Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dirjen Listrik Diperiksa KPK 7 Jam
Oleh : Surya/Tunggul Naibaho
Kamis | 10-03-2011 | 16:41 WIB
Purwono-dalam.jpg Honda-Batam

Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) pada Kementerian ESDM, Jacobus Purwono. (Foto: Ist).

Jakarta, Batamtoday - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Jacobus Purwono diperiksa selama 7 jam sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Solar Home System (SHS) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Pemeriksaan dilakukan mulai pukul 10.00 dan baru berakhir pada pukul 17.15 WIB, di kantor KPK, jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Selama pemeriksaan Jacobus didampingi pengacaranya, Bhakti Dewanto.

Usai diperiksa, Jacobus mengatakan dirinya diperiksa tentang pengadaan SHS pada 2009 pada Kementerian ESDM. Diketahui, Jacobus ditetapkan sebagai tersangka sebanyak dua kali yakni pada pengadaan SHS periode 2007-2008 dan 2009 pada tahun lalu.

"Diperiksa tentang SHS pada 2009," ujarnya singkat kepada pers yang mengkonfirmasi hasil pemeriksaan KPK tersebut.

Ketika ditanyakan mengenai dugaan penerimaan uang terhadap dirinya, Jacobus membantah telah menerima sesuatu. Dia mengatakan dirinya tidak mengetahui mengenai pengadaan SHS tersebut, karena secara teknis dikerjakan oleh bawahannya.

Dia juga membantah bahwa Menteri ESDM saat itu Purnomo Yusgiantoro mengetahui tentang persoalan tersebut. "Saya saja tidak tahu mengenai hal ini, apalah menteri. Itu dikerjakan oleh orang di bawah saya," ujar Jacobus.

Pemeriksaan tersebut merupakan kedua kalinya dilakukan oleh KPK, dan sebelumnya diperiksa pada 8 Maret 2011. KPK sendiri menetapkan Jacobus sebagai tersangka pada Juni 2010 untuk proyek SHS 2008-2009 dan Agustus 2010 pada proyek SHS 2009.

KPK menetapkan status tersangka terhadap Jacobus Purwono dan pejabat pembuat komitmen Energi Baru Terbarukan Ridwan Sanjaya karena diduga melakukan korupsi dalam pengadaan SHS periode 2009.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan setelah memperoleh dua alat bukti yang cukup, keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam pengadaan SHS periode 2009. Baik Jacobus dan Ridwan diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan atau pasal 5 dan atau pasal 11 UU No.31/1999 sebagaimana diubah menjadi UU No. 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-satu KUHPidana.

"Akibat perbuatan tersangka, diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp150 miliar. Dalam hal ini terdapat dua alat bukti yang cukup," kata Johan.

KPK menilai dalam pengadaan tersebut, sebelumnya para pihak sudah bersepakat soal harga dengan penyedia alat tersebut dan terdapat penggelembungan harga yakni rata-rata Rp1 juta sampai Rp2 juta per unit. Selain itu, Johan menambahkan, RS diduga menerima sejumlah uang dari perusahaan.

Menurut dia, dari hasil penyelidikan ditemukan dugaan terjadinya pelanggaran perundangan dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Keppres No.80/2003 serta perubahan tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah.

Sedangkan pada proyek SHS 2007-2008, KPK telah menetapkan status tersangka terhadap Jacobus Purwono dan pejabat pembuat komitmen Kosasih terkait dugaan korupsi dalam pengadaan SHS periode 2007-2008.

KPK menyatakan dalam pengadaan dan pemasangan SHS yang menggunakan APBN tahun 2007 dan 2008,  keduanya diduga telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan melanggar peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.  Perbuatan tersebut diduga dilakukan di antaranya dengan pengaturan pemenang lelang sesuai yang dikehendakinya dan menerima

pemberian dari pemenang lelang proyek pengadaan dan pemasangan SHS itu. Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp119 miliar.

Solar system atau solar home system  merupakan paket penerangan rumah, kantor, sekolah dan pelbagai tempat dengan menggunakan energi matahari sebagai tenaga utama, dan tak perlu menggunakan bahan bakar minyak (BBM).

KPK juga pernah memeriksa sejumlah perusahaan terkait dengan kasus itu, di antaranya  Presiden Direktur PT Surya Energi Indotama (SEI) Nany Wardhani. PT SEI merupakan anak perusahaan dari PT LEN Industri (Persero), BUMN yang bergerak pada bidang di antaranya elektronika dan sistem pembangkit tenaga surya.

Selain itu, perusahaan lain yang pernah diperiksa adalah  PT Wijaya Karya (Wika) Intrade. PT Wika sendiri adalah BUMN di bidang konstruksi, elektrik dan mekanik serta energi. Pada 2000, dua divisi perusahaan itu yakni perdagangan dan metal bergabung menjadi PT Wika Intrade. Fokus perusahaan itu adalah pada perdagangan, metal, konversi energi dan furnitur.