Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengabdi Mencerdaskan Anak-anak Kurang Mampu

Cotje Shaduw, Terpujilah Wahai Engkau
Oleh : dd
Senin | 05-11-2012 | 14:00 WIB
kepala-sd-veritas-2.jpg Honda-Batam
Cotje Shaduw. (foto:irw/btd)

BATAM, batamtoday - Di tengah modernisasi dan kemajuan Kota Batam yang disebut-sebut sebagai bandar dunia madani, berdiri sebuah bangunan yang sangat tak layak untuk dilihat. Namun, dengan kondisinya yang tidak layak, bangunan itu ternyata merupakan sekolah tempat anak-anak kurang mampu atau anak jalanan menimba ilmu.


Sekolah itu adalah SD Veritas, berada di atas sebuah bukit yang tak jauh dari Dam Baloi, dan berdiri di atas sebidang tanah di tengah pemukiman warga Ruli Seipanas. Dengan misi ingin memberantas buta huruf bagi anak kurang mampu, di bangunan sangat tak layak dengan fasilitas seadanya inilah Cotje Shaduw mengabdi sebagai kepala sekolah sekaligus tenaga pengajar.

Bangunan semi permanen yang terdiri dari tiga lokal ini, menjadi tempat bagi lebih 90-an anak kurang mampu untuk menuntut ilmu. Meskipun bangunan ini dibangun dari bahan seadanya, namun semangat Cotje Shaduw untuk memberikan ilmu kepada anak kurang mampu tak bisa dibendung. Sebab, dia yakin bahwa anak-anak itu memiliki hak yang sama dengan anak lain yang lebih mampu untuk memperoleh pendidikan.

"Pendidikan adalah hak setiap warga negara, dan itu wajib diterima anak-anak kurang mampu yang sekolah di sini," ujar Cotje kepada batamtoday yang mengunjungi SD Veritas, Sabtu (3/11/2012).

Minimnya fasilitas, baik bangunan gedung maupun buku pelajaran, tak membuat semangat Cotje dan lima pengajar lainnya memudar. Bahkan, sekolah yang sudah berusia tujuh tahun ini telah meluluskan sebanyak tiga angkatan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Sejak berdiri di tahun 2004, sekolah ini kerap berpindah-pindah tempat, mulai dari Kawasan Blok IV Baloi, Ruli Orchird Batam Centre hingga akhirnya menetap di Ruli Seipanas. Di tempat inilah anak-anak kurang mampu dari daerah Telaga Punggur, Jodoh, Kampung Air, Kampung Nanas menimba ilmu.

Selain harus duduk di lantai, anak-anak didik di sana juga harus rela berbasah-basah karena tempias air hujan yang masuk ke ruang belajar, kala hujan menyambangi sekolah mereka. Keterbatasan ruangan kelas juga tak menghambat proses belajar di sekolah ini. Dibagi dalam dua shif, siswa kelas satu hingga kelas tiga masuk pagi, dan siswa kelas empat sampai kelas enam masuk pada shif siang.

Pelajaran yang diberikan juga merupakan kurikulum standar kompetensi dari Dinas Pendidikan (Disdik). Ada lima pengajar di Sekolah ini, guru sekolah ini semuanya lulusan IKIP dan merupakan sarjana pendidikan dari berbagai bidang, seperti IPA, Bahasa, Umum, Matematika dan Kesenian.

"Pengajar kita standar kurikulum kompetensi sesuai aturan Disdik, meski sekolah kecil tapi kualitas guru sekolah ini adalah guru-guru terbaik. Keterbatasan bukanlah halangan, justru sebagai penyemangat untuk berbagi ilmu kepada seluruh siswa yang ada," ungkap wanita paruh baya itu.

Penghasilan orang tua siswa yang pas-pasan untuk menyekolahkan anak-anak mereka, menjadi motivasi bagi pengajar di sekolah ini memberikan bekal ilmu kepada seluruh siswa. Bayangkan saja, gaji yang diterima pengajar di sekolah ini hanya Rp 700 ribu per bulan, sangat jauh dari gaji-guru di sekolah-sekolah lain di Batam.

"Pengajar di sekolah ini tinggalnya jauh-jauh, bahkan ada yang tinggal di Batuaji dan Tanjung Uncang. Mana cukup gaji segitu untuk hidup di Batam, buat ongkos bensin saja tak cukup. Namun karena termotivasi untuk memberikan ilmu kepada anak-anak kurang mampu, keterbatasan itu menjadi tak berarti apa-apa," kata Cotje lagi.

Cotje pun menjadilan suka dan duka dalam menjalankan tugas sebagai pengajar ini sebagai pengalaman hidupnya. Tekadnya hanya satu, membesarkan sekolah Veritas dan selalu berdoa agar kelak siswa-siswanya menjadi orang besar dengan bekal ilmu yang diberikan selama ini.

"Harapan saya, dari sekolah kecil yang minim fasilitas ini kelak lahir orang-orang hebat yang memperjuangkan nasib pendidikan di Batam bahkan di Indonesia," pungkas Cotje Shaduw.