Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sritex Akhir
Oleh : Redaksi
Sabtu | 21-12-2024 | 10:04 WIB
21-12_Sritex-Akhir-disway_03492388.jpg Honda-Batam
Ilustrasi Pralaya Sritex, alarm bahaya industri manufaktur Indonesia?-Maulana Pamuji Gusti. (Foto: Harian Disway)

Oleh Dahlan Iskan

FINISHED. Sritex pailit. Upaya terakhir pemiliknya untuk kasasi ke Mahkamah Agung sudah dijawab dua hari lalu: kasasi ditolak.

Maka kepemilikan raksasa tekstil dari Solo itu berpindah. Dari pengusaha Iwan Setiawan Lukminto ke para kreditor.

Jumlah kreditornya sekitar 60 orang/perusahaan. Mereka diwakili oleh apa yang disebut kurator.

Dalam kasus Sritex ini kuratornya empat orang: Deni Ardansyah, Nur Hidayat, Fajar Romi Gumilar, dan Nurmacandra.

Mereka adalah pengacara yang punya sertifikat kurator. Semua pengacara bisa jadi kurator kalau sudah mendapat pendidikan tambahan dan lulus ujian kurator.

Yang menunjuk kurator adalah PT IndoBharat. Ini perusahaan India. Punya pabrik rayon terbesar di Purwakarta. rayon adalah kapas sintetis terbuat dari bubur kayu. rayon jauh lebih murah daripada kapas.

Sritex mendapat rayon dari IndoBharat.

Ketika Sritex mengalami kesulitan keuangan, utangnya kepada 60 perusahaan tidak bisa terbayar. Nilai total utang itu sekitar Rp 18 triliun --yang ke IndoBharat "hanya" Rp 60 miliar.

Yang terbanyak adalah utang ke berbagai bank nasional dan internasional (lihat Disway 4 November 2024: Gunung Sritex). Disway merchandise

Sebagian kreditor mempailitkan Sritex. Dalam proses persidangan di pengadilan sebenarnya sudah tercapai perdamaian --disebut homologasi.

Dalam homologasi itu Sritex menyatakan sanggup mencicil utang itu --asalkan waktunya diperpanjang. Sritex mengajukan usul perpanjangan selama 12 tahun.

Kreditor setuju. Dok. Hakim pun memutuskan: tercapai homologasi. Sritex tiap bulan harus mencicil utang tersebut. Ringan sekali, dibanding perjanjian awalnya.

Pembayaran cicilan itu lancar. Semua kreditor mendapat pembayaran sesuai dengan yang tertulis di homologasi. Empat bulan pun berlalu. Tidak ada masalah.

Bulan selanjutnya tiba-tiba Sritex menghentikan angsuran ke IndoBharat. Hanya ke IndoBharat. Alasannya: tagihan Rp 60 miliar IndoBharat ke Sritex ternyata sudah lunas.

Yang melunasi adalah perusahaan asuransi.

Rupanya IndoBharat mengasuransikan tagihannya ke Sritex. Ketika Sritex tidak mampu bayar, asuransi itulah yang membayar.

Begitu tidak lagi menerima cicilan IndoBharat marah. Bahwa sudah menerima pembayaran dari asuransi itu urusan internal IndoBharat. Yang mengasuransikan tagihan adalah IndoBharat. Bukan Sritex.

Sritex ternyata tidak hanya menghentikan cicilan ke IndoBharat. Sritex juga menggugat IndoBharat.

Maka IndoBharat kian marah. Perusahaan India itu pun ambil jalan pintas: mengajukan gugatan pailit ke pengadilan. Alasannya sangat kuat: Sritex gagal menjalankan kewajibannya sesuai dengan homologasi.

Dengan alasan itu pengadilan dengan mudah dan cepat menjatuhkan putusan: Sritex pailit.

Begitulah memang hukumnya. Ketika homologasi gagal dipenuhi sanksinya langsung pailit.

Sritex mencoba kasasi ke Mahkamah Agung. Pemerintah seperti simpati pada Sritex. Tapi pemerintah memang tidak bisa mencampuri urusan ini.

Dengan mudah MA pun menolak kasasi itu.

Selesai. Sritex pailit. Final. Pemilik lama kehilangan pabrik tekstil raksasa dengan aset Rp 30 triliun.

Kini terserah kurator sebagai pemilik baru: akan dikemanakan Sritex.

Mungkin dilelang. Hasil lelang dibagi secara proporsional kepada kreditor. Kurator bisa dapat bagian 5 persen dari hasil lelang.

Maka cepat-cepatlah bersiap untuk ikut lelang. Mumpung harganya pasti terjun bebas. Perusahaan senilai Rp 30 triliun itu mungkin bisa Anda beli hanya dengan Rp 5 triliun. Anda sudah untung Rp 25 triliun --di atas kertas.

Anda juga bisa membelinya dengan harga lebih murah. Caranya: Anda lebih tahu. Saling senyumlah kepada sesama peminat lelang. Jangan ada yang menawar di atas Rp 3 triliun. Siapa pun yang menang Anda akan dapat "uang mengalah".

Katakanlah laku Rp 3 triliun. Lima persennya sudah sekitar Rp 150.000.000.000. Dibagi empat orang. Satu kurator dapat Rp 40 miliar. Pengacara mana yang tidak ngiler untuk jadi kurator.

Belum lagi kalau bisa laku Rp 10 triliun. Atau setidaknya Rp 5 triliun.

Itu rezeki orang. Janganlah suka menghitung rezeki orang. Kecuali akan ikut kebagian.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia