Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pendidikan Kunci Demokrasi Cerdas
Oleh : opn/dd
Selasa | 22-01-2013 | 09:49 WIB

Oleh Aripianto


DEMOKRASI pada dasarnya mengakui setiap warga negara sebagai pribadi yang unik, berbeda satu sama lain dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Demokrasi memberikan kesempatan yang luas bagi pelaksanaan dan pengembangan potensi masing-masing individu tersebut, baik secara fisik maupun mental spiritual.


Demokrasi juga mengakui bahwa setiap individu mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Karena itu, pendidikan yang demokratis adalah pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai individu yang unik berbeda satu sama lain dan mempunyai potensi yang perlu diwujudkan dan dikembangkan semaksimal mungkin.

Demokrasi dapat dimaknai sebagai milik orang-orang yang cerdas dan berpendidikan. Oleh sebab itu, semua orang harus mengenyam pendidikan dengan baik. Bahkan kalau tidak hati-hati, praktik kebijakan pendidikan juga mengancam demokrasi. Pemberlakuan UU BHP di Indonesia disinyalir sebagai salah satu bentuk penerapan kapitalisme pendidikan.

Kemudian pemahaman bahwa pendidikan adalah proses mendapatkan ilmu pengetahuan melalui bangku sekolah formal, juga menggerus nilai-nilai demokrasi pendidikan itu sendiri. Bahwa kemudian keberhasilan pendidikan juga dilihat dari kuantitas jumlah ijazah atau sarjana yang dihasilkan, merupakan bentuk prosedural pendidikan semata. Maka penting untuk mewujudkan demokrasi pendidikan dalam makna sebenarnya.

Apa yang dikatakan ekonom Drajat Wibowo, fakta ini didukung oleh statistik tentang semakin sejahteranya masyarakat Indonesia yang dilatari oleh meningkatnya ilmu pengetahuan, sehingga mampu mengakses pekerjaan-pekerjaan yang mensejahterakan. Jika digalakkan dan terus dipertahankan, maka impian menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari 5 negara maju di dunia, sebagaimana prediksi beberapa lembaga survey dan keuangan global seperti Standard Cahrter Bank, akan segera terwujud. Sebaran kesejahteraan akan mampu memutus mata rantai kemiskinan struktural yang selama ini menjadi lingkaran setan dan akar problem sosial, ekonomi serta politik di tanah air.

Melihat kontribusi besar dunia pendidikan dalam proses transisi menuju konsolidasi demokrasi dewasa ini, pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab merealisasikan secara komperhensif cita-cita UUD tersebut melalui implementasi UU Nomor 20 Tahun 2003, harus amanah dan adil (tidak diskriminatif) dalam distribusi kesempatan meraih pendidikan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.

Memaknai Demokrasi sebagai Unsur Pemersatu
Warga negara yang cerdas dan baik itu adalah mereka yang secara ajeg memelihara dan mengembangkan cita-cita dan nilai demokrasi sesuai perkembangan zaman, dan secara efektif dan langgeng menangani dan mengelola krisis yang selalu muncul untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia sebagai bagian integral dari masyarakat global yang damai dan sejahtera.

Dari kedua konsep dasar tersebut dapat dikemukakan bahwa paradigma pendidikan demokrasi yang digagaskan adalah pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional atau  multidimensional citizenship education (Cogan:1998). Sifat multidimensionalitas-nya itu terletak dalam asumsi positif dan programatiknya yang menyangkut individu, negara, dan masyarakat global; tujuannya yang diarahkan pada semua dimensi kecerdasan (spiritual, rasional, emosional, dan sosial); latarnya (setting) yang mencakup seluruh jalur dan jenjang pendidikan; dan pengalaman belajarnya yang terbuka, fleksibel, dan bervariasi merujuk kepada dimensi tujuannya.

Paradigma ini berbeda dengan paradigma pendidikan demokrasi yang pernah ada sampai saat ini, yang didasarkan pada asumsi normatif kepentingan politik, tujuan yang monodimensional dan atomistik, tidak ada interaksi antarlatar pendidikan, serta pengalaman belajar yang serba terbatas, antara lain bersifat test-driven atau hanya digiring untuk lulus tes dan bukan untuk mampu hidup yang demokratis di masyarakat. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya untuk lepas dari bahaya kehancuran demokrasi, jangan sampai lagi-lagi persoalan bangsa ini diselesaikan dengan pemunculan "cara" baru atau sistem yang berbeda dari sebelumnya akan sulit jika demokrasi harus diperdebatkan dengan sengit.

Proses Pendidikan Berdemokrasi
Dalam membangun demokrasi, tanpa proses pendidikan yang menjadikan warga negara yang merdeka, berpikir kritis dan sangat familiar dalam praktik-praktik demokrasi, hanya akan menimbulkan praktik demokrasi yang menggerus nilai-nilai komprehensifitas kehidupan bernegara. Elit pemerintah atau penguasa terpaku pada persoalan politik dan kekuasaan, sehingga demokrasi dipahami sebagai demokrasi prosedural dan dalam implementasi kehidupan politik juga tidak jauh dari "kepentingan" oknum yang tidak bertanggungjawab terhadap rakyat.

Sehingga kesibukan pemerintah dalam membahas koalisi ataupun oposisi sampai dengan reshuffle kabinet sungguh memiriskan hati rakyat Indonesia, seolah yang dihadapi oleh pemerintah hanyalah "bagi-bagi kekuasaan" dan atau kehancuran dan kekalahan dalam mempertahankan kekuasaan. Mungkin mereka lupa bahwa semua yang mereka dapatkan adalah amanah yang diberikan oleh rakyat yang tengah mereka lukai hati dan lahirnya. Demokrasi di Indonesia hari ini, terkesan sebagai jargon dan tidak meresap secara substansial pada setiap diri bangsa In¬donesia.

Menurut Robert Dahl (1971), dijelaskan bahwa sistem politik demokrasi adalah suatu sistem yang benar-benar atau hampir mutlak bertanggungjawab kepada semua warga negaranya. Dalam pandangan klasik, demokrasi adalah aspek yang selalu rapat dengan politik dan praktik politik pada suatu negara. Demokrasi dalam suatu negara mengacu kepada pelaksanaan pemilu, atau demokrasi tidak jauh dari upaya pemerintah dalam mewujudkan masyarakat dari yang belum demokratis menuju rakyat yang demokratis memaksimalkan perkembangan diri setiap individu. Merujuk pada pendapat Dahl tersebut, demokrasi adalah suatu sistem atau kebijakan yang bertanggung jawab penuh terhadap seluruh warga negara, responsibilitas itu mencakup seluruh aspek bukan terbatas pada aspek politik saja.

Berbagai dinamika dan proses yang terjadi terkait akan dilaksanaan Pilgub di Riau yang tinggal menghitung hari saja, harus terus dicermati sebagai bagian dari masyarakat yang akan terus mengawal semua dinamika dan proses tersebut hingga pelaksanaan Pilgub berlangsung. Tentu dalam hal ini kita harapkan agar masyarakat Riau tetap cerdas dalam menjatuhkan pilihan dalam pesta demokrasi setiap lima tahun sekali itu.

Dengan menggunakan hak pilih, berarti warga ikut berkontribusi secara nyata dalam mewujudkan proses demokratisasi. Dengan memanfaatkan hak pilih pula, warga telah ikut menentukan masa depan Riau secara demokratis. Hak pilih merupakan salah satu hak dasar warga negara. Karena itu, sangat disayangkan jika sampai tak menggunakan hak pilih.

Kesadaran masyarakat terhadap pelaksanaan pilgub, menandakan dukungan terhadap pelaksanaan pilgub dan demokrasi di Riau. Penyelenggaraan pilgub, memang sangatlah penting bagi suatu daerah. Karena pilgub merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Pilgub juga sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional. Selain itu, pilgub  merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik secara langsung. 

Tentu, kondisi ini akan menjadi pondasi bagi pohon demokrasi yang saat ini sedang tumbuh di negara kita. Demokrasi yang selalu berproses seperti di atas adalah demokrasi yang terus harus dijaga dan dikawal. Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, tumbuhnya semangat persaudaraan, tentunya akan menjadi roh demokrasi itu sendiri. Yang akan mempertegas keberadaan manusia termasuk dalam meraih cita-cita mereka di masa depan kehidupan yang lebih sejahtera.

Penulis adalah Wakabid Litbang dan Infokom DPC GMNI Pekanbaru dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau.