Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Strategi Pembiayaan Indonesia di Tengah Dampak Kemenangan Trump
Oleh : Opini
Minggu | 10-11-2024 | 12:04 WIB

Oleh Achmad Nur Hidayat

PERNYATAAN Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai dampak kemenangan Donald Trump terhadap harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah menunjukkan sesuatu yang kesannya SMI pesimis terhadap Trump, padahal Sri Mulyani seharusnya memaparkan bagaimana strategi Indonesia mengantisipasi risiko kebijakan proteksionisme dan energi yang mungkin akan ditekankan oleh Trump.

Sayangnya, Narasi strategi antisipasi belum kita dengarkan. Berikut adalah analisis bagaimana seharusnya Indonesia mengantisipasi perubahan kebijakan ekonomi global oleh Trump.

Kebijakan energi Trump yang mendukung produksi domestik dan relaksasi aturan lingkungan berpotensi meningkatkan pasokan minyak AS secara signifikan.

Dalam konteks ini, harga minyak dunia bisa turun akibat bertambahnya pasokan dari produsen besar seperti Amerika Serikat, yang dapat berdampak besar bagi negara pengimpor minyak seperti Indonesia.

Penurunan harga minyak memang menguntungkan Indonesia sebagai pengimpor, tetapi volatilitas ini juga bisa memengaruhi stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.

Di sisi lain, kemenangan Trump dapat memperkuat sentimen positif terhadap dolar AS, yang kemudian menekan nilai tukar rupiah dan menjadi tantangan yang perlu diantisipasi Indonesia.

Meski depresiasi rupiah di bawah tekanan dolar mungkin tidak lebih buruk dibandingkan mata uang lain, Indonesia tetap harus waspada terhadap potensi volatilitas ini.

Potensi fluktuasi nilai tukar yang tinggi bisa berdampak pada kondisi fiskal negara, terutama dalam hal pembiayaan defisit anggaran.

Tantangan Pembiayaan Defisit Melalui Global Bond

Selain dampak langsung terhadap harga minyak dan nilai tukar, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah tantangan dalam pembiayaan defisit melalui Global Bond.

Jika Trump menjalankan kebijakan proteksionisme dan suku bunga AS meningkat, investor bisa lebih tertarik pada obligasi AS daripada obligasi negara berkembang seperti Indonesia.

Situasi ini berpotensi membuat Indonesia menghadapi biaya yang lebih tinggi untuk menarik minat investor pada Global Bond yang diterbitkan untuk menutupi defisit anggaran.

Pemerintah Indonesia harus cermat menilai apakah strategi pembiayaan melalui Global Bond masih efektif atau justru menjadi beban tambahan dalam kondisi pasar internasional yang tidak pasti.

BRICS Sebagai Alternatif Pembiayaan untuk Mengurangi Ketergantungan pada Dolar

Salah satu alternatif pembiayaan yang bisa dipertimbangkan Indonesia adalah mencari sumber dana dari negara-negara BRICS, yang kini semakin kuat dalam menawarkan fasilitas keuangan alternatif.

BRICS telah mengembangkan mekanisme pembiayaan yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada dolar AS, yang bisa menjadi solusi bagi Indonesia untuk memperoleh pembiayaan yang lebih stabil.

Mengandalkan BRICS sebagai alternatif akan mendiversifikasi sumber pembiayaan dan memberi fleksibilitas bagi Indonesia dalam menghadapi volatilitas pasar yang dipengaruhi kebijakan moneter AS.

Selain itu, BRICS juga membuka peluang bagi Indonesia untuk melakukan transaksi dalam mata uang lokal atau yuan, mengurangi risiko nilai tukar terhadap dolar yang sering membebani anggaran negara.

Dalam beberapa hal, inisiatif BRICS memberikan opsi yang lebih tahan terhadap guncangan ekonomi global yang sering didominasi oleh sentimen pasar Barat.

Memanfaatkan BRICS untuk Ketahanan Fiskal Jangka Panjang

Memanfaatkan BRICS sebagai alternatif pembiayaan bisa menjadi langkah strategis bagi Indonesia, terutama ketika dinamika kebijakan di AS dan pasar global semakin sulit diprediksi.

Dalam jangka panjang, mempererat hubungan dengan BRICS akan membantu Indonesia memperkuat ketahanan fiskal dan ekonomi di tengah ketidakpastian global.

Langkah ini tidak berarti menggantikan pembiayaan dari pasar Barat sepenuhnya, tetapi sebagai diversifikasi yang penting untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Akses ke fasilitas keuangan dari BRICS juga dapat mendorong Indonesia memperluas hubungan perdagangan dan investasi dengan negara-negara anggota, menciptakan sinergi yang saling menguntungkan.

Seiring meningkatnya pengaruh BRICS dalam ekonomi global, Indonesia memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam menciptakan keseimbangan ekonomi dunia yang lebih adil.

Jika kondisi pasar obligasi global semakin mahal akibat kebijakan Trump dan dominasi dolar, akses ke BRICS bisa menjadi penopang utama bagi pembiayaan fiskal yang berkelanjutan.

Mempertimbangkan BRICS sebagai alternatif pembiayaan bukan hanya solusi pragmatis untuk jangka pendek, tetapi juga strategi yang mendukung visi jangka panjang bagi ketahanan ekonomi Indonesia.

Kemenangan Trump membawa tantangan nyata bagi Indonesia, namun langkah strategis yang tepat dapat menjadi fondasi bagi stabilitas dan kemakmuran yang lebih berkelanjutan.

Penulis adalah Ekonom UPN Veteran Jakarta