Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintahan Sederhana
Oleh : Redaksi
Sabtu | 16-11-2024 | 09:04 WIB
16-11_dahlan-disway_0349348888.jpg Honda-Batam
Ilustrasi tulisan artikel tentang pemerintahan sederhana. (Foto: Disway.id)

Oleh Dahlan Iskan

SAYA percaya ini akan jadi kenyataan: penyederhaaan pemerintahan.

Memang itu baru diucapkan oleh seorang presiden terpilih, tapi yang mengucapkannya bukan orang yang biasa ingkar janji: Donald Trump.

Langkah pertamanya sudah mulai mengarah ke sana. Pun sebelum dilantik. Ia baru dua bulan lagi dilantik.

Trump sudah mengumumkan satu nama besar untuk menangani pemikiran penyederhanaan pemerintahan: Elon Musk. Masih ditambah satu nama besar lainnya: Vivek Ramaswamy.

Anda sudah tahu: betapa radikal pemikiran Elon Musk. Mulai mobil listrik, menghubungkan otak manusia ke komputer, transportasi umum ke luar angkasa sampai lalu-lintas cepat di bawah tanah.

Terwujud semua kecuali yang bawah tanah. Sampai ia jadi salah satu orang terkaya dunia saat ini. Sudah kaya masih mau masuk pemerintahan. Untuk apa kalau tidak membuat perubahan.

Lalu Anda tanya sahabat Anda Mirwan Mirza: apa saja pemikiran radikal Vivek --yang hampir jadi pesaing Trump sendiri di Pilpres barusan.

Trump juga sudah menunjuk calon menteri dan pembantu utamanya. Maksudnya jelas: agar begitu dilantik bisa langsung tancap gas. Termasuk soal menghentikan perang, kebijakan energi, imigrasi, dan semua yang ia ucapkan dalam kampanye.

Semua kebijakannya itu bertujuan satu: menggerakkan ekonomi dalam negeri Amerika menuju MAGA.

Rakyat Amerika sudah marah dengan naiknya harga-harga. Termasuk harga sewa rumah. Juga harga energi. Itu tercermin dari angka inflasi. Daya beli rakyat kian lemah.

Pemilu di Amerika barusan boleh dibilang merupakan "kemenangan" rakyat Amerika. Bukan kemenangan Trump semata.

Mereka pilih Trump karena melihat langkah ekonominya yang konkret. Sedang Kamala Harris, capres Partai Demokrat, lebih menawarkan demokrasi dan kebebasan.

Rakyat lebih memilih pembangunan ekonomi.

Kamala --kalau dibalik menjadi alamak-- dianggap tidak menawarkan perbaikan ekonomi yang nyata.

Pun imigran lama ras Latino ternyata juga memilih Trump --yang anti imigran. Dibanding orang kulit putih Latino di Amerika ternyata lebih merasa terancam oleh imigran baru. Pekerjaan orang Latinolah yang akan pertama direbut oleh imigran baru. Bukan pekerjaan orang kulit putih.

Sudah 10 atau 11 calon menteri yang sudah diumumkan nama-namanya. Termasuk pejabat utama seperti Elon Musk dan Vivek.

Dua orang radikal itu akan menempati kementerian baru: Departemen Efisiensi Pemerintahan. Belum pernah ada kementerian seperti itu sebelumnya.

Pasti jadi. Tidak ada yang bisa membatalkan.

Penunjukan Elon Musk dan Vivek tidak perlu menunggu persetujuan Senat Amerika. Beda dengan beberapa calon menteri yang masih harus menunggu persetujuan itu.

Rasanya semua yang diinginkan Trump akan terwujud. Senat kini dikuasai Partai Republik. Pun DPR-nya Amerika. Juga mahkamah agungnya. Total: Republic takes all.

Trump juga sudah diundang ke Gedung Putih. Bertemu Presiden Joe Biden. Keduanya sudah salaman. Sudah saling bertukar pandangan. Demi kelancaran pergantian pemerintahan.

Biden, di pertemuan itu, mengucapkan selamat kepada tiga pihak sekaligus: Presiden Terpilih, kembalinya mantan Presiden ke Gedung Putih, dan kepada Trump sebagai pribadi.

Itu yang empat tahun lalu tidak terjadi: Trump tidak mengakui terpilihnya Biden.

Dua orang pengusaha besar kini masuk ke tim inti pemerintahan Trump. Mereka dari luar birokrasi. Keduanya sudah merasakan apa saja keburukan birokrasi.

Elon dan Vivek ditarik Trump bukan untuk menambah gemuk birokrasi, tapi untuk "menghancurkan" keruwetan di birokrasi.

Tugas pokoknya: reformasi besar-besaran struktur pemerintahan. "Itu untuk menciptakan birokrasi dengan pendekatan wirausaha yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Trump tegas.

Tentu ada juga yang sinis. Lalu mengatakan Elon Musk akan merombak birokrasi pemerintahan agar ia lebih mudah menambah kekayaan.

Trump memenangkan Pemilu dengan tidak mudah. Tentunya untuk apa menang kalau tidak berbuat banyak. Kali ini ia menang banyak. Untuk apa tidak berbuat banyak.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia