Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hingar-bingar Penegakan Hukum di Indonesia
Oleh : opn/dd
Selasa | 09-10-2012 | 17:26 WIB

Oleh : Iman Munandar, SH

TAHUN 2012 menjadi klimaks membuncahnya kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI). Tindakan kepolisian melakukan pengepungan terhadap markas KPK merupakan gambaran nyat, bahwa pertarungan sengit antar kedua lembaga sudah tidak dapat dihindari.


Secara kasat mata, memang terlihat bahwa tindakan kepolisian mengepung gedung KPK pada tanggal 6 Oktober 2012 lalu adalah reaksi atas keberanian KPK menerobos gedung Korlantas pada tanggal 6 Juli 2012 untuk mencari barang bukti terkait penyelewengan uang rakyat pada kasus Simulator SIM.

Kini publik dikejutkan dengan berbagai kebobrokan, baik di tubuh kepolisian maupun KPK. Siapapun rakyat Indonesia menginginkan agar penegakan hukum dilakukan secara adil. Masih dalam ingatan publik, bahwa kepolisian sering mendapatkan stempel sebagai lembaga yang korup dan KPK sebagai lembaga yang tebang pilih.

Tentunya dengan kejadian yang sedang terjadi, masyarakat semakin diyakinkan bahwa kedua lembaga ini harus diperbaharui agar mampu bekerja pada ruang yang tepat dan sistem yang baik pula. Namun hal menarik yang menjadi perhatian publik, bahwa konflik antara POLRI vs KPK terjadi di saat DPR-RI sedang membahas revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasa Korupsi. Kemampuan mengkondisikan situasi nasional begitu terasa pada saat DPR akan merevisi UU No. 30 Tahun 2002.

Apapun alasannya, bahwa banyak kelompok masyarakat puas dengan kinerja KPK dibandingkan kinerja POLRI dan Kejaksaan. Tetap tidak boleh dinafikan juga, bahwa KPK harus mengalami pembaharuan jika ingin berumur lebih panjang sebagai lembaga ad hoc. Usulan-usulan pembaharuan untuk menjadikan KPK sebagai lembaga extraordinary harus tetap menjadi agenda utama wakil rakyat.

Namun tidak juga bisa dilupakan bahwa penting bagi wakil rakyat untuk mempertimbangkan ke depan agar kewenangan-kewenangan yang diberikan kepada KPK juga diberikan kepada POLRI dan Kejaksaan. Hal tersebut sebagai proses menuju efektifitas, penguatan fungsi dan kewenangan penegak hukum.

Kita tidak berharap Indonesia akan dijejali para koruptor selamanya. Upaya preventif yang dilakukan pemerintah belum terlihat hingga saat ini. Tujuan utama dalam penegakan hukum bukan hanya sekedar memberantas korupsi, karena jika itu yang menjadi main frame para penegak hukum, maka tidak salah jika pekerjaan penegak hukum akan selalu diidentikkan dengan pedagang kasus.

Penegakan hukum harus memperhatikan masa depan hukum itu sendiri, tidak semata-mata hanya menargetkan pengembalian uang negara, penetapan tersangka ataupun penerapan hukum maksimal. Wajah hukum Indonesia pasca reformasi telah mengalami pergeseran yang sangat kentara. Ketokohan pemimpin menjadi sangat penting untuk menjadi panglima dalam penegakan hukum, bukan hanya panglima pada pemberantasan korupsi. Karena sekali lagi ditegaskan, bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, bukan negara korupsi.

Polemik dua lembaga negara KPK dan POLRI saat ini telah cukup menjadi catatan kelam sejarah pemberantasan korupsi yang didengung-dengungkan oleh Presiden. Presiden harus segera mengambil sikap untuk menyelamatkan penegakan hukum Indonesia dan semangat untuk menyelamatkan uang rakyat secara elegan.

Jika kepala negara salah langkah dalam menyikapi situasi hukum saat ini, maka dipastikan kelanjutan penegakan hukum di Indonesia akan cacat seumur hidup. Harapan publik sebenarnya sudah mulai padam terhadap upaya pemberantasan korupsi ketika stagnannya kasus korupsi Bank Century dan kasus korupsi Wisma Atlet.

Dan pesimisme publik tersebut memuncak pada tragedi 6 Oktober 2012, terlihat dari berkumpulnya banyak orang dan pegiat korupsi di gedung KPK Kuningan Jakarta. Bisa disimbolkan sebagai upaya pembunuhan karakter KPK sekaligus gambaran kedukaan besar hilangnya kewibawaan kedua lembaga penegak hukum tersebut.

Semoga penegakan hukum ke depan menemukan jati dirinya kembali dan mengembalikan semua lembaga penegak hukum pada pondasinya masing-masing. Jika melihat dari perkembangan situasi nasional saat ini dan masih kuatnya hegemoni kepentingan di lingkaran kepala negara, sepertinya Presiden tidak akan mengambil langkah yang signifikan. Negara yang kuat harus dibarengi kepala negara yang berintegritas dan visioner.

Penulis adalah Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)