Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Rugi Selama Pandemi Covid-19

PT Sinergy Tharada Sayangkan Minimnya Komunikasi Jelang Berakhirnya Kontrak Pengelolaa Pelabuhan Batam Center
Oleh : Aldy Daeng
Selasa | 23-07-2024 | 17:44 WIB
Nika-Astaga1.jpg Honda-Batam
Manager Operasional PT Sinergy Tharada, Nika Astaga. (Aldy/BTD)

BATAMTODAY.COM, Batam - Menjelang berakhirnya masa pengelolaan Pelabuhan Internasional Batam Center oleh PT Sinergy Tharada, pada awal Agustus 2024 mendatang masih menyisakan berbagai persoalan.

Manager Operasional PT Sinergy Tharada, Nika Astaga menyampaikan bahwa dalam mengelola pelabuhan yang bertaraf internasional tidaklah semua semulus apa yang dibayangkan.

Terlebih pada saat pandemi Covid 19 yang melanda dunia lebih dari dua tahun. Sektor bandara dan pelabuhan merupakan sektor atau objek yang terdampak langsung oleh pandemi yang melanda seluruh umat manusia di dunia itu.

Tak terkecuali Pelabuhan Internasional Batam Center, selama dua tahun beroperasi saat pandemi covid19, Nika Astaga menyebutkan, bahwa saat itu pihaknya semata-mata hanya mendukung program pemerintah. Seluruh biaya operasional ditanggung oleh PT Sinergy Tharada.

Mulai dari biaya operasional hingga gaji karyawan murni dari menajemen PT Sinergy Tharada tanpa ada bantuan dari pemerintah. Sementara saat itu tidak ada uang masuk dari segi bisnis, murni menjalankan program pemerintah dalam menanggulangi pandemi covid19 saat itu.

"Selama dua tahun itu, pelabuhan tetap beroperasi meskipun tidak ada pemasukan, karena pandemi Covid-19. Merugi selama dua tahun tersebut, pengelola tetap solid dalam mengelola pelabuhan," ungkap Nika Astaga, saat ditemui di ruangannya, Selasa (23/7/2024) sore.

Lebih jauh Nika Astaga memaparkan, untuk listrik saja selama Covid-19 itubl mencapai Rp 300 juta, dan pembayaran air berkisar Rp 80 juta per bulan di tahun pertama Covid-19.

Karena kondisi yang terus sulit, maka pihaknya mengusulkan penurunan daya untuk menghemat pengeluaran. "Jadinya listrik kami Rp 80 juta dan air Rp 40 juta, belum lagi operasional yang lainnya. Itu semua pakai biaya perusahaan, karena tidak ada uang masuk, apalagi keuntungan yang dihasilkan oleh aktivitas perusahaan," terang Nika.

Begitulah upaya dari pengelola pelabuhan agar tetap beroperasi, Nika Astaga melanjutkan, karena Pelabuhan Batam Center ini tidak boleh tutup, sebab saat itu hanya ada dua pintu masuk di Indonesia, yakni Bandara Soekarno Hatta dan Pelabuhan Batam Center.

"Tidak boleh tutup. Walaupun tidak ada pemasukan dan keuntungan dari aktivitas pelabuhan internasional ini," sebutnya.

Sebenarnya, masih cerita Nika Astaga, kisruh pelabuhan ini terjadi sejak bergulirnya pembukaan tender baru pengelolaan Pelabuhan oleh BP Batam April lalu.

Pria yang menjabat sebagai Perwira Keamanan Fasilitas Pelabuhan (Port Facility Security Off?cer) yang selanjutnya disebut PFSO adalah petugas yang ditunjuk oleh manajemen perusahaan bertanggung jawab terhadap pengembangan, implementasi, revisi dari pemeliharaan rencana keamanan Fasilitas Pelabuhan serta untuk bekerja sama dengan para SSO, CSO, dan pengelola Fasilitas Pelabuhan, menyayangkan pihak BP Batam tidak melakukan komunikasi yang baik terhadap PT Sinergy Tharada hingga detik-detik akhirasa kerjasama ini.

"Saya ini perwira keamanan di pelabuhan ini. Kalau nanti ada permasalahan maka saya akan ditanyai soal tanggung jawab saya sebagai PSO," tegasnya.

Bukan tanpa alasan, Nika menjelaskan, bahwa Kode Keamanan Internasional terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan (The International Ship and Port Facility Security Code - ISPS Code) merupakan aturan yang menyeluruh mengenai langkah-langkah untuk meningkatkan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan.

Adapun tujuan dari ISPS Code adalah untuk mengurangi resiko terhadap penumpang, awak kapal dan personil di atas kapal pada wilayah pelabuhan dan juga terhadap kapal dan muatannya. Selain itu, untuk meningkatkan keamanan kapal di pelabuhan, serta mencegah pelayaran menjadi sasaran dari terorisme internasional.

Sejak berlakunya ISPS Code pada tahun 2004, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut selaku Designated Authority telah mengeluarkan aturan perundang-undangan yang mengatur penerapan keamanan terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan sesuai dengan ketentuan konvensi internasional dimaksud.

"Nah kami baru saja memperpanjang perizinan itu, dan itu berlaku untuk 5 tahun ke depan, dan tidak bisa dipindahtangankan. Silahkan konfirmasi ke KSOP," tegas Nika kembali.

Ia mengkhawatirkan, jika persoalan serah terima pengelolaan pelabuhan tidak berjalan dengan baik, maka pihaknya khawatir soal operasional pelabuhan ini.

"Yang mengantongi izin pengoperasian itu kan kami. Karena menyangkut keamanan di pelabuhan ini. Jadi kalau nanti tiba-tiba pengelolaan baru ini tidak bisa memenuhi syarat pengelolaan yang berstandar internasional, maka ada kekhawatiran pelabuhan ini terhenti di tengah jalan. Kalau pelabuhan ini tutup, yang malu bukan hanya Batam, tapi Indonesia dimata internasional," ungkap Nika Astaga.

Besarnya tanggungjawab untuk pengelolaan pelabuhan internasional, sudah seyogyanya sebelum berakhirnya kontrak kerja, ada pembahasan dan pembicaraan mengenai pengelolaan pelabuhan ke depannya, sebelum berakhirnya kontrak kerja 1 Agustus mendatang.

"Jadi karena begitu rumitnya persoalan pengelolaan pelabuhan sebagai perwira keamanan pelabuhan. Jadi tidak bisa main-main soal ini. Sampai sekarang pengelola yang baru saja belum ada komunikasi dengan kami. Jadi kalau ada masalah, kami sudah sampaikan dari awal. Mereka pengelola yang terpilih itu harus paham," bebernya.

Izin ISP Code itu berada di PT Sinergy Tharada, hingga kini belum ada pembicaraan untuk masa transisi. Untuk itu, ada kekhawatiran terganggunya lalulintas pelayaran internasional, karena untuk mengoperasikan kapal internasional pengelolaan harus mengantongi ISP Code ini.

"Kami ingin masa transisi ini bisa berjalan dengan baik. Tanggal 1 Agustus kami selesai. Jadi kalau habis ya kami pergi. Namun ini kan masih banyak hal yang harus dibahas menyangkut aset, karyawan dan operasional pelayaran," sebutnya.

Disinggung terkait kerugian yang dialami selama dua tahun semasa pandemi covid19, apakah akan melakukan tuntutan atau upaya hukum. Nika menambahkan pihaknya tidak ingin melakukan langkah hukum.

"Kami hanya berharap ada itikad dan komunikasi yang baik dari BP Batam terkait pengelolaan pelabuhan internasional yang merupakan pelabuhan percontohan tersebut. Kalau kita mulai dengan baik saat zaman otorita dulu, alangkah baiknya kalau berakhir juga dengan baik," pungkas Nika Astaga.

Editor: Yudha