Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Politisi 'Sejati' Ala Ruhut
Oleh : opn/dd
Kamis | 20-12-2012 | 13:24 WIB

Oleh : Iman Munandar SH


TIDAK ADA YANG SALAH dengan gaya berpolitik Ruhut Poltak Sitompul (RPS). Sekalipun dia mendapatkan banyak hujatan dari masyarakat yang memiliki pemahaman minim tentang perpolitikan, namun RPS adalah sosok politisi yang ideal.


RPS, terlepas dari karakter yang ada, merupakan realitas dari perkembangan politik Indonesia saat ini. Disadari atau tidak, bahwa berpolitik ala RPS adalah praktek ideal bagi partai pengusung presiden.

RPS atau lebih mudah diingat publik dengan sebutan Raja Minyak Dari Medan, bukan orang baru dalam dunia politik Indonesia. Semenjak orde baru, RPS telah terjun dalam dunia abu-abu tersebut. Ini sebagai bukti awal bahwa RPS bukan politisi instan. Kemudian pasca reformasi, ia bergabung di salah satu partai yang secara kebetulan memenangi pemilihan presiden hingga dua periode. RPS memang cukup piawai membaca perkembangan politik.

Slogan pemberantasan korupsi oleh Presiden SBY, tentunya menjadi harapan publik yang sangat besar. Slogan tersebut diharapkan tidak hanya menjadi alunan suara ditelinga saja, namun dapat dilaksanakan secara konsisten. Semenjak reformasi, pemberantasan korupsi memang telah menjadi agenda utama di setiap pemerintahan. Bagaimana tidak, korupsi telah merampok trilyunan rupiah uang rakyat. Dampaknya adalah pembangunan terkendala dan hutang luar negeri membengkak. 

Presiden sebagai kepala pemerintah, tentunya memerlukan dukungan penuh dari parlemen untuk melaksanakan pembangunan. Tidak heran, jika di setiap negara, hampir partai pemenang adalah partai pengusung dan sekaligus pendukung pemerintah. Sinergi itu yang paling utama, karena tanpa dukungan parlemen, dalam hal ini fraksi partai pendukung pemerintah, tentunya akan banyak sekali kebijakan pemerintah terbengkalai. Ditambah lagi tingginya intrik dan instabilitas politik di parlemen.

Terlepas dari pandangan publik tentang latar belakang dan misi seorang presiden selama menjabat, tentu idealnya berpolitik adalah dukungan kuat partai pengusung kepada pemerintah. Tak heran jika saat ini kita menyaksikan hingar bingar drama politik yang tidak pernah habis episode menegangkan. Rakyat dibuat terperanjat dengan seluruh perkembangan politik nasional, namun itulah realitas politik bangsa kita untuk menemukan jati diri sebagai bangsa yang mampu membentuk sistem politik bangsanya sendiri.

Kembali kepada RPS, loyalitas teguh kepada SBY sangat kontras sekali terlihat. Cukup beralasanan, bahwa slogan pemberantasan korupsi yang selalu didengungkan SBY sejalan dengan keinginan RPS. Paling tidak, upaya SBY untuk membersihkan partainya dari tikus uang rakyat, sekalipun agenda tersebut beraroma politik 2014. Dukungan penuh RPS terhadap presiden merupakan gambaran ideal berpolitik, namun jauh lebih ideal adalah ketika dukungan tersebut lebih diutamakan pada agenda, visi dan misi membangun bangsa.

Di tengah krisis kepercayaan terhadap pemerintah dan sistem politik nasional, semuanya itu tentu akan berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi. Pemerintah seharusnya mampu bekerja lebih maksimal, jika saja partai pendukung pemerintah memiliki integritas dan loyalitas yang kuat. Tentu, karakter berpolitik ala Ruhut ada baiknya dalam perkembangan politik nasional kita saat ini. Perpolitikan tidak hanya disuguhi seabrek kasus korupsi akibat perkawinan politik yang haram, namun juga diwarnai dengan berpolitik loyalis ala Ruhut Sitompul.

Untuk mendukung pembangunan yang efektif, sangat diharapkan sekali lahirnya partai negara. Partai tersebut menjadi partai pelopor utama pembangunan dan memiliki kekuatan yang benar-benar mampu mendesign pembangunan dan sekaligus mengkonkretkannya ke dalam kebijakan pemerintah. Tentunya, partai pelopor ini harus memiliki karakter yang luhur dan sejalan dengan falsafah bangsa Indonesia serta memiliki tujuan yang sama dengan para pendiri bangsa.

Pemilihan Umum 2014 sepertinya belum akan mampu menciptakan stabilitas politik nasional. Karena kemunculan partai pelopor masih jauh dari sistem politik yang didesign oleh parlemen melalui UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Legislatif. Sehingga pemerintahan ke depan besar kemungkinan masih berjalan seperti pemerintahan yang ada. Namun, paling tidak dapat diimbangi dengan munculnya presiden berkarakter tegas dan diusung partai politik yang memiliki sistem tidak rapuh.

Penulis adalah Presidium GMNI