Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jejak-jejak Perubahan Iklim di Eropa
Oleh : dd/hc
Selasa | 04-12-2012 | 10:54 WIB

BATAM, batamtoday - Perubahan iklim meninggalkan jejak-jejak kerusakan lingkungan di seluruh penjuru Eropa.

Dampak perubahan iklim akan semakin parah, dengan tingkat kerugian yang semakin besar. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru Lembaga Lingkungan Eropa (European Environment Agency) yang dirilis baru-baru ini.

Laporan berjudul “Climate change, impacts and vulnerability in Europe 2012″ ini menunjukkan, bukti-bukti perubahan iklim di Eropa semakin nyata. Di sejumlah wilayah, suhu rata-rata terus naik. Siklus hujan di Eropa bagian selatan menurun, sementara siklus hujan di wilayah Eropa bagian utara naik.

Es di Greenland, samudera Arktika dan banyak glasier di Eropa terus mencair, wilayah yang tertutup es berkurang dan sebagian besar tanah beku (permafrost) terus menghangat dan mencair.

Laporan ini juga mencatat, periode 2002–2011 adalah dekade terhangat di Eropa. Suhu di daratan Eropa naik 1,3° C dibanding suhu pra-industri. Berbagai model perubahan iklim menunjukkan bahwa suhu di Eropa bisa meningkat antara 2.5–4° C di akhir abad 21, dari suhu rata-rata pada periode 1961–1990.

Gelombang panas terus meningkat baik dari sisi frekuensi maupun jangka waktunya, mencabut puluhan ribu jiwa dalam sepuluh tahun terakhir. Korban akibat gelombang panas ini diperkirakan akan terus naik dalam beberapa dekade ke depan, kecuali jika masyarakat Eropa melakukan adaptasi perubahan iklim. Sementara itu, kematian akibat cuaca dingin terus menurun di banyak negara.

Perubahan iklim juga memicu banjir terutama di wilayah Eropa bagian utara akibat kenaikan suhu yang akan memercepat siklus air. Sementara di wilayah Eropa bagian selatan sungai akan mengering lebih cepat.

Cuaca panas selain berdampak langsung terhadap kesehatan manusia juga memicu penyebaran wabah penyakit. Di Eropa utara, risiko penyebaran Ixodes ricinus, tungau penghisap darah yang menularkan bakteri dan virus terus meningkat. Tren yang sama juga terjadi pada penyebaran lalat penghisap darah (sandflies) dan nyamuk pembawa penyakit.

Musim penyerbukan (pollen season) yang berlangsung lebih lama dan datang 10 hari lebih cepat dibanding 50 tahun yang lalu juga akan berdampak pada kesehatan manusia.

Karakteristik tanaman dan hewan di Eropa banyak mengalami perubahan. Contoh, bunga mekar lebih cepat pada awal tahun, sementara phytoplankton dan zooplankton di air tawar merebak lebih cepat. Banyak hewan dan tumbuhan yang bermigrasi ke utara atau ke lokasi yang lebih tinggi akibat pemanasan global. Karena pemanasan global terjadi lebih cepat dari migrasi, ancaman kepunahan spesies juga akan meningkat.

Pemanasan global juga akan memengaruhi produksi pangan akibat gelombang panas dan kekeringan di Eropa bagian tengah dan selatan. Semua ini mengharuskan masyarakat Eropa terus melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Salah satunya adalah dengan aksi di konferensi perubahan iklim di Doha, Qatar yang saat ini masih berlangsung. Negara-negara Eropa menjadi ujung tombak upaya menciptakan kesepakatan baru guna mengurangi emisi dan menekan kenaikan suhu bumi. Melalui Uni Eropa, masing-masing negara juga berkomitmen memangkas emisi sebesar 20% pada 2020 dari level 1990.

Target pemangkasan emisi ini akan ditingkatkan menjadi 30% jika negara-negara penghasil emisi besar lain berkomitmen sama. Uni Eropa juga mendukung upaya pemangkasan emisi sebesar 85-90% pada 2050 dari level 1990.