Kertopati, menilai Hakim Agung seperti itu tidak layak lagi meneruskan karier di MA karena justru membahayakan bangsa dan negara dari ancaman narkoba. Nuning mendukung upaya penindakan tegas terhadap hakim yang bermain mata dengan bandar narkoba.


"Hakim Agung yang memperingan hukuman itu harus dipecat," tegas Nuning Kertopati, Sabtu (10/2/2013).

Anggota dewan dari Fraksi Hanura ini menambahkan, peredaran gelap narkoba sudah tidak dapat ditolelir lagi oleh para penegak hukum. Sebab, narkoba sudah menjadi bagian musuh utama negeri ini. Akibat narkoba, generasi muda menjadi rusak dan enggan berkreasi untuk membangun negeri.

"Narkoba harus kita perangi, karena dapat merusak generasi muda bangsa. Pengedarnya harus dihukum berat, supaya kapok. MA sebagai palang pintu hukum negara untuk menghukum seberat-beratnya pengedar, jangan malah ikut memudahkan peredaran narkoba. Bagaimana nasib bangsa ini?" tandasnya.

Contoh terbaru dari keanehan putusan MA adalah putusan majelis hakim PK yang terdiri dari Timur Manurung, Imran Anwari dan Suwardi, yang menganulir putusan hukuman mati terhadap Hillary K Chimezie menjadi hukuman penjara 12 tahun.

Seharusnya MA -sebagai palang pintu terakhir dalam menetapkan hukuman bagi penjahat narkoba- memberikan putusan lebih berat terhadap penjahat dan gembong narkoba. Sehingga MA masih bisa menjadi andalan penegakan hukum, di tengah ketidakpercayaan rakyat terhadap penegakan hukum di negara ini.

Hakim Agung yang pronarkoba tersebut termasuk yang menganulir hukuman mati terhadap Hillary K. Chimezie, adalah tidak mempunyai komitmen moral.

Menurutnya, narkoba adalah kejahatan kemanusiaan yang terorganisir rapi. Mafia narkoba tidak sekadar untuk mencari keuntungan, melainkan juga menghancurkan kelangsungan bangsa.

Sebelumnya, sejumlah kalangan mendesak Komisi Yudisial segera mengusut para hakim agung yang membebaskan narapidana narkoba. Pasalnya, sejumlah gembong narkoba divonis ringan. Seperti dalam kasus pemalsuan vonis Hengky Gunawan dari 15 tahun penjara menjadi 12 tahun oleh hakim Yamanie.

Selain kasus Hengky, perkara janggal lainnya adalah lepasnya hukuman mati terhadap narapidana narkotika Hallary K. Chimezie. Hillary yang ditangkap karena terbukti menjadi pemasok 5,8 kilogram heroin divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada 23 Oktober 2003. Putusan ini kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat pada 12 Januari 2004 dan majelis kasasi Mahkamah Agung pada 19 Juli 2004.

Namun kemudian, dalam upaya langkah hukum luar biasa majelis Peninjauan Kembali mengabulkan permohonan Hillary. Majelis hakim PK yang terdiri dari Imron Anwari (ketua majelis) serta Timur Manurung dan Suwardi sebagai anggota majelis membebaskan Hillary dari hukum mati dan hanya menjatuhkan hukuman 12 tahun.

Hillary K. Chimezie adalah seorang warga Nigeria. Ia dipenjara karena kedapatan membawa 5,8 kilogram heroin. Hillary yang kini mendekam di lapas Pasir Putih, salah satu dari tiga lapas di Nusa Kambangan, ditangkap lagi atas keterlibatannya dalam peredaran sabu 2,6 kilogram di luar penjara. Keterlibatannya terungkap dari catatan transaksi antara Hillary dengan AC, wartawati yang tertangkap memiliki sabu 2,6 kilogram.