Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sengketa Lahan PT BMW dan Warga di Ekang Anculai, Terbit Alas Hak di Atas Lahan Berstatus Hutan
Oleh : Harjo
Jum\'at | 04-10-2024 | 16:24 WIB
AR-BTD-4068-Camat-Teluk-Sebong.jpg Honda-Batam
Camat Teluk Sebong, Julpri Ardani. (Foto: Harjo)

BATAMTODAY.COM, Bintan - Sengketa lahan antara PT Buana Mega Wisata (BMW) dan warga Desa Ekang Anculai, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, belum menemukan titik terang.

Lahan yang diklaim PT BMW sebagai miliknya ternyata juga memiliki surat alas hak atas nama Suciati, istri Sundoyo alias Sondong. Surat tersebut diterbitkan oleh Kecamatan Teluk Sebong pada tahun 2006, dan dilakukan pengoperan pada 2009.

Mediasi yang digelar pada Jumat (4/10/2024), di kantor Kecamatan Teluk Sebong, dipimpin langsung oleh Camat Julpri Ardani. Namun, karena pihak Bank BRI tidak hadir, mediasi akan dijadwalkan ulang.

"Hasil mediasi tadi belum ada solusinya, karena pihak BRI tidak hadir. Mediasi akan dijadwalkan ulang," kata Julpri.

Selain klaim dari PT BMW dan surat alas hak yang dimiliki Suciati, hasil pengecekan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Kepulauan Riau menunjukkan lahan yang menjadi sengketa tersebut masih berstatus sebagai kawasan hutan.

Suciati mendapatkan lahan tersebut melalui pembelian dari Bank BRI, yang sebelumnya digadaikan oleh Mustika Ajie. Untuk mendapatkan lahan seluas lebih dari 8.000 meter persegi di Desa Ekang Anculai, Suciati harus membayar Rp 35 juta dengan cicilan per bulan. Namun, lahan tersebut kini menjadi objek sengketa dengan PT BMW.

Sondong, suami Suciati, menjelaskan, lahan tersebut tidak pernah dipermasalahkan sejak 2009 karena belum diolah. Masalah baru muncul ketika lahan tersebut mulai akan digarap.

Bahkan, menurut Sondong, PT BMW telah melakukan tindakan perusakan terhadap tanaman yang ditanam di lahan tersebut. "Pihak PT BMW sudah merusak tanaman dengan cara menebas dan memotong tanaman secara arogan, bahkan membawa bibit yang sudah ditanam entah ke mana," ujarnya.

Sondong berharap pemerintah dan penegak hukum dapat memberikan solusi yang adil. Ia merasa telah mendapatkan lahan tersebut secara sah melalui bank dan memiliki surat alashak resmi.

"Kami berharap adanya solusi yang baik tanpa menghilangkan hak kami. Kami membeli lahan ini untuk berkebun dan berharap pemerintah serta aparat bisa berdiri tegak dalam memberikan keadilan," ujarnya.

Sengketa ini mencerminkan kompleksitas permasalahan agraria yang sering terjadi, terutama dengan adanya klaim tumpang tindih antara pihak swasta dan masyarakat, serta status lahan yang belum jelas.

Editor: Gokli