Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Makan Tuan
Oleh : Redaksi
Sabtu | 28-09-2024 | 09:24 WIB
2809_makan-tuan_0349348788.jpg Honda-Batam
Ilustrasi tulisan Dahlan Iskan berjudul 'Makan Tuan'. (Foto: Disway.id)

Oleh Dahlan Iskan

TAHUN ini ternyata ganjil 25 tahun upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Terhitung sejak dirumuskannya strategi pemberantasan korupsi di tahun 1999.

"Kerja keras kita selama 25 tahun ternyata tidak membawa hasil," ujar mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Amien Sunaryadi.

Selama Orde Baru tidak berhasil. Selama Orde Reformasi tidak berhasil.

Kalau srateginya tidak berubah, katanya, 20 tahun lagi pun tidak akan berhasil.

Amien pun menarik kesimpulan: penyebabnya adalah karena fokus pemberantasan korupsi hanya di kerugian negara. Dan itu sudah terbukti tidak berhasil.

Amien pun punya jalan keluar: ganti fokus. Jangan lagi fokus ke kerugian negara. Fokuslah ke soal suap-menyuap.

Dasar pemikiran Amien adalah realitas banyaknya korupsi di Indonesia. Yang paling banyak adalah suap menyuap.

Itu ia dasarkan pada hasil surveinya selama menjabat pimpinan KPK. Di setiap forum Amien bertanya ke yang hadir tentang jenis korupsi.

Survei itu dilakukan lewat isian daftar pertanyaan yang diedarkan. Setelah itu pertanyaan disampaikan lewat apps di HP masing-masing. Menjawabnya pun lewat HP.

"Meski survei saya mungkin tidak akurat tapi belum ada hasil survei lain yang membantahnya," katanya.

Dan lagi, katanya, dalam UU Korupsi, soal suap ada di 13 pasal. Sedang soal kerugian negara hanya di tiga pasal.

Amien sekarang menjabat Komisaris Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Milik BUMN.

Ke mana-mana Amien konsisten: naik mobil kijang. Sejak Kijang masih --mungkin Anda sudah lupa-- model kapsul.

Ia mengelak Kijang itu sebagai simbol kesederhanaan. "Kursi tengahnya enak untuk tidur," selorohnya.

Amien lahir di Gondang Legi, selatan Malang, tapi lulus SMA di SMAN 1 Semarang. Ayahnya tentara. Pindah-pindah. Terakhir berpangkat letnan kolonel.

Dari SMA Amien dapat beasiswa kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Pekerjaan pertamanya adalah menjadi asisten dosen di situ. Lalu kuliah lagi jadi akuntan.

"Sebenarnya saya tidak suka akuntansi. Apalagi setelah tahu di kemudian hari. Akutansi itu omong kosong," katanya.

Setelah jadi akuntan Amien ditempatkan di kementerian keuangan. Tugasnya memeriksa pajak. Lalu ambil S-2 di Georgia State University, di Amerika.

Pulang dari Amerika itulah ia ditempatkan di BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan). "Kalau terus di sana saya bisa jadi eselon satu. Karier saya bagus sekali," katanya.

Amien pilih berhenti. Umurnya, saat itu, baru 40 tahun.

Ia merasa bekerja di BPKP tidak banyak bermanfaat. Kontribusinya untuk negara kecil sekali. Ia punya pemikiran sangat ideal: untuk memperbaiki negara harus memperbaiki kementerian-kementerian. Untuk memperbaiki kementerian, BPKP harus dibubarkan.

Amienlah orang BPKP yang ingin BPKP dibubarkan.

Akhirnya Amien bekerja di perusahaan keuangan internasional: PwC. Saat itulah KPK dibentuk. Mencari pimpinan. "Pimpinan saya di PwC yang mendorong saya untuk kendaftar ke KPK," katanya.

Amien pernah berjuang agar strategi pemberantasan korupsi diubah ke suap-menyuap. Tapi para jaksa di KPK tidak mau. Pernah ia paksakan: dalam kasus ketua KPU. Berhasil.

Saya pun sampai pada inti pertanyaan: mengapa mereka tidak mau fokus ke suap-menyuap.

Awalnya agak sulit mendapatkan jawaban yang to the point. Tapi akhirnya Amien berkata: kalau fokusnya beralih ke suap menyuap akan terjadi senjata makan tuan.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia