Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Meningkatkan Taraf Hidup Warga dengan Ekonomi Biru
Oleh : emmi/dd
Kamis | 18-10-2012 | 10:16 WIB

ANAMBAS, batamtoday - Bupati Kabupaten Kepulauan Anambas, T Mukhtaruddin membuka acara diskusi ekonomi biru yang menghadirkan narasumber dari Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP) Kementerian Dalam Negeri. Dalam diskusi ini dihadiri oleh birokrasi pemerintahan daerah, anggota DPRD, tokoh masyarakat LSM dan wartawan, Rabu (17/10/2012) kemarin.


Bupati Kabupaten Kepulauan Anambas, T Mukhtaruddin memaparkan kondisi dan letak geografis. Dimana beberapa pulau Anambas berbatasan dengan negara tetangga Malaysia, Singapura dan Thailand. Kondisi ini tentu memiliki beberapa aspek yang sangat berpotensi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.

Sementara, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri Herie Saksono, memberikan penerangan tentang Ekonomi Biru. Ekonomi biru yakni instrumen pembangunan yang mampu merespon kebutuhan dasar dengan apa yang dimiliki, memperkenalkan inovasi yang terinspirasi oleh alam yang menghasilkan keuntungan dan menawarkan lebih banyak aktivitas.

"Ekonomi biru bertujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan bahan yang selama ini terbuang namun ketika diolah bisa memiliki nilai ekonomis. Misalnya ketika seseorang meminum kopi ternyata yang digunakan hanya kopinya sementara ada nilai ekonomis lainnya yang selama ini terlupakan. Bisa saja ampas kopi tersebut ketika diolah bisa lebih bermanfaat sebagai bio gas namun hal ini tentunya perlu pengolahan lagi dan ini yang kita maksud sebagai ekonomi biru," kata Herie.

Salah satu peserta diskusi Wakil Ketua Kube Arung Hijau, Surahman mengaku selama ini sudah berupaya melakukan pengolahan batok kelapa menjadi sumber ekonomi masyarakat.

"Kami memang sudah berupaya memaanfaatkan batok kelapa sebagai sumber ekonomi masyarakat Arung Hijau. Dimana batok kelapa bisa dioleh menjadi souvenir namun dalam melaksanakannya butuh dana operasional yang sangat tinggi. Dana operasional bisa membutuhkan Rp 30 juta dengan 5 kelompok kerja satu kelompok terdiri dari 5 orang anggota," katanya.

Selain dari biaya operasional yang tinggi pemasaran hasil karya Kube Arung Hijau juga mengalami kendala karena harga yang ditawarkan tergolong tinggi.

"Satu souvenir bisa kita jual berkisar Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu sementara biaya operasionalnya tinggi apalagi kalau kita pasarkan di luar Anambas harganya tidak akan sesuai dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Maklumlah pak biaya di Anambas ini tinggi ketika kita jual barang hasil produksi tidak bisa mencukupi biaya operasionalnya," katanya.

Menanggapi hal tersebut Herie mengatakan untuk mengatasi pemasaran sebaiknya barang produksi bisa dipasarkan didalam kota Tarempa saja karena ketika barang tersebut dipasarkan di luar daerah maka harganya tidak sesuai karena ongkos produksi lebih tinggi.

"Sebaiknya hasil produksi batok kelapa dipasarkan di Tarempa saja atau lokal, karena biaya operasional yang tinggi dan jika dibandingkan dengan daerah lain bertambah lagi cost untuk transporatasi makanya harus dicari solusi atau memanfaatkan lokasi bandara Palmatak. Jadi souvenir bisa terpasarkan ketika orang yang berkunjung ke Anambas membeli sebagai oleh-oleh khas Anambas," katanya.