Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Migran Care Sebut PDRM Musuh Besar TKI
Oleh : si
Selasa | 18-12-2012 | 19:50 WIB
anis_hidayah.jpg Honda-Batam

Anis Hidayah

JAKARTA, batamtoday - Polisi Diraja Malaysia (PDRM) pantas dijuluki sebagai musuh besar buruh migran Indonesia atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di tahun 2012.


 
Pasalnya, beberapa kelakuan biadab serta tak manusiawi dilakukan oleh polisi Malaysia.

Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah di kantor International Labour Organization, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (18/12/2012).

Dia memaparkan beberapa perlakuan yang tidak pantas dilakukan oleh penegak hukum, menembak buruh migran Indonesia tanpa prosedur hukum, serta melakukan kebiadaban dengan memperkosa TKI yang bekerja sebagai Pekerja Rumah tangga (PRT).

Lebih lanjut ia menuturkan, penanganan kasus perkosaan yang dilakukan oleh tiga aparat Polisi Diraja Malaysia terhadap SM, PRT migran Indonesia di Bukit Mertajam, Pulau Penang Malaysia, masih jauh dari harapan publik.

"Para pelakunya kini menikmati kebebasan dengan membayar jaminan, sedangkan korban malah mendapatkan cercaan dan tuduhan atas nama moralitas," ujarnya.

Dalam kasus demikian pula, ujar dia, tak ada langkah diplomasi yang signifikan dari Pemerintah Indonesia atas ketidakadilan rentetan kasus tersebut.

Terancam hukuman mati
Pada kesempatan itu, Migran Care mengatakan, sebanyak 351 buruh migran Indonesia (TKI) terancam hukuman mati di Malaysia. Namun menurut pantauan Migrant Care, total hukuman mati yang diterima buruh migran Indonesia sebanyak 420 orang.

Rinciannya yakni, 351 buruh migran terancam hukuman mati di Malaysia, 22 TKI di China, seorang TKI di Singapura, seorang TKI di Manila, dan 45 TKI di Arab Saudi.

"Dari angka tersebut, 99 orang diantaranya telah di vonis hukuman mati," ujarnya.

Lebih lanjut dia menuturkan, kasus ancaman hukuman mati tidak bisa diselesaikan hanya dengan pidato dan pembentukan adhor.

Tetapi, kata dia, memerlukan langkah konkret dengan menghadirkan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan melakukan diplomasi politik tingkat tinggi.