Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

65 Tahun Hubungan Indonesia-Kuba, Teguh Santosa Ajak Nyalakan Api Persahabatan
Oleh : Redaksi
Rabu | 25-12-2024 | 08:24 WIB
Teguh_Santosa_Kuba.jpg Honda-Batam
Dubes Kuba untuk Indonesia, Dagmar Gonzales Grau (kanan) menerima buku dari Ketua Umum JMSI, Teguh Santosa, di Kedubes Kuba di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa, 24 Desember 2024. (Foto: Humas SMSI)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Memasuki usia ke-65 tahun hubungan diplomatik dengan Republik Indonesia, Kedutaan Besar Republik Kuba di Jakarta akan menggelar sejumlah kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hubungan people-to-people.

Dubes Kuba untuk Indonesia, Dagmar Gonzales Grau, menginginkan generasi muda di kedua negara terus mengenang dan memetik pelajaran berharga dari hubungan baik yang terjalin sejak lama.

Hubungan diplomatik kedua negara dimulai pada 22 Januari 1960 ketika Presiden Sukarno berkunjung ke Havana dan melakukan pertemuan bersejarah dengan pemimpin tertinggi Kuba, Fidel Castro. Bagi Kuba kunjungan Bung Karno yang merupakan salah seorang pengagas Gerakan Non Blok (GNB) bernilai strategis karena dilakukan setahun setelah revolusi yang dipimpin Castro dkk. berhasil menggulingkan rezim Fulgencio Batista yang didukung kekuatan nekolim.

Perjalanan Bung Karno ke Kuba memenuhi undangan Castro yang disampaikan Menteri Perindustrian Kuba ketika itu, Che Guevara, yang mengunjungi Indonesia pada pertengahan 1959.

"Kami ingin generasi muda kedua negara tetap menjaga api persahabatan yang telah dinyalakan pemimpin revolusi kedua negara," ujar Dubes Dagmar Gonzales Grau ketika menerima Ketua Umum Jaringan Media Indonesia (JMSI) Teguh Santosa di Kedutaan Besar Kuba di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa, 24 Desember 2024.

Dubes Dagma Gonzales Grau berharap jaringan media yang dipimpin Teguh berkenan menjalin kemitraan untuk membantu peringatan hubungan diplomatik Indonesia dan Kuba.

Saat menerima Teguh, Dubes Dagmar Gonzales Grau didampingi First Secretary Kedubes Kuba Juan Francisco Noyola Ugalde. Sementara Teguh didampingi Ketua Bidang Luar Negeri JMSI Yophiandi Kurniawan.

Dalam pertemuan Dubes Kuba dan Ketua Umum JMSI antara lain membicarakan bantuan kemanusiaan Kuba untuk Indonesia sesaat setelah Aceh dan kawasan di sekitarnya dihantam gempa dan tsunami yang menewaskan ratusan ribu jiwa pada Desember 2004. Untuk membantu meringankan penderitaan korban, Kuba mengirimkan 25 dokter dan paket obat-obatan.

Dua tahun kemudian, Kuba kembali mengirimkan tim kemanusiaan Henry Reeve International Medical Brigade (HRIMB) ke Indonesia. Kali ini ke Jogjakarta yang dihantam gempa besar pada Mei 2006.

Dubes Dagmar mengatakan, salah satu kegiatan yang akan mereka selenggarakan adalah pameran dan diskusi seputar aksi solidaritas Kuba di Indonesia itu.

Sementara Teguh Santosa yang juga dosen hubungan internasional di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, mengatakan, dirinya sependapat dengan Dubes Dagmar. Hubungan kedua negara tidak pernah menghalami kendala di tengah perubahan lanskap politik global dan tantangan-tantangan baru di depan mata.

"Upaya untuk menjaga nyala api persahabatan itu harus terus dilanjutkan. Di era digital dan disrupsi informasi saat ini memang ada tantangan baru. Namun peluang baru pun terbuka," ujar Teguh.

Dalam pertemuan dengan Dubes Dagmar Gonzales Grau, Teguh menyerahkan buku berjudul “Buldozer dari Palestina” yang tulisnya. Buku ini merupakan salah satu kumpulan wawancara Teguh Santosa dengan duta besar negara sahabat di Jakarta.

Selain itu, Teguh juga memperdengarkan musikalisasi puisi berjudul “Kepada Che” yang ditulisnya setelah kunjungan ke Santa Clara, Kuba, pada tahun 2019. Musikalisasi puisi itu menggunakan bantuan kecerdasan buatan (AI).

Santa Clara di Kuba merupakan kota yang kerap dikaitkan dengan Che Guevara. Di kota itulah, Che Guevara dan pasukan yang dipimpinnya di akhir Desember 1958 berhasil menghentikan dan menghancurkan pasukan cadangan yang dikirim rezim Batista dari Havana ke Santiago de Cuba.

Pertempuran di Santa Clara menjadi babak yang menentukan kemenangan kaum revolusioner. Pada dinihari 1 Januari 1959, Batista dan para pendukungnya pun melarikan diri dari Kuba.

Editor: Dardani