Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Cawako Terpilih dan Permasalahan Kota
Oleh : opn/dd
Selasa | 06-11-2012 | 12:07 WIB

Oleh: Raja Dachroni

ALHAMDULIIAH, Pemilukada Tanjungpinang pada Rabu 31 Oktober 2012 lalu sudah berjalan dengan aman dan damai. Hasil hitung sementara membuktikan bahwa pasangan Lis Darmansyah-H. Syahrul yang diusung dan didukung koalisi kerakyatan (PDI-P, PAN, PBB, PPI, PPN dan sederet partai kecil lainnya) memenangkan Pemilukada Tanjungpinang. Tahniah dan selamat bekerja penulis ucapkan kepada Lis Darmansyah-Syahrul.


Hasil hitung cepat versi KPU Tanjungpinang menyebutkan, bahwa pasangan Lis Darmansyah – H. Syahrul berada di posisi teratas dengan perolehan suara 54,80 persen disusul dr. Maya Suryanti-Tengku Dahlan 37,31 persen, Hendry Frankim-Yusrizal 7,89 persen, dan pasangan Husnizar Hood-Rudy Chua 15 persen. Dengan hasil seperti ini kekhawatiran untuk pemilukada dua putaran tidak akan terjadi. 

Menurut penulis, ada beberapa hal yang menyebabkan pasangan Lis Darmansyah – H. Syahrul bisa merebut hati pemilih Tanjungpinang. Pertama, figur Lis Darmansyah-H. Syahrul. Figur Lis Darmansyah yang pernah menjadi Ketua DPRD Tanjungpinang dan Wakil Ketua II DPRD Propinsi Kepulauan Riau dianggap masyarakat Tanjungpinang sebagai figur yang dekat dengan masyarakat, tidak hanya pada saat Pemilukada tapi sudah jauh-jauh hari Lis Darmansyah dekat dan dikenal masyarakat Tanjungpinang. 

Sementara itu, figur pasangannya H. Syahrul juga berpengaruh cukup besar bagi mendongkrak suara Lis Darmansyah pada Pemilukada Tanjungpinang kali ini. H. Syahrul dikenal sebagai sosok tokoh yang berpengaruh di kalangan guru dan kalangan tokoh masyarakat Tanjungpinang. Latar belakang pendidik dan sebagai salah satu pembina pada remaja Masjid Raya Tanjungpinang ini dianggap sebagai sosok yang bersih dan piawai dalam memimpin beberapa amanah organisasi yang pernah diembannya. Sehingga wajar kemudian kedua figur ini punya kekuatan yang sama-sama berimbang.

Kedua, optimalnya peran mesin partai dan tim sukses koalisi. Ini barangkali kelebihan PDI-P dan tim sukses koalisi yang bekerja untuk pasangan Lis-Syahrul. Tanpa mereka bekerja sangat maksimal tidak mungkin Lis-Syahrul bisa terpromosikan dengan baik ke masyarakat. Ini bisa terlihat dengan atribut-atribut kampanye mereka yang tersebar di seluruh kelurahan dan kecamatan yang ada di Tanjungpinang. Mulai dari gang-gang dan perumahan-perumahan yang ada. Selain itu, tidak hanya Lis-Syahrul yang rajin turun ke lapangan, ternyata tim sukses pun rajin turun langsung 'menjual' pasangan calon yang mereka usung. Bahkan, pada hari pelaksanaan Pemilukada tim sukses mereka pun turun ke TPS-TPS.

Ketiga, tim media dan propaganda yang kokoh dan solid. Kelebihan lain dari pasangan ini adalah memiliki tim media dan propaganda yang bekerja secara professional dan paham dengan isu-isu yang bisa mencitrakan pasangan ini dengan baik, disamping piawai memanfaatkan kelemahan pasangan lain. Misalnya, masalah kepemimpinan perempuan, program-progam dan janji-janji yang sepertinya niscaya untuk dilakukan oleh pasangan lain. Terakhir yang begitu mencolok adalah isu Ipad dan contekan debat dr. Maya Suryanti saat debat pada Sabtu (27/10/12) di Hotel BBR Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Mereka mampu mengemas dan mengawal isu ini hingga jelang pemilihan pada Rabu 31 Oktober 2012 dengan sangat rapi dan baik.

Menagih Janji Lis-Syahrul
Terlepas dari permasalahan di atas, harus kita akui bahwa kemenangan Lis Darmansyah-H. Syahrul adalah sinerginya tiga faktor kemenangan yang penulis telah sebutkan di atas. Setelah mereka terpilih dan dinyatakan menang dalam versi hitung cepat dari berbagai lembaga survei, termasuk KPU Tanjungpinang, sudah saatnya mereka bekerja dan merealisasikan janji-janji yang telah diucapkan kepada masyarakat. 

Memang pasangan ini sedikit unik. Tidak ada program dan janji-janji yang begitu menonjol yang mereka publikasikan kepada masyarakat Tanjungpinang secara terbuka, seperti pasangan dr. Maya Suryanti-Tengku Dahlan dan Husnizar Hood-Rudy Chua. Mereka fokus pada sosialisasi figur dibandingkan program atau janji-janji secara lisan dan tertulis. Pada beberapa kali dialog, baik debat publik pada Sabtu 27 Oktober 2012 dan di radio yang ada di Tanjungpinang, mereka juga menyebutkan tidak perlu begitu banyak janji kepada masyarakat.

Namun, kita patut berterimakasih pada media secara tidak langsung mereka juga menyebutkan beberapa janji yang mencolok di media. Seperti  Sejumlah janji politik pasangan Lis Darmansyah - H. Syahrul adalah berkomitmen dalam melaksanakan pembangunan, peningkatan pendidikan, pembangunan sarana air PDAM, kesehatan serta perbaikan iklim usaha dan investasi di Tanjungpinang demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pada kampanye di RRI juga, pasangan ini pernah menyebutkan akan membangun Islamic Centre, perhatian kepada pemuda dan berjanji akan lebih banyak di lapangan. Nah, kini saatnya tidak hanya dekat dengan masyarakat, mereka sudah seharusnya bisa menyelesaikan permasalahan yang dialami masyarakat Tanjungpinang dan merealisasikan janji-janji yang mereka telah ucapkan karena sebagai ibukota propinsi, permasalahan yang dihadapi Tanjungpinang tentu akan sedemikian kompleks.

PR untuk Cawako Terpilih
Tugas pemilih menurut penulis, tidak hanya sekedar memilih. Tapi sebagai bentuk pertanggungjawaban, pemilih juga harus mampu mengawal pilihannya terhadap janji-janji yang sudah dilontarkan. Paling tidak, pemilih harus bisa mengawal janji dan mendorong agar beberapa permasalahan kota bisa diselesaikan.

Menurut Drs Dyayadi MT dalam bukunya yang berjudul "Tata Kota Menurut Islam", ada sedikitnya 10 permasalahan sosial perkotaan, yakni masalah kependudukan, masalah penduduk miskin dan pengemis, tindak kejahatan (jinayah), pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, masalah peperangan, kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas, masalah pengelolaan sampah. 

Barangkali hal di atas bisa menjadi referensi pasangan calon walikota dan wakil walikota terpilih Lis Darmansyah-H. Syahrul.  Sudah semestinya mereka mampu menjawab pertanyaan dari masalah-masalah tersebut. Jangan sampai kemudian fakta politik masyarakat yang memilih berdasarkan tingkat popularitas calon membuat mereka tidak berpikir untuk menyiapkan visi-misi yang sesuai dengan permasalahan yang sudah terjadi dan diprediksikan akan terjadi.

Mereka harus punya ide dan konsep-konsep brilliant tentang pembangunan Kota Tanjungpinang, yang seolah-olah berjalan tanpa perencanaan yang matang saat ini. Dalam istilah politiknya disebut dengan pemerintahan autopilot. Bergerak tanpa kendali dan peran pemerintahan yang sesungguhnya. 

Nah, berdasarkan pendekatan di atas dan melihat fakta permasalahan yang terjadi di Tanjungpinang, penulis mencoba mengerucutkan permasalahan Kota Tanjungpinang menjadi lima titik permasalahan. Pertama, masalah kependudukan. Kedua, masalah penduduk miskin dan pengemis. Ketiga, tindak kejahatan (jinayah). Keempat,  kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas, dan kelima, masalah pengelolaan sampah. 

Walau penulis mengurutkan lima masalah di atas, tapi bukan berarti yang pertama harus diutamakan atau yang kelima harus dikemudiankan. Semuanya memang menurut penulis penting untuk dipikirkan dan diselesaikan secara periodik dan pemikiran yang mendalam serta saling bersinergi antar stakeholder yang mempunyai kapasitas untuk menangani permasalahan di atas.

Untuk masalah pertama, masalah kependudukan, ke depan menurut penulis menjadi ancaman tersendiri bagi Kota Tanjungpinang tidak jauh berbeda dengan masalah perkotaan di propinsi lain. Sebagai ibukota propinsi, tentunya Tanjungpinang akan menjadi tumpuan masyarakat daerah lain sebagai pusat hijrah. Di samping itu, kota ini juga relatif aman dan nyaman sehingga menjadi magnet tersendiri untuk orang dari daerah lain merantau ke sini. Disamping itu, tingkat mortalitas (kelahiran) juga bisa menjadi satu ancaman. Ancaman ini bukanlah suatu hal yang harus ditakuti. 

Hanya ada dua opsi, jika pemerintah sanggup mengelola SDM yang diperkirakan akan tumbuh semakin padat ini maka sudah seharusnya pemerintah menyiapkan sarana infrastruktur dari efek kepadatan penduduk nanti dan sebaliknya jika diperkirakan belum siap memang sudah seharusnya upaya menekan tingkat atau jumlah penduduk harus diupayakan semaksimal mungkin. 

Masalah kedua adalah masalah kemiskinan dan gepeng. Hadirnya kemiskinan, gelandangan dan pengemis di daerah perkotaan memang menjadi isu sentral strategis yang menjadi tanggungjawab seorang walikota untuk menyelesaikan permasalahan ini. Bank dunia membagi kemiskinan ke dalam tiga jenis yaitu kemiskinan absolute; kemiskinan moderat dan kemiskinan relatif.

Kemiskinan absolut atau super miskin adalah mereka yang berpendapatan per kapita kurang dari 1 Dollar AS perhari. Memang hingga saat ini, Tanjungpinang belum memiliki data yang relatif lengkap tentang data kemiskinan ini, tapi seiring dengan laju pertumbuhan penduduk nantinya pelan tapi pasti ini menjadi ancaman. Bahkan, hari ini kita bisa begitu mudah menyaksikan gelandangan dan pengemis di persimpangan jalan kota Tanjungpinang, padahal lima atau sepeluh tahun sebelumnya fenomena seperti ini relatif jarang terlihat. Perlu pencegahan represif dan persuasif untuk menangani masalah ini.

Berikutnya, masalah ketiga adalah tindak jinayah (kejahatan). Melihat pemberitaan media cetak selain koran merah begitu sering memberitakan berita-berita tindakan kejahatan seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan dan lain sebagainya. Masalah ini memang masih punya rentetan dengan masalah kemiskinan. Beban hidup, ekonomi dan merosotnya nilai-nilai moral masyarakat mungkin menjadi salah satu faktor dari timbulnya permasalahan ini. Hal ini menurut penulis merusak prinsip tatanan kota yang madani. Perlu rumusan dan kebijakan yang mampu memberikan jawaban atas permasalahan tindak jinayah ini.

Keempat,  kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas. Bandingkan lima tahun sebelumnya. Saat ini, jangan coba-coba untuk berangkat kerja atau pergi ke sekolah seperti waktu biasa. Melewati jalan-jalan strategis kota Tanjungpinang saat ini, fenomena macet sudah terjadi dimana-mana. Menurut penulis, isu ini yang paling seksi di kemudian hari jika memang Cawako punya tawaran konsep menangani permasalahan ini.

Masalah terakhir atau yang kelima adalah masalah pengelolaan sampah. Kendati Tanjungpinang sudah mendapatkan piala Adipura berkali-kali, itu bukan merupakan jaminan bahwa Tanjungpinang bebas dari sampah. Sampah tetap saja menjadi ancaman. Lihat saja kondisi di pelantar-pelantar yang ada di Tanjungpinang. Banyak sekali sampah. Tentunya harus ada penanganan serius. 

Disamping kelima hal ini, dua permalahan penting lainnya yang tidak boleh ketinggalan adalah masalah pendidikan dan pelayanan kesehatan. Sebab ini sebenarnya yang menjadi keluhan masyarakat kota Tanjungpinang saat ini. Kita bisa melihat bagaimana pelayanan kesehatan di RSUD Tanjungpinang yang belum maksimal dan masalah infrastruktur pendidikan seperti minimnya bangunan sekolah yang kemudian membuat masyarakat bingung mau menyekolahkan anaknya ke sekolah mana karena kuotanya sudah relatif penuh bisa terancam tidak sekolah gara-gara permasalahan ini.

Semoga beragam PR dan permasalahan Tanjungpinang bisa diselesaikan oleh pemimpin masyarakat Tanjungpinang dalam lima tahun ke depan. Penulis mengucapkan selamat kepada Pak Lis Darmansyah – H. Syahrul dan selamat bekerja untuk Tanjungpinang yang lebih maju dan sejahtera dan sebagai pemilih cerdas marilah kita mengawal kebijakan yang mereka ambil kelak.

Penulis adalah Direktur Lembaga Kajian Politik Lokal dan Otonomi Daerah (LKPLOD), Jurnalis dan Dosen STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang.