Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Partai Gelora Temukan Tiga Model Potensi Kecurangan yang Bakal Terjadi di Pemilu 2024
Oleh : Redaksi
Rabu | 22-11-2023 | 09:40 WIB
amin_fahrudin_b1.jpg Honda-Batam
Ketua Bidang Hukum DPN Partai Gelora Amin Fahrudin, SH. MH (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Untuk mengantisipasi kecurangan dalam Pemilu 2024 terutama dalam pemilu legislatif, Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia telah membentuk Tim Advokasi dan Saksi yang akan bertugas untuk mengamankan suara rakyat yang dipercayakan kepada Partai Gelora.

Tim ini diketuai Ketua Bidang Hukum DPN Partai Gelora Amin Fahrudin, SH. MH, yang berprofesi sebagai seorang advokat.

"Kami telah mengidentifikasi praktek-praktek kecurangan yang biasa terjadi dalam Pemilu," kata Amin Fahrudin dalam keterangannya, Selasa (21/11/2023).

Menurut Amin, ada tiga model kecurangan yang terjadi dalam setiap Pemilu, termasuk yang akan terjadi di Pemilu 2024.

Pertama adalah pencurian atau kecurangan di TPS yang dilakukan oleh oknum partai pesaing yang dibantu oleh oknum penyelenggara di KPPS, sehingga bisa mengurangi perolehan suara Partai Gelora.

"Untuk itu kami akan mengirimkan tim saksi di setiap TPS di seluruh pelosok tanah air yang berfungsi sebagai saksi sekaligus mengadvokasi/ memperjuangkan jika terjadi praktek pencurian atau kecurangan di masing-masing TPS," katanya.

Sebab, jika pihaknya abai soal ini, maka Partai Gelora tidak dapat memperjuangkan atau memprotes kecurangan yang sudah terlanjur dihitung dan dilaporkan dalam Form C-1.

Sedangkan kecurangan kedua dapat terjadi dalam proses rekapitulasi di tingkat kecamatan maupun kabupaten.

"Dalam proses rekapitulasi suara jika tidak kita pantau dan tongkrongi, maka potensi kecurangan juga dapat terjadi," katanya.

Oleh karenanya, pada setiap rekapitulasi di tingkat PPK maupun KPUD Kabupaten/Kota, Tim Saksi Partai Gelora siap untuk mengawalnya sehingga potensi kecurangan yang berakibat pada kerugian suara dapat kita antisipasi.

Sementara model kecurangan ketiga ini, yang lebih rumit karena biasanya tidak terkait langsung dengan hilangnya suara Partai Gelora.

Yaitu jika terjadi jual beli suara dari oknum partai A kepada oknum partai B dengan melibatkan oknum penyelenggara yang berdampak pada melonjaknya suara partai pembeli.

"Memang suara kita tidak berkurang, tapi partai pesaing bisa melonjak drastis melampaui partai kita sehingga ketika dikonversi menjadi kursi parlemen, partai tersebutlah yang mendapat kursi," ujarnya.

Tindakan antisipasi terhadap kecurangan model ini, lanjut Amin, harus mengerahkan tim yang besar untuk mengecek seluruh rekapitulasi di setiap level mulai dari TPS sampai KPUD, bahkan sampai KPU pusat.

"Untuk kerja pengamanan suara ini Partai Gelora telah membentuk Tim Hukum dan Advokasi yang diperkuat dengan 70 pengacara yang ada di pusat maupun di masing-masing wilayah," katanya.

Para pengacara ini, kata Amin, sudah berpengalaman dalam menangani perkara pengawalan maupun penanganan sengketa pemilu, baik di pemilu legislatif, pemilu presiden maupun pilkada.

Sebelumnya juga pada bulan September lalu, Partai Gelora bersama Mahkamah Konstitusi RI telah menyelenggarakan pelatihan dan bimbingan teknis terkait sengketa Pemilu.

Sehingga tim ini sudah siap bekerja dan beraksi di lapangan. "Kami juga telah membentuk koordinator saksi dan advokasi di setiap kabupaten kota yang nantinya akan menerjunkan tim saksi di semua TPS di seluruh wilayah Indonesia," katanya.

Amin mengatakan, Partai Gelora optimis lolos parliamentary threshold atau ambang batas parlemen 4% dalam Pemilu 2024 nanti.

Oleh karenanya, potensi-potensi kecurangan yang dapat merugikan suara Partai Gelora sedini mungkin diantisipasi, karena dalam setiap suara Pemilu terdapat mandat rakyat yang harus diperjuangkan.

"Mari kita jaga proses Pemilu ini secara sehat agar menghasilkan demokrasi yang makin matang untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia," pungkas Amin.

Editor: Gokli