Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indonesia Gandeng SK Plasma Bangun Fasilitas Obat Plasma Pertama di Karawang
Oleh : Redaksi
Sabtu | 16-11-2024 | 14:24 WIB
Plasma.jpg Honda-Batam
Penandatanganan perjanjian investasi antara Indonesia Investment Authority (INA) dan SK Plasma, mencakup pembangunan fasilitas fraksionasi plasma pertama di Indonesia, yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat. (Kemenkes)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pemerintah Indonesia mengambil langkah besar menuju ketahanan farmasi dengan menandatangani perjanjian investasi antara Indonesia Investment Authority (INA) dan SK Plasma, anak perusahaan SK Group, konglomerat terbesar kedua Korea Selatan.

Kesepakatan ini mencakup pembangunan fasilitas fraksionasi plasma pertama di Indonesia, yang berlokasi di Karawang, Jawa Barat. Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, menandai babak baru dalam upaya mengurangi ketergantungan 100% Indonesia terhadap impor Produk Obat Derivat Plasma (Plasma Derived Medicinal Products/PODP).

Dengan kapasitas pengolahan hingga 600.000 liter plasma per tahun, fasilitas ini diproyeksikan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara dan diharapkan mulai beroperasi pada akhir 2026.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan pentingnya produksi obat-obatan esensial di dalam negeri untuk mendukung ketahanan kesehatan nasional. "Pandemi Covid-19 telah mengajarkan kita risiko ketergantungan pada pasokan luar negeri. Melalui kolaborasi dengan SK Plasma, kita tidak hanya membangun kapasitas nasional, tetapi juga memastikan akses cepat terhadap obat-obatan berkualitas tinggi dan terjangkau bagi masyarakat Indonesia," ujar Menkes Budi, demikian dikutip laman Kemenkes.

Fasilitas ini juga menawarkan berbagai manfaat strategis, termasuk pemberdayaan tenaga kesehatan lokal melalui transfer teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan pengolahan hingga 200.000 liter plasma darah Indonesia setiap tahun yang sebelumnya dibuang. Plasma ini akan dikonversi menjadi obat-obatan esensial seperti albumin dan imunoglobulin yang dapat menyelamatkan nyawa.

Data dari Marketing Research Bureau menunjukkan penggunaan PODP di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga.

  • Albumin, yang penting untuk pengobatan penyakit hati dan operasi darurat, hanya digunakan sekitar 35mg per kapita di Indonesia, jauh di bawah Malaysia (>100mg) dan Korea Selatan (>500mg).
  • Imunoglobulin, yang digunakan untuk mengobati gangguan autoimun dan defisiensi imun, hanya dikonsumsi 1mg per kapita di Indonesia, dibandingkan dengan 10mg di Malaysia dan >30mg di Korea Selatan.

Kehadiran fasilitas ini diharapkan meningkatkan akses masyarakat terhadap obat-obatan penting tersebut, sekaligus mendorong kesadaran publik akan manfaatnya.

Sebagai pemain global dengan lebih dari 50 tahun pengalaman, SK Plasma akan membawa keahlian manufaktur dan jaringan luasnya ke Indonesia. Saat ini, perusahaan tersebut mengekspor PDMP ke lebih dari 20 negara.

"Kemitraan ini mencerminkan kerja sama berkelanjutan antara Korea dan Indonesia di sektor kesehatan," ujar Seungjoo Kim, Presiden SK Plasma.

"Kami akan berkontribusi meningkatkan infrastruktur kesehatan Indonesia melalui transfer teknologi dan pengembangan fasilitas modern ini."

Ketua Dewan Direktur INA, Ridha Wirakusumah, menilai proyek ini tidak hanya strategis untuk ketahanan kesehatan, tetapi juga berdampak signifikan terhadap perekonomian. "Fasilitas ini akan mengurangi ketergantungan pada impor dan mendukung pemenuhan permintaan lokal melalui produksi dalam negeri. Selain itu, transfer teknologi akan memperkuat kapabilitas tenaga kesehatan Indonesia," jelasnya.

Proyek ini tidak hanya menjadi tonggak penting bagi ketahanan farmasi Indonesia, tetapi juga menunjukkan bagaimana kolaborasi antara pemerintah dan investor global dapat menghasilkan solusi nyata untuk kebutuhan kesehatan masyarakat. Dengan target operasional pada 2026, fasilitas ini diharapkan menjadi simbol kemitraan strategis dan komitmen bersama untuk menciptakan masa depan yang lebih sehat dan mandiri bagi Indonesia.

Editor: Gokli