Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Warung Kopi
Oleh : Redaksi
Senin | 14-10-2024 | 08:44 WIB
1410_warung-kopi-disway_0934938.jpg Honda-Batam
Dahlan Iskan bersama para anggota komunitas Warung Kopi di Tiongkok. (Foto: Disway.id)

Oleh Dahlan Iskan

ADA Warung Kopi di Fuqing. Anda sudah tahu Fuqing: kampung kelahiran leluhur banyak pengusaha besar di Indonesia.

Kata 'Kopi' di situ kepanjangan dari Komunitas Persaudaraan Indonesia. Kata 'Warung' dipilih agar terasa welcome untuk siapa saja yang ada hubungan darah dengan Indonesia.

Saya makan malam dengan warga Warung Kopi kemarin malam. Di resto Linjia, terbaik di Fuqing.

Kami dipilihkan sebuah ruang dengan meja bundar. Bundarannya besar sekali. Mirip meja bundarnya KTT G-19.

Pendiri Warung Kopi itu adalah Christopher Tungka. Ia seorang direktur perusahaan milik teman saya. Orang Indonesia. Pabrik suku cadang mobil di Fuqing. Sejak lebih 30 tahun lalu.

Suku cadang itu awalnya khusus untuk pasar dalam negeri Tiongkok. Kini sudah ekspor ke banyak negara kecuali Indonesia.

Di tempat kelahirannya di Jatim, ia memang sudah punya pabrik sendiri untuk pasar Indonesia. Tentu, pemilik pabrik itu, Anda kenal --karena ia teman baik saya.

Chris alumni Ubaya, universitas terkemuka di Surabaya --dengan sejarah yang serupa dengan Trisakti Jakarta.

Ia dari teknik industri. Begitu lulus Chris diterima kerja di Bank Bali. Tapi ia diminta keluarga menemani sepupu belajar bahasa Mandarin di Guangzhou. Jadilah Chris ikut sekolah Mandarin.

Chris pegang marketing di perusahaan tersebut. Ia baru pulang dari Guatemala, Peru, Chili dan negara sekitar --mengembangkan pasar di sana.

Di meja makan bundar itu beberapa anak muda dari Warung Kopi ikut makan. Salah satunya asli Medan. Umur 30 tahun. Masih jomblo. Sukunya Chaozhou (Tiucu).

Namanya: Stenley.

Setelah tamat SMA Methodis 3 Medan Stenly kuliah di Xiamen. Itulah SMA terbaik setelah SMA Dr Sutomo di Medah. Di antara SMA Methodis sendiri yang Nomor 3 ini yang terbaik. Ada 11 SMA Methodis di Medan.

Setelah lulus S-1 Stanley diterima bekerja di perusahaan Xiamen yang punya banyak usaha di Indonesia: CND Xiamen. Ini grup besar. Termasuk pemegang saham Xiamen Airlines.

Di perusahaan itu Stantey banyak menerjemahkan dokumen ke dalam bahasa Mandarin. Dokumen-dokumen itu umumnya terkait dengan peraturan dan hukum. Maka ia ambil keputusan: ambil S-2 di bidang hukum. Juga di Universitas Xiamen.

Di situ Stenley jadi satu-satunya mahasiswa S-2 hukum dari Indonesia. Tesis S-2 nya ia tulis dalam bahasa Mandarin. Sebanyak 60 halaman. Yang ia bahas: hukum bilateral Indonesia-Tiongkok.

Stanley menjadi orang langka: paham hukum Indonesia dan hukum Tiongkok.

Di meja bundar itu ada juga anak Madura. Dari Kraksaan. Alumni pesatren Nurul Jadid, Probolinggo --adik kelas Novi Basuki. Saya akan tulis khusus tentang anak ini lain kali.

Ada lagi dari Medan. Awalnya ia juga hanya menemani keluarga yang ingin belajar Mandarin. Sekalian menghindar dari kerusuhan 1998.

Ia dari keluarga pemilik pabrik pancing terbesar di Indonesia. Namanya: Hugo Charly.

Kini Hugo menetap di Quanzhou. Juga mendirikan pabrik pancing di sana --bisa ekspor ke Eropa.

Untuk acara makan malam ini Hugo datang bersama istri. Juga membawa dua anak. Masih balita. Dua-duanya lahir di Quanzhou --kampung halaman leluhur pemilik kopi Kapal Api.

Keluarga muda ini datang berkendara. Lewat jalan tol. Perlu 1,5 jam. Saya minta maaf padanya: berpayah-payah ke Fuqing.

Apakah anak-anaknya nanti berhak jadi warga negara Tiongkok? Seperti setiap anak yang lahir di Amerika berhak jadi warga negara Amerika?

"Tidak bisa. Tidak sama dengan di Amerika," ujar Hugo Charly. "Saya dan istri sama-sama warga negara Indonesia. Anak-anak otomatis tetap warga negara Indonesia," tambahnya.

Dua balita itu pun jadi peserta KTT yang paling kecil. Mereka baik-baik. Tidak rewel. Asyik makan. Tidak pernah intrupsi. Mereka sering memandang kami yang asyik bicara dalam bahasa Indonesia.

Setelah makan kami pun jalan-jalan malam bersama mereka. Kota Fuqing sudah disulap jadi serba baru. Serba gemerlap. Pusat kotanya. Pinggir sungainya.

Saya sudah tidak kenal lagi kota ini. Saya pernah ke sini. Sekitar 20 tahun lalu. Yakni saat ayah Alim Markus meninggal dunia.

Anda sudah tahu Alim Markus, bos Maspion Group yang populer dengan iklan di TV cintailah ploduk-ploduk Indonesia itu.

Saya ingin bertanya pada Hugo tapi malu: apakah ada ikan 9 tidak bisa dipancing. Misalnya jenis ikan yang bentuk mulutnya seperti politisi.

Saya juga ingin bertanya: kenapa perusuh Disway tergolong yang sulit dipancing.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia