Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Klaim Ada Perdamaian, Polisi Terdakwa Penggelapan Motor Minta Kasus Selesai Lewat RJ
Oleh : Paskalis Rianghepat
Rabu | 16-04-2025 | 18:24 WIB
16-04_polisi-terdakwa-penggelapan_984578.jpg Honda-Batam
Bripka Teddy Usai Jalani Sidang Perdana di PN Batam, Rabu (16/4/2025). (Foto: Paschall RH).

BATAMTODAY.COM, Batam - Anggota Polda Kepri, Bripka Teddy Syafriadi, menjalani sidang dakwaan dugaan penggelapan sepeda motor milik rekannya sesama anggota polisi di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (16/4/2025).

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ferry Irawan bersama hakim anggota Mona dan Benny, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ishar dari Kejaksaan Tinggi Kepri memaparkan dakwaan secara terbuka.

Jaksa menyebut penggelapan terjadi pada 18 November 2024. Saat itu, terdakwa seharusnya menjalani penahanan disiplin di Rutan Polda Kepri setelah hasil tes urine ketiga menunjukkan ia positif menggunakan sabu.

Namun, dalam kondisi masih dalam penahanan khusus, terdakwa meminta izin ke toilet lalu melarikan diri menuju gudang Samapta. Di lokasi itu, ia meminjam sepeda motor Honda Beat milik rekannya, Bripda Muhamad Rizki Candra, dengan alasan hendak ke rumah susun. Teddy justru membawa kabur sepeda motor tersebut keluar kompleks Polda.

Tidak hanya itu, Teddy lalu membeli pelat nomor palsu BP 2579 FR dan menambahkan aksesori pada motor agar tak dikenali. Plat nomor asli dibuang di dekat halte Simpang Kepri Mall. Polisi menduga kendaraan tersebut kemudian digadaikan untuk membiayai hidup Teddy selama pelarian.

Bripda Rizki baru menyadari motornya dibawa kabur saat mendapatkan informasi dari sesama anggota bahwa Teddy tengah dicari oleh Provos karena positif narkoba. Setelah sempat bersembunyi di dua lokasi berbeda, Teddy akhirnya ditangkap oleh tim Paminal Polda Kepri pada 24 November dini hari. Ia mengakui perbuatannya.

Atas tindakan tersebut, Teddy dijerat Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara. Kerugian korban diperkirakan mencapai Rp 10,1 juta.

Di hadapan majelis hakim, penasihat hukum terdakwa, Naga, mengajukan permohonan penghentian perkara melalui skema restorative justice. Ia mengklaim telah terjadi perdamaian antara terdakwa dan korban, serta pencabutan laporan polisi oleh korban.

"Kami tidak mengajukan eksepsi. Namun kami memohon agar perkara ini dapat diselesaikan secara damai karena para pihak telah berdamai," ujar Naga.

Hakim anggota Monalisa menyatakan permohonan tersebut akan dipertimbangkan lebih lanjut. "Kami akan pelajari dan mempertimbangkan teknis pelaksanaan RJ bila syarat formil dan materil terpenuhi," pungkas Monalisa.

Sidang ditunda dan akan dilanjutkan dalam waktu dekat dengan agenda pemeriksaan saksi. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan mantan aparat penegak hukum yang tersangkut pelanggaran kode etik serta pidana umum.

Editor: Yudha