Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bertemu Wamen PPPA, Jarnas Anti TPPO Serukan Penanganan Serius terhadap Kasus TPPO di Indonesia
Oleh : Aldy Daeng
Jumat | 29-11-2024 | 18:44 WIB
Wamen-PPA-TPPO1.jpg Honda-Batam
Jarnas Anti TPPO diskusi bersama Wamen PPA eronica Tan terkait perlindungan perempuan dan anak korban TPPO. (Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pada hari kedua Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HAKTP), Selasa (26/11/2024), Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO) menggelar diskusi dengan Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, beserta sejumlah pimpinan lembaga yang bergerak dalam perlindungan perempuan dan anak korban TPPO.

Selain Wamen PPPA, hadir juga Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) serta Pidana Perdagangan Orang (PPO) Mabes Polri, Brigjen (Pol) Desy Andriani, dan beberapa perwakilan dari Mabes Polri. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, serta Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, juga turut serta dalam pertemuan ini.

Dari Kementerian PPPA, tampak hadir Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ratna Susianawati, dan Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO, Prijadi Santoso.

Pertemuan ini dipimpin oleh Ketua Umum Jarnas Anti TPPO, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, bersama Ketua Harian Jarnas Anti TPPO, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus atau Romo Paschal, dan Sekretaris Jarnas Anti TPPO, Winda Winowatan, beserta pengurus lainnya.

Rahayu Saraswati mengungkapkan keprihatinannya terhadap tingginya kasus TPPO di Indonesia yang masih belum dapat diselesaikan, termasuk adanya sejumlah orang yang masih dalam daftar pencarian orang (DPO). "Kami sangat mengapresiasi perhatian dan keseriusan dari semua pihak yang hadir," ujar Rahayu yang juga merupakan Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra.

Dalam kesempatan tersebut, Rahayu menyampaikan rencana Jarnas Anti TPPO untuk lebih fokus pada wilayah-wilayah dengan angka TPPO tinggi, seperti Kota Batam, yang selama ini dikenal sebagai kota transit dan tujuan perdagangan orang. Selain Batam, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga menjadi perhatian, mengingat tingginya angka korban TPPO, terutama di kalangan pekerja migran Indonesia. "Setiap tahun, ratusan jenazah pekerja migran Indonesia dipulangkan ke NTT," jelas Rahayu.

Jarnas Anti TPPO juga menyoroti daerah seperti Surabaya (Jawa Timur) yang diduga menjadi lokasi lokalisasi dan pelatihan pekerja yang akan dieksploitasi, serta Sulawesi Utara yang juga menjadi kota asal, transit, dan tujuan TPPO. Bali, yang dikenal sebagai daerah pariwisata, tak luput dari perhatian Jarnas Anti TPPO, karena menjadi tujuan praktik pedofilia setelah beberapa negara Asia mengintensifkan pengawasan terhadap kejahatan seksual.

Terkait dengan regulasi, Rahayu mengusulkan agar Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) direvisi, terutama mengenai perlindungan terhadap korban anak di bawah usia 18 tahun yang harus diakui sebagai korban TPPO, tanpa memperhatikan persetujuan mereka.

"Jarnas Anti TPPO juga berharap ada penguatan pada Direktorat TP PPA-PPO untuk menangani kasus-kasus kekerasan terhadap anak, termasuk dalam kasus yang melibatkan pihak kepolisian," tegas Rahayu.

Jarnas Anti TPPO juga menyoroti perlunya penguatan kapasitas Polwan dalam menangani kasus TPPO. Aparat kepolisian yang ditempatkan di direktorat ini harus memiliki keterampilan khusus dan kepedulian terhadap isu ini.

Selain itu, Jarnas Anti TPPO berencana untuk menyampaikan Catatan Tahunan 2024 pada Peringatan Hari Pekerja Migran Internasional pada 18 Desember 2024 yang akan digelar di Batam.

Pada kesempatan yang sama, Romo Paschal, Ketua Harian Jarnas Anti TPPO, juga mengungkapkan kondisi TPPO di Batam, yang merupakan kota transit utama bagi pekerja migran Indonesia. Modus yang digunakan oleh para pelaku TPPO di Batam sangat beragam, mulai dari pengiriman pekerja rumah tangga hingga eksploitasi seksual.

Romo Paschal juga memaparkan bagaimana jaringan mafia di Batam beroperasi secara sistematis, melibatkan oknum-oknum aparat, dan menggunakan organisasi massa untuk menutupi kejahatan ini.

Pertemuan ini mendapat sambutan positif dari Wamen PPPA, Direktur TP PPA-PPO Mabes Polri, serta Ketua Komnas Perempuan dan KPAI. Brigjen Desy Andriani dari Mabes Polri menyatakan kesiapan untuk menyampaikan informasi yang disampaikan oleh Jarnas Anti TPPO mengenai kasus-kasus yang belum terselesaikan, termasuk adanya keterlibatan oknum aparat, kepada pimpinan Polri.

Editor: Yudha