Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Minta Pelaku Penyiksaan ART Asal NTT Dihukum Berat, IKA Batam: Negara Harus Hadir Tegakkan Keadilan
Oleh : Paskalis Rianghepat
Senin | 23-06-2025 | 15:48 WIB
Mikel-Loren.jpg Honda-Batam
Sekretaris IKA Batam, Mikel Loren. (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Batam - Ikatan Keluarga Adonara (IKA) Batam angkat suara menyikapi dugaan penyiksaan terhadap Intan, seorang asisten rumah tangga (ART) asal Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang bekerja di kawasan elit Sukajadi, Kota Batam.

Intan diduga mengalami kekerasan fisik dan psikis selama hampir satu tahun oleh majikannya, seorang perempuan berinisial Rosalina.

Kasus ini mencuat setelah Intan berhasil menghubungi keluarganya dengan meminjam ponsel milik tetangga. Saat pihak keluarga datang, korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan dengan luka memar di seluruh tubuh dan kondisi mental yang terguncang. Ia segera dibawa ke Rumah Sakit Elisabeth, Batam, untuk mendapat penanganan medis intensif.

Sekretaris IKA Batam, Mikel Loren, mengecam keras kejadian tersebut dan menyatakan bahwa tindakan kekerasan seperti itu tidak hanya melukai korban, tetapi juga mencederai nilai-nilai kemanusiaan.

"Ini tindakan biadab yang tidak bisa ditoleransi. Intan datang ke Batam untuk mencari nafkah, bukan untuk disiksa. Kami mendesak agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku," tegas Mikel saat dikonfirmasi, Senin (23/6/2025).

Menurut informasi dari keluarga, Intan telah mengalami kekerasan sejak awal bekerja, namun dua hari terakhir menjadi puncak dari penyiksaan. Ia diduga dipukul dengan sapu dan obeng, ditendang di bagian kepala, dada, wajah, dan kemaluan, serta menerima kata-kata kasar yang merendahkan martabatnya sebagai perempuan.

"Korban dikurung di dalam rumah, tak diberi akses komunikasi. Ini bukan sekadar penganiayaan, tapi bentuk penyiksaan sistematis secara fisik dan psikologis," ujar Mikel.

Mikel juga menyoroti lemahnya perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga, terutama mereka yang berasal dari daerah seperti NTT. Ia menilai sudah saatnya negara hadir melalui regulasi yang tegas.

"Kasus Intan ini menunjukkan urgensi pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sudah tertunda lebih dari dua dekade. PRT adalah kelompok rentan, dan negara tak boleh lagi abai," tegasnya.

IKA Batam mendesak aparat kepolisian untuk serius menangani laporan keluarga dan menerapkan pasal-pasal penganiayaan dalam KUHP serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).

Hingga berita ini diterbitkan, kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan penanganan kasus tersebut. Namun, keluarga korban bersama organisasi masyarakat NTT di Batam berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum agar pelaku tidak lolos dari pertanggungjawaban.

Editor: Gokli