Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Moderasi Beragama Kunci Penting Penangkal Radikalisme
Oleh : Opini
Senin | 25-09-2023 | 10:28 WIB
A-ilustrasi-radikal-intoleran14.jpg Honda-Batam
Ilustrasi menolak radikalisme dan intoleransi di Indonesia. (Foto: Net)

Oleh Lukman Keenan Adar

MODERASI beragama adalah kunci penting dalam menangkal radikalisme di Indonesia. Terlebih jelang Pemilu 2024 di mana ada prediksi kenaikan serangan dari kelompok radikal dan teroris. Untuk menciptakan Pemilu damai 2024 maka moderasi beragama wajib disosialisasikan di seluruh Indonesia.

Menjelang Pemilu 2024 masyarakat perlu waspada akan isu radikalisme yang umumnya beredar di media sosial. Isu ini sangat berbahaya karena bisa menyesatkan pikiran masyarakat dan memicu kerusuhan. Apalagi kelompok radikal menganggap pemerintah sebagai musuh, sehingga mereka ingin mengganggu prosesi Pemilu. Oleh karena itu penyebaran radikalisme dan terorisme harus dicegah agar Pemilu berlangsung dengan damai.

Untuk mencegah radikalisme dan terorisme maka salah satu caranya dengan menerapkan moderasi beragama. Moderasi beragama bukanlah sekadar memiliki agama, melainkan menyadari bahwa menjalin hubungan baik dengan sesama insan itu juga berpahala, tidak hanya taat kepada Tuhan.

Kepala Sub Direktorat Pengamanan Lingkungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Setyo Pranowo menyatakan bahwa 52% rakyat Indonesia yang memiliki hak memberikan suara pada Pemilu 2024 adalah kaum muda alias pemilih pemula. Akan tetapi mereka dimanfaatkan oleh kelompok radikal, yang kian intensif menyebarkan virus radikalisme dan terorisme.

Khusus pemuda dan pelajar diperkirakan penyebaran virus paham radikal terorisme ini melalui media sosial. Diperkirakan penyebaran paham radikalisme di kalangan pemuda dan pelajar terus digencarkan kelompok radikal terorisme, terutama melalui media sosial.

Mencermati kondisi ini, maka dapat dikatakan bahwa pemuda serta media sosial merupakan dua poin strategis dalam transformasi paham dan perekrutan anggota kelompok radikal.

Kelompok paham kekerasan itu mengincar kelengahan guru, tenaga pengajar, masyarakat dan pemerintah untuk mempengaruhi pemuda atau pelajar dan menguasai media sosial sebagai sarana mereka. Oleh karena itu perlu ada program untuk menangkal radikalisme. Salah satunya dengan moderasi beragama.

BNPT melalui Direktorat Pencegahan, Sub Direktorat Pemberdayaan Masyarakat mengajak para guru dan tenaga pengajar seluruh Indonesia, mewaspadai gerakan radikal dan teroris, baik internal di sekolah maupun eksternal di lingkungan warga. Untuk mengatasi radikalisme maka perlu ada pemahaman agama yang dominan sehingga peran sekolah cukup besar dalam membentengi generasi muda ini dengan moderasi beragama.

Jika semua WNI, termasuk para pemuda, memahami moderasi beragama maka tidak akan terlalu fanatik alias ekstrim kanan. Segala sesuatu memang tidak boleh berlebihan, termasuk fanatisme beragama. Penyebabnya jika terlalu fanatik maka akan mudah tersinggung dengan perbedaan, padahal di Indonesia ada 6 keyakinan yang diakui negara, sehingga wajar jika ada banyak perbedaan di masyarakat.

Hanya dengan moderaisi beragama umat bisa menjalankan ibadah dan ritual agama dengan seimbang, tanpa harus ekstrim ke kiri atau ke kanan. Moderasi beragama bukanlah sekadar memiliki agama, melainkan menyadari bahwa menjalin hubungan baik dengan sesama insan itu juga berpahala, tidak hanya taat kepada Tuhan.

Ketika suatu perbedaan terlalu dipertentangkan maka akan sangat berbahaya karena bisa merusak persatuan bangsa. Oleh karena itu moderasi beragama wajib disosialisasikan lagi demi mewujudkan Pemilu 2024 yang damai dan lancar. Jangan sampai gara-gara kurangnya pemahaman moderasi beragama akan muncul kerusuhan-kerusuhan yang berpotensi merusak prosesi Pemilu tahun depan.

Sementara itu, Sholehuddin, dosen di Universitas Muhammadiyah Jakarta, menyatakan bahwa indeks radikalisme di Indonesia mencapai 29% dan masih dalam batas aman. Akan tetapi radikalisme wajib diwaspadai karena bisa mengganggu Pemilu 2024.

Radikalisme dan terorisme di Indonesia bermotifkan pemahaman keagamaan sehingga hal terkait ideologi keagamaan hal yang sensitif atau gampang jadi pemicu terhadap bagi mereka tadinya hanya terpapar secara pemahaman menjadi sebuah tindakan. Jadi, salah satu strategi menghadapi kerawanan itu adalah melalui moderasi beragama. Hasilnya adalah Pemilu 2024 bisa berjalan dengan damai dan lancar.

Moderasi beragama adalah memahami ajaran agama secara moderat, tidak terlalu ekstrim kanan atau ekstrim kiri. Bukankah yang berlebihan itu tidak baik? Ketika beragama secara moderat maka memahami juga hubungan kepada Tuhan dan hubungan dengan sesama insan, sehingga harus saling menghormati.

Toleransi adalah salah satu faktor pendukung dalam moderasi beragama, karena jika seseorang tidak menjadi ekstrimis, akan menjadi toleran bagi orang lain. Tidak hanya bagi sesama yang 1 keyakinan tetapi juga untuk yang memiliki keyakinan lain. Dengan toleransi maka akan lebih menghargai satu sama lain, karena walau berbeda akidah, orang tersebut adalah saudara dalam kemanusiaan.

Masyarakat wajib menggaungkan lagi toleransi karena sudah terlalu banyak kekacauan yang terjadi akibat intoleransi (yang juga dilakukan oleh kelompok radikal). Toleransi dan moderasi beragama adalah cara ampuh untuk menangkal radikalisme dan terorisme. Dengan moderasi beragama maka masyarakat akan lebih memahami perbedaan dan tidak fanatik serta ekstrim. Ia bisa menghargai perbedaan pilihan politik serta bersama-sama mewujudkan Pemilu 2024 yang damai.*

Penulis adalah kontributor Persada Institute Jakarta