Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Energi Terbarukan Jadi Nomor 2 Pada 2015
Oleh : dd/hc
Kamis | 15-11-2012 | 15:59 WIB

BATAM, batamtoday - Energi terbarukan akan menjadi sumber energi terbesar kedua dunia pada 2015. Subsidi adalah kunci pertumbuhannya.


Kabar baik ini terungkap dalam laporan International Energy Agency terbaru yang dirilis Senin (12/11/2012).

Subsidi energi terbarukan (termasuk untuk biofuel) mencapai US$88 miliar pada 2011. Dunia masih memerlukan subsidi energi terbarukan sebesar US$4.8 triliun hingga 2035 untuk menunjang pertumbuhan.

Jika terpenuhi, energi terbarukan akan semakin mendekati posisi batu bara pada 2035, yang hingga saat ini masih menjadi sumber energi utama dunia. Sebagian dari subsidi ini, menurut IEA, telah terpenuhi dalam bentuk komitmen dunia mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan demi mencapai target bauran energi pada 2020.

Kabar baik lain, ambisi dunia mengembangkan energi nuklir semakin berkurang dipicu kecelakaan nuklir di Fukushima Daiichi. Namun kapasitas energi nuklir masih terus naik yang bersumber dari pembangkit di China, Korea, India dan Rusia.

Peningkatan produksi energi dan biofuel, menurut IEA juga meningkatkan kebutuhan air hingga 85% pada 2035. Saat ini, kebutuhan air untuk energi telah mencapai 15% dari total kebutuhan air global. Di sejumlah wilayah, kenaikan ini telah meningkatkan biaya dan menimbulkan masalah sumber daya.

Analisis IEA menunjukkan, dunia diperkirakan gagal menciptakan kebijakan bersama guna meningkatkan efisiensi energi hingga 2035. Padahal potensi efisiensi energi ini sangat besar – mencapai dua per tiga tingkat efisiensi energi yang ada saat ini.

Menurut IEA, jika dunia ingin menekan kenaikan suhu bumi, dunia tidak boleh mengonsumsi lebih dari sepertiga cadangan bahan bakar fosil (proven reserves) sebelum 2050 – kecuali jika teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon berhasil diterapkan.

Untuk itu upaya efisiensi energi penting karena bisa menunda kenaikan suhu bumi di bawah 2 °C – yang diramalkan akan terjadi pada 2017 – hingga 2022, waktu yang sangat dibutuhkan sebelum tercipta kesepakatan iklim global.

Penemuan ini didasarkan atas penelitian simpanan karbon dunia (global carbon reserves) yang dihitung dari potensi emisi CO2 dari cadangan bahan bakar fossil yang telah terbukti.

Menurut IEA hampir dua per tiga simpanan karbon dunia berbentuk batu bara, 22% berbentuk minyak dan 15% berbentuk gas. Secara geografis, dua per tiga simpanan karbon dunia ada di Amerika Utara, Timur Tengah, China dan Rusia.

Semakin besar upaya efisiensi energi, semakin besar pula risiko peningkatan emisi CO2 dan pemanasan global yang bisa dicegah. “Peningkatan efisiensi energi ini akan membawa manfaat ekonomi, menjaga pasokan energi dan mampu memangkas biaya bahan bakar rata-rata sebesar 20%,” ujar Fatih Birol, ahli ekonomi IEA dan penulis utama laporan ini.

Upaya optimalisasi efisiensi energi juga akan mengurangi permintaan energi global hingga 50%. Menurut IEA, dalam kondisi normal, permintaan minyak dunia akan terus naik hingga 2020. Setelah 2020, permintaan baru akan turun sebesar 13 juta barel/hari pada 2035. Penurunan ini setara dengan jumlah produksi minyak Rusia dan Norwegia saat ini.