Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sidang Pemeriksaan Terdakwa

Bantah Lakukan Pengrusakan Pipa PT LSM, Terdakwa La Husaini Ungkap Kronologis Kejadian
Oleh : Aldy Daeng
Selasa | 31-10-2023 | 16:04 WIB
Sidang-pengerusakan1.jpg Honda-Batam
Sidang kasus pengerusakan pipa milik PT Lautan Sejahtera Mandiri (LSM) di Pulau Bulan dengan agenda pemeriksaan terdakwa La Husaini alias Saini Bin Lagibu di PN Batam. (Aldy/BTD)

BATAMTODAY.COM, Batam - La Husaini alias Saini bin Lagibu, terdakwa kasus pengrusakan pipa milik PT Lautan Sejahtera Mandiri (LSM) di Pulau Bulan, Desa Pulau Buluh, Kecamatan Bulang, Kota Batam, menjalani sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Batam, Senin (30/10/2023).

La Husaini, yang didakwa melakukan pengrusakan pipa milik PT LSM, dalam persidangan mengungkap kronologis terkait pengrusakan pipa saluran air dari laut ke tambak udang milik PT LSM yang dituduhkan kepadanya.

Terdakwa mengatakan, sebelum dirinya melakukan pemindahan (yang dituduhkan pengrusakan) pipa di blok E9, di mana lahan tersebut ia klaim milikinya dengan dasar surat alashak, dirinya terlebih dahulu memberikan peringatan kepada karyawan perusahaan tersebut sebanyak tiga kali.

"Hinga kedatangan saya yang ketiga kalinya, ternyata pipa itu belum juga dipindahkan. Saya bilang sama yang jaga di sana, kalau tidak dipindahkan saya akan pindahkan sendiri. Mereka bilang silahkan," ungkap Husaini di persidangan.

Lebih rinci La Husaini menjelaskan, ia juga sudah memberikan peringatan kepada karyawan perusahaan yang berjaga di sana, agar mengosongkan tambak yang berada di blok E9, E4, E5 dan E6, akan tetapi tidak diindahkan oleh karyawan perusahaan.

Hingga pada tanggal 4 Mei 2023, ia bersama beberapa tukang kebun mendatangi lokasi untuk pemindahan pipa tersebut. Namun saat itu ia belum juga melakukan pemindahan, namun hanya memberikan peringatan.

Selanjutnya, pada tanggal 8 dan 9 Mei 2023, ia datang lagi dan ternyata pipa yang berada di lahannya belum juga dibuka.

"Pada 20 Mei, bersama 5 orang tukang kebun masuk ke sana, tiba-tiba sejumlah orang datang. Mendengar itu, orang kampung dari pulau sebelah (Pulau Buluh) datang. Saya tetap masih di pulau saat masyarakat datang. Saya melepas pipa, dan mematikan kincir yang berfungsi untuk mengalirkan oksigen ke kolam," ungkapnya.

"Tak ada pengrusakan, baik kincir maupun pipa. Saya hanya satu kali melepas pipa itu. Tak ada pipa rusak kecuali di kolam E9," sambungnya.

Dengan kejadian itu, pihak Polsek Bulang mengambil tindakan dengan cara memediasi kedua belah pihak. "Polsek memerintahkan tidak ada kegiatan kedua belah pihak saat masih mediasi. Kami bawa semua dokumen kami. Tapi mereka tidak bawa dokumen apapun, jadi mediasi ditunda," jelas Husaini.

Masih kata Husaini, selama ini perusahaan kerap menjanjikan uang kompensasi atas lahan miliknya dan keluarganya sebesar Rp 15 ribu per meter. Akan tetapi hingga saat ini tak ada pembayaran kompensasi dari perusahaan.

"Kami hanya dijanjikan melalui pesan singkat WhatsApp. Tapi tak ada juga sampai sekarang," ucap Husaini.

Masih dalam persidangan, penasehat hukum (PH) terdakwa, Jacobus Silaban, S.H, mengatakan, pengrusakan yang dituduhkan kepada terdakwa sedikit berbeda dengan fakta di lapangan. Bahwa di lokasi itu ada kanal yang panjangnya ratusan meter ke laut, yang berfungsi untuk mengalirkan air ke kolam tambak milik perusahaan, akan tetapi kanal melewati lahan terdakwa.

"Kami temui di sana kanal tersebut lebarnya sekitar 5 meter, dan sudah tertimbun. Ini tak mungkin dilakukan secara manual, pasti dengan alat berat, sehingga air tidak mengalir ke tambak. Masyarakat tidak memiliki alat berat, artinya ini kerjaan siapa," tanya Jacobus. Dan Husaini mengatakan itu milik perusahaan.

Lebih mirisnya lagi, kata tim PH terdakwa Effendy Ujung, masyarakat di sana telah membuat kandang ternak di lahan milik masyarakat sendiri. Namun oleh pihak perusahaan masyarakat dilarang untuk memasukkan hewan ternak.

"Semua sungai dipagar oleh perusahaan. Padahal perusahaan tidak sepenuhnya mempunyai hak di seluruh pulau itu," katanya.

Usai mendengar semua keterangan dari terdakwa, penuntut umum dan penasehat hukum, majelis hakim yang diketuai oleh Edi Sameaputty menyebutkan, kalau terdakwa merasa tidak merusak ada baiknya melakukan somasi ke PT LSM.

"Kenapa tidak lakukan somasi kalau merasa tidak merusak," tanya Edi. Dan terdakwa menjawab, setelah selesai perkara ini pihaknya akan melakukan langkah tersebut.

"Agenda selanjutnya, menghadirkan saksi meringankan pada Senin (6/11/2023) siang," pungkas hakim Edi Sameaputty

Di luar persidangan, tim PH terdakwa menyebutkan, selama ini pihaknya berfikir satu Pulau Bulan itu milik perusahaan PT LSM, namun ternyata tidak. Perusahaan tersebut hanya memiliki hak guna sebagian.

"Bahkan saya bilang, ini seperti hak guna berjalan, awalnya sekian hektar ternyata melebar," kata tim PH terdakwa.

Dijelaskan PH terdakwa, ada sekitar 500 hektar lahan yang diklaim milik warga, dan itu ada kesepakatan dari pihak perusahaan. Pulau Bulan yang luasnya sekitar 800 hektar itu yang memiliki Hak Guna adalah PT Bina Tangkar, akan tetapi Hak Guna tersebut dialihkan kepada PT LSM.

"Dalam aturan, HGU tidak bisa dipinjam pakai, akan tetapi di sini terjadi. Dan di BAP tidak dicantumkan terkait pinjam pakai tanpa bisa menunjukkan bukti kepemilikan HGU tersebut," tegasnya.

Selain itu, kata PH terdakwa, di sini yang dirugikan itu pihak perusahaan, yang bisa bertindak atas nama perusahaan secara hukum di perusahaan itu hanya Direktur, akan tetapi pihak pelapor tidak pernah bisa menunjukkan surat kuasa dari Direktur.

"Dalam pledoi nanti kami minta terdakwa ini dibebaskan, kalaupun tak bebas ya percobaanlah. Karena perusahaan pun tidak bisa menunjukkan legalitas perusahaan secara rinci," pungkasnya.

Editor: Yudha