Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Alami Perubahan Peruntukan Lahan

Aida Minta Catchment Area Dicabut untuk Pengembangan Kabupaten Bintan
Oleh : si
Selasa | 22-01-2013 | 20:18 WIB
Aida_Ismeth_Abdullah.jpg Honda-Batam

Anggota Komite I DPD RI Aida Z Ismeth dari Provinsi Kepulauan Riau

JAKARTA, batamtoday - Anggota Komite I DPD RI asal Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Aida Z Ismeth meminta kawasan catchment area (area resapan air) di Pulau Bintan seluas 37 ribu hektar agar segera dicabut karena menjadi lahan tidur dan banyak mengalami perubahan peruntukan lahan yang telah ditetapkan.



"Kebijakan penataan wilayah (teritorrial reform) pada hakekatnya bertujuan untuk menata wilayah administratif suatu daerah agar rentang kendali menjadi lebih efektif dan efisien, sehingga pertumbuhan dan kemajuan daerah tersebut tidak hanya tersentral namun dapat dinikmati secara merata di seluruh wilayah," kata Aida di Jakarta, Selasa (22/1/2013).

Menurut Aida, pemerintah sejak 1992 telah menetapkan lahan seluas 37 ribu hektar di Pulau Bintan sebagai kawasan  catchment area untuk penyuplaian air ke Singapura. Namun, hal itu sampai sekarang gagal karena terbitnya UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air melarang ekspor air.

"Ironisnya, kesepakatan tidak jalan, namun status kawasan chatchment area belum dicabut, sehingga sebagian  lahan itu pun hanya menjadi lahan tidur," katanya.

Kini, kata Aida, akibat tidak ada kejelasan dari status lahan tersebut, areal resapan air itu menjadi  areal perkebunan warga, bahkan ada yang jadi areal tambang rakyat, seperti tambang pasir. 

"Penetapan catchment area sebenarnya sudah dirasakan oleh masyarakat Bintan, terutama masyarakat Kampung Seijeram yang ditetapkan pemerintah masuk dalam catchment area tahun 1992. Sebaliknya, masyarakat sendiri sudah ada yang mengelola lahan tersebut jauh sebelum penetapannya," kata Istri Ismeth Abdullah, mantan Gubernur Kepri ini.

Karena itu, Wakil Ketua Badan Kehormatan DPD RI ini meminta dilakukan pengkajian ulang perubahan fungsi hutan lindung di Bintan diperlukan untuk pengembangan Kabupaten Bintan, khususnya ibu kota Bandar Seri Bentan dan kawasan FTZ.

Perubahan status hutan lindung sangat penting bagi investor karena terkait dengan kepastian status lahan yang akan digunakan untuk investasi.

"Maka kami berharap DPD RI dapat menodorong pemerintah khususnya kementrian kehutanan untuk segera melakukan  paduserasi lahan sehingga permasalahan ini segera selesai," katanya.