Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dilema Demokrasi di Negara Pancasila
Oleh : opn/dd
Jum'at | 12-10-2012 | 11:02 WIB

Oleh: ARIPIANTO

INDONESIA terlepas dari sistem otoritarian kepemimpinan Soeharto sudah mencapai 14 tahun. Lahirnya demokrasi adalah metode yang berorientasi menghargai kebebasan berpikir, aspirasi, berkelompok, berserikat dll. Dengan perjuangan mahasiswa dan aktivis melawan otoritarian Bpk. Soeharto sebagai Presiden ke-2 Indonesia, akhirnya tahun 1998 menjadi sejarah bagi bangsa Indonesia, berakhirnya Orde baru dan berganti ke zaman Reformasi.


Dengan berdemokrasi, seharusnya masyarakat lebih melek akan ilmu pengetahuan, jika perkembangan ilmu dan teknologi yang sudah semakin modern ini tidak diimbangkan dengan wawasan setiap masyarakat yang ada di dalam suatu negara, khususnya Negara Indonesia, maka bergantinya sistem yang otoriter menjadi demokrasi di negara ini tidak akan membuat perubahan secara signifikan. Kebanyakan masyarakat Indonesia mengetahui demokrasi karena adanya "Pemilu". Memang benar adanya pemilu di suatu negara maka negara tersebut menganut sistem demokrasi, tetapi fungsi demokrasi bukan sekedar pemilu saja, karena esensi dari demokrasi itu sendiri masih sangat luas.

Kebodohan dan kemiskinan di negara ini tidak ada habisnya, seakan-akan sudah direncanakan untuk melanggengan kepentingannya, sungguh tragis chaos di negara sendiri dengan orang kita sendiri. Jika kondisi Negara Indonesia masih seperti ini di tahun-tahun ke depannya, maka demokrasi pun bukan menjadi solusi kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Karena sesungguhnya solusinya adalah terciptanya kesadaran bagi setiap masyarakat Indonesia untuk mengetahui fungsinya sebagai masyarakat di Negaranya sendiri,padahal demokrasi bukan tujuan tetapi cara untuk mencapai tujuan bersama.

Negara Indonesia terbentuk bukan dikarenakan faktor kebetulan semata, melainkan sebuah cita-cita bersama seluruh elemen masyarakat yang ingin hidup dengan merdeka dan bebas dari penjajahan bangsa (negara) lain. Masyarakat, yang pada waktu itu, masih terpecah-pecah yaitu terdiri dari beragai macam suku dan budaya yang berbeda pada akhirnya bersatu-padu membentuk sebuah negara yang berdaulat dengan harapan masyarakat yang tadinya terjajah dan hidup dalam belenggu kemiskinan, tertindas, dan tidak bisa menentukan masa depannya sendiri, dengan bersatunya membentuk sebuah Negara Indonesia dengan tujuan dapat hidup makmur dan sejahtera serta mampu menentukan masa depanya sendiri.


Hal ini juga telah tertera dalam konstitusi negara yaitu UUD 1945, yang di dalamnya tertera secara gamblang tentang maksud dan tujuan terbentuknya negara berserta tugas dan kewajibannya. Maksud dan tujuan terbentuknya negara tidak lain adalah untuk menciptakan kesejahteraan, keadilan, kemakmuran dan rasa aman bagi masyarakatnya. Tugas dan kewajiban negara adalah mewujudkan maksud dan tujuan tersebut. Tugas dan kewajiban negara memang sangat berat, namun itulah fungsi dari terbentuknya negara ini. Untuk dapat mewujudkanya, negara harus mampu mengintepretasikan pedoman yang dimiliki (UUD 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika) dalam menjalankan roda pemerintahannya, baik dalam membuat sebuah kebijakan nasional maupun dalam pembuatan hukum-hukum dalam negara dengan berpanduan dan tanpa melenceng dari pedoman yang sudah ada.

Demokrasi Pancasila Vs Demokrasi Liberal

Bagaimanakah dengan demokrasi di Indonesia? Indonesia menganut paham Demokrasi Pancasila yang berbeda dengan demokrasi liberal. Demokrasi liberal meletakkan kebabasan induvidu yang toleran sebagai urgensi kehidupan negara dan masyarakat. Oleh karena itu kontrol rakyat dan atau wakilnya kepada penguasa dan negara adalah prinsip yang tak bisa ditawar.

Dalam konteks ini, C.F. Strong mengemukakan: negara konstitusional sekarang ini harus didasarkan atas suatu sistem perwakilan yang demokratis yang menjamin kedaulatan rakyat. Mengenai hal ini harus tercermin dalam konstitusi negara tersebut. Sedangkan prihal bagaimana pelaksanaan Demokrasi Pancasila dalam arti bentuknya, maka pertama-tama harus dilihat dalam UUD 1945 beserta penjelasannya, meskipun ini bukanlah satu-satunya cara untuk melaksanakan Demokrasi Pancasila.

Dalam kesempatan ini yang terpenting adalah, apakah demokrasi dan pelaksanaan demokrasi di negara Indonesia akan berfungsi dan memainkan peranannya sangat ditentukan oleh keinginan melaksanakan UUD 1945 secara konsekuen. UUD 1945 sebagai hukum dasar tertinggi yang di dalamnya termuat cita-cita bangsa dan arah kehidupan bernegara dan berbangsa, termasuk di dalamnya keberadaan hukum dalam kehidupan negara.

Bila demikian halnya, meminjam pertanyaan Sri Soemantri.M, sampai seberapa jauhkah konstitusi dapat dipertahankan dan bagaimanakah pengaturannya apabila terjadi bermacam-macam masalah yang perlu mendapat pengaturan? Dalam persolan ini, maka DPR harus dapat menyesuaikan putusan-putusannya sesuai dengan kemauan masyarakat, yakni sesuai dengan keadaan masyarakat atau social engginering (istilah Rescoe Pound).

Jadi, seandainya akan dibuat suatu UU (hukum), maka materi dalam UU itu harus diterima oleh masyarakat atau tidak. Dengan demikian, kian jelas bahwa Demokrasi Pancasila sebagaimana juga dituangkan dalam UUD 1945 berserta penjelasannya akan terwujud bila sistem politik demokratis dan UUD 1945 harus dijalankan secara konsisten. Demokrasi yang bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani (demokratia) "kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari kata (demos) "rakyat" dan (kratos) "kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM. Demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln, dalam pidato Gettysburgnya, mendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Yang bermakna kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.

Sejarah Perjalanan Demokrasi Pancasila

Sejarah perjalanan demokrasi dalam upaya mencari bentuk demokrasi yang paling tepat diterapkan di negara RI, ada semacam trial and error, coba dan gagal. Namun kalau direnungkan secara arif, ternyata untuk menuju ke sistem demokrasi yang ideal perlu waktu yang cukup panjang. Sebagai perbandingan dapat dilihat sejarah perkembangan konsep demokrasi di Amerika Serikat, yaitu suatu negara yang dianggap sebagai negara demokrasi yang ideal sekali. Di negara tersebut sebenarnya masih banyak kekurangan. Untuk menyusun konstitusi, Amerika memerlukan waktu selama 11 tahun. Untuk menghapus perbudakan memerlukan waktu 86 tahun, untuk memberi hak pilih kaum wanita memerlukan 114 tahun, dan untuk menyusun draf konstitusi yang melindungi seluruh warga negara memerlukan waktu selama 188 tahun. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia mencari bentuk demokrasi yang tepat sejak tahun 1945 hingga sekarang masih terantuk-antuk.

Hal ini bukan karena ketidakseriusannya, tetapi karena memerlukan waktu panjang. Membicarakan demokrasi Indonesia, bagaimanapun juga tidak terlepas dari periodesasi sejarah politik di Indonesia, yaitu apa yang disebut sebagai periode pemerintahan masa revolusi kemerdekaan, pemerintahan demokrasi liberal, pemerintahan demokrasi terpimpin, dan pemerintahan demokrasi Pancasila.

Sebelumnya, Ephorus Huria Kristen Batak Protestan(HKBP) Pdt Dr Bonar Napitulu mengatakan, Pemerintah Republik Indonesia di bawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono memilki reputasi buruk dalam penegakan hukum, terutama menjamin hak dan keamanan waganegara dalam menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Pemerintah lumpuh ketika ada kelompok warganegara lain yang bersikap main hakim sendiri kepada kelompok warganegara lain yang memiliki keyakinan berbeda. Selama 2010, negara terkesan melakukan pembiaran terhadap fenomena kekerasan atas nama agama. Pemerintah kehilangan roh dan jiwa UUD 1945 dan pancasila (Rakyat Merdeka,20/02/2010).

Penulis adalah Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Pekanbaru dan Mahasiswa PKn/FKIP/Universitas Riau.